Menuju konten utama

Jejak-jejak Pembunuhan Terhadap Pegiat Anti Korupsi

Tindakan teror, gangguan fisik, hingga pembunuhan sudah jadi risiko yang harus dihadapi mereka yang membuka tabir kelam penguasa. Beberapa aktivis maupun jurnalis anti korupsi dan HAM di beberapa negara harus menemui ajalnya.

Jejak-jejak Pembunuhan Terhadap Pegiat Anti Korupsi
Ilustrasi seorang aktivis menyuarakan hari anti korupsi dunia. Foto/Ron Sibiya

tirto.id - Bagi para jurnalis maupun aktivis anti korupsi dan HAM, Rusia adalah tempat yang mengerikan. Anna Politkovskaya, seorang jurnalis yang rajin membuat laporan skandal korupsi dan pelanggaran HAM di Rusia--harus merasakan kekejaman dari penguasa bertangan besi.

Politkovskaya, sadar betul risiko itu saat memutuskan bergabung dengan Koran Izvestia, sebagai jurnalis investigasi. Sikap Politkovskaya yang keras terhadap pemerintahan Putin membuat namanya melambung di di publik Rusia. Terutama pihak-pihak yang merasa terancam dengan sepak terjangnya.

Pada September 2004, ada upaya pembunuhan terhadapnya melalui racun pada minuman--saat Politkovskaya sedang membantu negosiasi penyanderaan sekolah di Beslan, Rusia. Ia untungnya masih selamat dari kejadian itu. Setelah itu, Politkovskaya mulai akrab dengan ancaman pembunuhan, percobaan perkosaan dan intimidasi lainnya.

Hingga akhirnya pada 7 Oktober 2006, saat malam hari di depan kamar apartemen Politkovskaya ditemukan terbujur kaku dengan luka tembak di dada, pundak, dan kepala. Kejadian ini menuai spekulasi terkait bersamaan dengan ulang tahun Vladimir Putin yang jatuh pada tanggal yang sama.

Politkovskaya dimakamkan pada 10 Oktober 2006 di Troyekurovsky. Ada 1.000 orang hadir di samping peti matinya untuk mengantarkan ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Rekan-rekan dan masyarakat luas yang kagum dengan keberanian Politkovskaya juga hadir. Satu kelompok yang sama sekali tak terlihat dalam upacara kematian hari itu adalah pejabat tinggi Rusia.

Selama ini Politkovskaya memang dikenal sebagai oposisi Putin--orang nomor satu di Rusia sejak 2012. Ia pernah menulis karya yang berjudul Putin's Rusia: Life in a Failing Democracy, berisi tentang pandangannya dan pengalamannya pasca Putih pindah jabatan dari Letnan Kolonel KGB menjadi perdana menteri, hingga menjadi presiden Rusia. Politkovskaya juga dikenal sebagai aktivis pejuang HAM terutama soal Chechnya.

Politkovskaya hanya satu dari sekian aktivis dan jurnalis anti-korupsi dan HAM di Rusia yang diduga dilenyapkan nyawanya akibat sikap kritis kepada pemerintah. Total jurnalis yang dibunuh di Rusia sekitar 200-an orang. Saking seringnya kejadian menyedihkan bagi jurnalis, setiap 15 Desember dirayakan sebagai Hari Pengingat Jurnalis yang Tewas dalam menjalankan tugas.

Infografik Dibunuh Karena Anti Korupsi

Selain Politkovskaya, pembunuhan terhadap jurnalis maupun aktivis anti korupsi dan HAM di Rusia juga terjadi pada 3 Juli 2003. Yury Shchekochikhin, jurnalis dari Koran Novaya gazeta yang sedang menginvestigasi kasus korupsi yang melibatkan anggota elit agen keamanan Rusia atau Federal Security Service (FSB). Yury dibunuh jelang dua hari berangkat ke AS untuk mendiskusikan laporan jurnalistik. Kematiannya diduga karena Yury dipaksa mengonsumsi sesuatu yang membuat alergi.

Kasus lain menimpa Kepala Editor Koran Corruption and Criminality Vyacheslav Yaroshenko pada 29 Juni 2009. Pada 20 Maret 2010 terjadi pembunuhan pada Maxim Zuyev di Kaliningrad. Dugaan kematiannya karena Maxim sempat menerbitkan laporan investigatif tentang korupsi di kepolisian Rusia. Pembunuhan atas motif serupa juga dialami oleh jurnalis bernama Dmitry Krikoryants pada 1993 akibat Dmitry pernah menerbitkan laporan tentang korupsi di tempat tinggalnya.

Dalam catatan Comitee to Protect Journalist (CPJ) 2014, Rusia menempati posisi ke-5 sebagai negara paling berbahaya bagi jurnalis saat menjalankan profesinya. Rusia memang masih di bawah Irak, yang berada di posisi pertama, lalu berturut-turut di bawahnya ada Filipina, Suriah, dan Aljazair.

Martir pejuang anti korupsi lain yang tercatat dalam sejarah tak sedikit jumlahnya. Beberapa kasus yang ditangani mereka ada yang berhenti di tengah jalan hingga menjadi sebuah misteri.

Di Ukraina ada seorang jurnalis investigasi kasus korupsi di media online Ukrainskaya Pravda bernama Pavel Sheremet yang pada 20 Juli 2016 mobilnya dibom orang tak dikenal. Ia dikenal sebagai jurnalis sekaligus aktivis anti korupsi yang rajin menerbitkan laporan tentang skandal suap.

Seorang aktivis anti korupsi sekaligus editor majalah Rayaldan asal Kurdista, Irak, bernama Kawa Garmiyani ditembak mati di rumah orang tuanya di Provinsi Slemani pada 5 Desember 2013. Editor Forber Rusia kelahiran AS, Paul Klebnikov, ditembak empat kali hingga tewas pada 9 Juli 2004 yang diduga terkait laporan investigasi tentang korupsi.

Di Burundi, sebuah negara kecil di Afrika Tengah, seorang aktivis anti korupsi bernama Ernest Manirumva pada 8 April 2009 diculik dari kantornya, lalu dibawa ke rumahnya di Bujumbura, dan ditikam hingga mati.

Perjuangan para pegiat anti korupsi maupun HAM yang hingga mengorbankan jiwa sebuah keputusan yang sulit dan tak bisa semua orang bersedia untuk membongkar informasi kelam kepada publik. Namun, di beberapa negara sudah mencoba melakukan terobosan soal payung hukum tentang informasi kepada publik.

Pada 15 Juni 2005 Parlemen India mengesahkan Hak untuk Informasi (Right to Information/RTI) untuk memberikan hak bagi warga India untuk mendapatkan informasi dari otoritas publik yang diperlukan dan harus disediakan paling lambat dalam 30 hari. Peraturan ini, yang bisa dipakai untuk memperjuangkan transparansi negara, dan secercah harapan publik India untuk melawan praktik korupsi. Namun ini bukan akhir dari segalanya. Kenyataannya para aktivis pembela RTI harus juga menghadapi keadaan seperti para jurnalis di Rusia.

Di India, pembunuhan aktivis RTI tak hanya melibatkan rakyat sipil, tapi juga anggota kepolisian.

Pada 20 Oktober 2016 terjadi pembunuhan terhadap aktivis RTI bernama Bhupendra Vira. Selama RTI disahkan hingga pembunuhan Bhupendra, jumlah kematian mencapai 56 orang. CHRI, sebuah grup analisis dan advokasi yang berbasis di New Delhi, India mencatat ada lebih dari 311 kasus kekerasan hingga pembunuhan telah terjadi terkait RTI.

Laporan CHRI sebagaimana dikutip India Times mengungkap ada 51 korban pembunuhan dan lima diantaranya bunuh diri akibat tak kuat diintimidasi. Negara Bagian Maharastha menempati posisi pertama sebagai daerah dengan pembunuhan tertinggi yakni 12 kasus. Tempat kedua ada di Gujarat dengan sembilan kasus, dan Uttar Pradesh hingga tujuh pembunuhan yang masih terkait dengan RTI. CHRI juga mengungkapkan ada 130 serangan dan kekerasan fisik hingga percobaan pembunuhan kepada aktivis RTI dalam kurun waktu Oktober 2005 hingga 2016.

Rusia, India, dan beberapa negara lainnya menunjukkan bahwa risiko kekerasan dan kematian bagi pegiat anti korupsi masih jadi fakta dunia. Membersihkan negara dari korupsi dan kesewenang-wenangan memang membutuhkan orang-orang seperti Politkovskaya dan lainnya.

Baca juga artikel terkait ANTI KORUPSI atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Hukum
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Suhendra