tirto.id - Jaksa Agung HM Prasetyo memastikan tidak akan ada pelaksanaan eksekusi mati pada 2017. Menurut dia, hal ini karena terkendala faktor yuridis.
"Sebenarnya saya sudah gatal ingin melakukan itu (eksekusi)," kata Prasetyo di sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kejaksaan RI, di Jakarta Selatan, pada Selasa (12/12/2017) seperti dikutip Antara.
Prasetyo menjelaskan faktor yuridis yang menjadi kendala untuk melaksanakan eksekusi mati jilid IV itu ialah banyaknya terpidana mati yang bisa mengajukan grasi tanpa ada batas waktu atau melakukan upaya Permohonan Kembali (PK) berulang kali.
Prasetyo menegaskan sebenarnya tidak ada masalah teknis dalam pelaksanaan eksekusi mati jilid IV dan Kejaksaan Agung sejak lama sudah siap melaksanakannya.
"Kalau teknis gampang saja, tinggal didor saja," kata Prasetyo.
Faktor yuridis itu berkaitan dengan Putusan MK No.107/PUU-XIII/2015 yang menghapus berlakunya Pasal 7 ayat (2) UU No. 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas UU No. 22 Tahun 2002 yang mengatur pembatasan waktu pengajuan grasi ke presiden.
Putusan itu membebaskan terpidana mengajukan permohonan grasi kapan saja. Putusan MK mengubah aturan sebelumnya, yakni pengajuan grasi dilakukan paling lambat setahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap. Kejaksaan Agung sejak lama menilai putusan ini membuat waktu eksekusi menjadi tidak pasti.
Sebagai catatan, sepanjang 2015-2016, Kejaksaan Agung telah melaksanakan eksekusi terhadap 18 terpidana mati yang terbagi dalam tiga tahap atau jilid. Mayoritas terpidana mati itu terkait dengan kasus narkoba.
Eksekusi mati Jilid 1 dilakukan terhadap Andrew Chan dan Myuran Sukumaran (WN Australia anggota Bali Nine), Raheem Agbaje Salami, Sylvester Obiekwe Nwolise, Okwudili Oyatanze (WN Nigeria), Martin Anderson (Ghana), Rodrigo Galarte (Brasil) dan Zainal Abidin (Indonesia).
Eksekusi mati Jilid 2, dilakukan terhadap enam terpidana, yakni, Ang Kiem Soei (WN Belanda), Marco Archer (Brasil), Daniel Enemuo (Nigeria), Namaona Denis (Malawi), Rani Andriani (Indonesia) dan Tran Bich Hanh (Vietnam). Kesemuanya kasus narkoba.
Sedangkan eksekusi mati Jilid 3, dilakukan kepada empat terpidana mati, yakni Freddy Budiman (WN Indonesia), Seck Osmane (Nigeria), Humprey Jefferson Ejike (Nigeria) dan Michael Titus Igweh (Nigeria).
Selama ini, pemerintah mendapat kritikan keras dari para aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) terkait dengan pelaksanaan tiga jilid eksekusi mati di era pemerintahan Presiden Joko Widodo tersebut.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom