Menuju konten utama

Jejak Yudi Widiana Hingga Menjadi Tersangka KPK

Namanya sering disebut-sebut terlibat dalam beberapa proyek korupsi, tetapi baru kali ini KPK akhirnya menjaring politisi PKS Yudi Widiana ini sebagai tersangka.

Jejak Yudi Widiana Hingga Menjadi Tersangka KPK
Wakil Ketua Komisi V DPR Yudi Widiana Adia bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Selasa (27/12). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/ama/16

tirto.id - Nama Yudi Widiana Adia sudah sering disebut di pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun dalam persidangan kasus korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Namun politisi PKS ini baru resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 24 Januari 2017 untuk kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2016 di Maluku dan Maluku Utara.

Mengawali karir politik sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat periode 1999-2004, karir politik Yudi makin moncer. Pria kelahiran Sukabumi ini terpilih dua periode menjadi anggota DPR RI mewakili Dapil Jawa Barat IV (Sukabumi).

Pada masa kerja 2014-2019, Yudi kembali duduk di Komisi V DPR RI yang membidangi perhubungan, pekerjaan umum, perumahan rakyat, pembangunan pedesaan dan daerah tertinggal, meteorologi, klimatologi & geofisika. Ia saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi V DPR RI.

Sebelum tersangkut kasus proyek jalan ini, Yudi juga sempat dikabarkan dekat dengan pemilik PT Alpindo Mitra Baja, Ayep Zaki, yang terkena skandal kredit bermasalah sebesar Rp38,7 miliar bagi Koperasi Bina Usaha bentukannya, menurut laporan Tempo.

Ayep tak hanya berkawan dengan politikus PKS di Sukabumi. Ia juga berteman dengan Yudi Widiana Adia yang juga saat itu menjabat Anggota DPR RI dan Ketua Badan Pemenangan Pemilu PKS ini pernah ditunjuk sebagai penasihat tim off-road-balapan mobil PT Alpindo. Kasus ini terkuak menjelang pemilihan Gubernur Jawa Barat sekitar pertengahan Februari 2013.

Budget Advocacy Group (BAG) telah mengadukan dugaan korupsi di lingkungan pemerintah Provinsi Jawa Barat ini ke KPK. Merujuk dokumen Bank Indonesia terdapat penyimpangan prosedur normatif penyaluran kredit tersebut antara lain, tidak dipenuhinya persyaratan pokok administrasi permohonan kredit.

Nama Yudi kembali mencuat pada 17 Januari 2016, ruang kerjanya di gedung DPR menjadi target penggeledahan tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi penerimaan suap terkait pengamanan proyek pembangunan jalan di Maluku yang dikerjakan Kementerian Pekerjaan Umum.

KPK sebelumnya sudah menangkap anggota Komisi V yang lain Damayanti Wisnu Putranti dan saat penyidik akan menggeledah ruang kerja Yudi dihadang oleh Wakil Ketua DPR-RI yang juga anggota Fraksi PKS, Fahri Hamzah.

Pada 7 Desember 2016, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penggeledahan di rumah anggota DPR RI asal PKS Yudi Widiana Adia di Kota Cimahi dan rumah dinasnya di Kalibata, Jakarta. Sebelumnya juga telah dilakukan penggeledahan di kediaman Yudi yang lain di The Edge Superblock Jalan Raya Baros, Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi.

Dari penggeledahan tersebut, KPK menyita sejumlah uang dari kediaman Wakil Ketua Komisi V DPR itu sejumlah Rp100 juta dan 5.000 dolar AS.

Kasus ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Januari 2016. KPK menangkap Damayanti Wisnu Putranti, yang saat itu menjabat anggota Komisi V DPR.

Kasus pun berkembang dan KPK menetapkan beberapa tersangka lainnya kemudian. Para tersangka yang ditetapkan dalam pengembangan kasus adalah Budi Supriyanto, Amran H Mustary, Andi Taufan Tiro, dan So Kok Seng alias Aseng.

Aseng diduga sebagai pihak pemberi suap kepada penyelenggara negara untuk memuluskan anggaran proyek di Kementerian PUPR pada tahun anggaran 2016. Sementara ini, KPK telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus ini.

Tiga di antaranya adalah Anggota Komisi V DPR yaitu Damayanti Wisnu Putranti dari Fraksi PDIP, Budi Supriyanto dari Fraksi Golkar dan Andi Taufan Tiro dari Fraksi PAN. Mereka diduga menerima uang suap hingga miliaran rupiah dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama (PT WTU), Abdul Khoir.

Sementara tersangka lainnya yakni, Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary, Abdul Khoir serta dua rekan Damayanti, Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini.

Kasus ini sudah dibawa ke pengadilan dan 4 orang telah divonis oleh Majelis Hakim Tipikor. Damayanti divonis 4,5 tahun sedangkan 2 rekannya, yaitu Julia Prasetyarini dan Dessy A Edwin telah divonis 4 tahun penjara karena turut berperan dalam kasus suap itu. Penyuap dalam kasus ini yaitu Abdul Khoir telah divonis 4 tahun penjara.

Seberapa Besar Andil Yudi Dalam Kasus Ini

Sebelumnya, dalam persidangan terdakwa penyuap Damayanti, Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir, So Kok Seng alias Aseng yang merupakan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa mengaku diminta untuk memberikan uang sebesar Rp 3 miliar kepada anggota DPRD Bekasi, Jawa Barat, M Kurniawan.

Uang tersebut, menurut Aseng, diminta langsung oleh Kurniawan, untuk mengamankan dirinya yang tengah diincar KPK.

Selain Rp3 miliar, Aseng juga mengaku memberikan uang sebesar Rp 2,5 miliar kepada Kurniawan, yang merupakan anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPRD Bekasi. Diduga, uang tersebut akan diteruskan kepada Wakil Ketua Komisi V DPR dari Fraksi PKS, Yudi Widiana.

Damayanti Wisnu Putranti diganjar vonis hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan Rp 500 Juta. Mantan anggota Komisi V Fraksi PDI Perjuangan ini terbukti menerima suap anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat saat masih menjadi anggota DPR.

Infografik hukuman koruptor

Buntut sejumlah penggeledahan dan kesaksian di pengadilan itu menyeret Yudi Widiana menjadi tersangka sejak Senin (6/2/2017). Penasehat ICMI Jawa Barat itu ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan Musa Zainuddin, politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Keduanya saat ini masih sebagai anggota aktif DPR RI Komisi V.

“KPK telah melakukan upaya pendalaman dari kasus sebelumnya di pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara. Kedua tersangka itu masih aktif menjadi anggota DPR RI. Keduanya disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP,” kata Kepala Biro Humas Febri Diansyah di Kantor KPK, Kuningan Madya, Jakarta Selatan, Senin (6/2/2017).

Selain itu, nama keduanya sering disebut dalam sidang Damayanti, Budi Supriyanto dan Sok Kok Seng juga Abdul Khoir. Keduanya sering disebut sebagai pihak yang menerima suap miliar rupiah. Termasuk juga terlibat dalam rapat setengah kamar yang dilakukan para komisi V DPR di salah satu hotel di kawasan Jakarta Selatan tahun 2015 lalu.

Dengan bertambahnya dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, dalam kasus ini KPK telah menetapkan 10 tersangka dan kemungkinan akan bertambah.

Menurut Febridiansyah, Yudi diduga mendapat upeti senilai Rp4 miliar dari pengusaha bernama Abdul Khoir Direktur PT. Whindu Tunggal Utama (WTU). Musa Zainudin juga diduga mendapatkan jatah sebesar Rp7 miliar dari Sok Kok Seng developer terkemuka di Maluku dalam proyek itu.

Mengenai penetapan tersangka Yudi Widiana, Presiden PKS Sohibul Iman mengatakan PKS tidak menghalangi dan tetap berkomitmen pada pemberantasan korupsi.

"Nanti saya akan cek (penetapan tersangka Yudi). Tapi bila itu benar tentu PKS tidak akan menghalang-halangi. PKS akan tetap komitmen pada pemberantasan korupsi dan dukung penegakan hukum secara adil terhadap siapa pun. Dan siapa pun tentu punya hak untuk mencari keadilan," jelas Sohibul kepada Tirto, Jumat (3/2/2017).

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PROYEK PUPR MALUKU atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri