tirto.id - Setelah PLN memberlakukan tarif normal secara bertahap bagi pelanggan daya 900 VA, kini pemerintah akan menerapkan kebijakan subsidi energi secara langsung. Rencana tersebut akan diintegrasikan dengan program "kartu sakti".
Ide tersebut muncul karena selama ini subsidi energi seperti listrik, bahan bakar minyak (BBM), dan LPG 3 Kg dinilai tidak tepat sasaran. Subsidi energi yang tidak tepat sasaran membuat pagu anggaran subsidi energi dalam APBN nilainya cukup besar, padahal Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin agar subsidi energi dialihkan pada sektor lain yang lebih produktif, seperti infrastruktur.
Jika dibandingkan dengan pagu anggaran subsidi energi dari tahun ke tahun, rencana pemerintah sebenarnya sudah menunjukkan kemajuan. Misalnya, pada APBN 2017, pemerintah hanya menganggarkan subsidi energi sebesar Rp77,3 triliun, yang dialokasikan untuk subsidi BBM dan LPG 3 Kg sebesar Rp32,3 triliun dan listrik Rp44,98 triliun. Total anggaran subsidi energi 2017, jauh lebih renda dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp94,35 triliun.
Anggaran subsidi energi tahun ini juga jauh lebih lebih rendah dibandingkan dengan anggaran subsidi energi pada APBN 2013 dan 2014, yang masing-masing mencapai Rp310 triliun dan Rp341,8 triliun. Penurunan yang signifikan tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang mencabut sebagian subsidi BBM, dengan skema harga yang mengikuti mekanisme pasar.
Kebijakan ini tentu saja membuat anggaran subsidi energi semakin menciut, pada 2015 telah turun jadi Rp137,8 triliun. Dalam konteks ini, pemerintah telah berhasil mengurangi beban APBN dari subsidi energi yang selama bertahun-tahun dinilai tidak tepat sasaran. Kebijakan ini berlangsung mulus, ini karena pencabutan subsidi BBM (kecuali solar) terjadi ketika harga minyak rendah sedang anjlok, anggaran subsidi pun bisa ditekan.
Tantangan Subsidi LPG dan Listrik
Pencabutan subsidi pada BBM memang tak bisa diterapkan terhadap subsidi listrik dan LPG 3 Kg dengan maksimal. Padahal, LPG 3 Kg masih dinikmati oleh rumah tangga yang tidak berhak menerima subsidi atau masyarakat mampu. Pemerintah memang sudah mencanangkan program distribusi tertutup yang sudah diuji coba di beberapa daerah. Selain itu, pelaksanaan subsidi langsung LPG 3 kg untuk masyarakat miskin dan rentan miskin, mulai dilakukan secara bertahap mulai Maret 2017.
Begitu juga dengan subsidi listrik yang juga dinilai masih salah sasaran. Selama ini, sekitar 46 juta rumah tangga pelanggan listrik golongan 450 VA dan 900 VA menjadi penikmat subsidi listrik. Padahal, sekitar 19 juta rumah tangga di antaranya adalah masyarakat mampu. Berdasarkan kenyataan itu, mulai 1 Januari 2017, pemerintah memutuskan untuk memberlakukan tarif normal bagi 19 juta rumah tangga pelanggan listrik dengan daya 900 VA, sedangkan sekitar 27 juta rumah tangga tetap disubsidi.
Distribusi tertutup LPG dan pemberlakuan tarif normal untuk listrik masih memiliki peluang subsidi tak tepat sasaran di lapangan. Sehingga pemerintah tetap berupaya melakukan terobosan baru agar subsidi energi benar-benar tepat sasaran, salah satunya dengan mengintegrasikan subsidi energi dalam program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Untuk merealisasikan rencana itu, Presiden Jokowi telah menggelar rapat terbatas tentang integrasi penyaluran subsidi energi dengan program KKS, pada Jumat (13/1/2017), di Istana Negara, Jakarta.
Dalam pertemuan itu, Presiden Jokowi menegaskan penyaluran subsidi energi bagi masyarakat tidak mampu akan menjadi fokus pemerintah tahun ini. Jokowi tidak mau subsidi energi yang dianggarkan dalam APBN justru dinikmati oleh mereka yang tidak berhak.
“Saya ingin menekankan agar subsidi energi yang dimaksudkan untuk masyarakat yang tidak mampu harus betul-betul tepat sasaran,” kata Jokowi dikutip dari presidenri.go.id.
Presiden Jokowi menginginkan “kartu sakti” seperti KKS jadi cara yang jitu untuk memastikan penyaluran subsidi bisa terarah dan tepat sasaran. Selain itu, pengintegrasian subsidi energi dalam program KKS tersebut diharapkan akan meningkatkan efisiensi biaya logistik pemerintah dan mempermudah penyaluran serta pengawasannya. Namun untuk mencapai itu bukanlah persoalan yang mudah.
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, masih akan ada rapat lanjutan terkait pembahasan mekanisme rencana mengintegrasikan pemberian subsidi energi dengan program KKS. Artinya gagasan lama pemberian subsidi dengan "kartu sakti" belum bisa diterapkan dalam waktu dekat. Pemerintah masih mencari formula yang tepat agar para pemegang KKS ini sebagai pihak yang menerima subsidi LPG maupun listrik.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani mengatakan, kemungkinan besar rencana ini baru bisa dilaksanakan pada APBN 2018. Hal ini disebabkan karena pemerintah harus terlebih dahulu melakukan sinkronisasi regulasi agar kebijakan yang diambil tidak tumpang tindih.
Pernyataan Puan cukup masuk akal, mengingat program integrasi subsidi energi dengan program KKS tersebut menyangkut empat Undang-Undang (UU), yaitu UU Migas, UU Kelistrikan, UU Fakir Miskin, dan UU Kesejahteraan Sosial.
“Keempat UU ini tentu saja harus kita sinkronkan dulu, apakah kemudian kalau ada integrasi dari subsidi listrik, LPG, atau kemudian kita mengatakannya adalah bantuan listrik dan LPG dengan diintegrasikan dengan Kartu Keluarga Sejahtera itu, kemudian tidak ada implikasi untuk secara teknis akan menyalahi undang-undang, karena memang pelaksanaannya ini kan sesuai undang-undang berbeda,” ujarnya seperti dikutip laman seskab.go.id.
Program ini juga butuh koordinasi dengan kementerian teknis, seperti Kementerian ESDM, Kementerian Sosial, dan PLN. Terutama untuk mencari formula skema terbaik, seperti opsi subsidi energi diberikan dalam bentuk barang atau dalam bentuk uang non tunai yang harus melalui sistem perbankan.
Rencana mengintegrasikan pemberian subsidi energi dengan program KKS patut dicoba, tapi perlu pembenahan dan persiapan agar program ini tak menimbulkan masalah baru. Namun, yang terpenting lagi adalah langkah nyata karena program "kartu sakti" semacam ini sebuah "lagu lama" yang diputar lagi pada masa pemerintahan Presiden Jokowi.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti