Menuju konten utama
Al-Ilmu Nuurun

Jabir ibn Hayyan Sang Alkemis

Jabir ibn Hayyan adalah alkemis terkemuka di abad ke-8. Namanya dipakai 3 ribuan buku alkimia, termasuk alkemis Latin anonim yang hidup di abad ke-13 yang memakai nama Geber.

Jabir ibn Hayyan Sang Alkemis
ilustrasi Jabir ibn Hayyan

tirto.id - Jabir ibn Hayyan, seperti ditulis oleh Syed Nomanul Haq, adalah figur enigmatik dalam sejarah ilmu pengetahuan. Ada pihak-pihak yang meragukan bahwa nama ini sungguh-sungguh merupakan tokoh sejarah. Namun, ada Ibn al-Nadim, penulis biografi Jabir, yang meyakini bahwa "Jabir sungguh ada." Ia menulis itu dalam bukunya, Fihrist. “Kasusnya pasti dan terkenal, komposisinya termasuk yang paling penting dan berlimpah."

Jabir besar sebagai seorang alkemis, orang yang menggeluti alkimia. Di Arab dan Persia saat itu, alkimia menjadi pesona bagi kalangan literat. Ia adalah ilmu spekulatif yang utamanya bertujuan mencari cara mengubah tembaga menjadi logam mulia (perak dan emas). Alkimia juga terkait dengan cara mencari pengobatan, ilmu tentang hidup, astrologi, dan mistisisme (sufisme).

Ensiklopedia Britannica mencatat alkemis ini lahir pada tahun 721 di Tus, Persia (kini wilayah Iran) dan meninggal pada 815 Masehi di Kufa, Irak. Selain menjadi yang terkemuka di bidang alkimia, Jabir juga dikenal sebagai sufi. Beberapa sumber menyebutnya sebagai murid dari Imam Syiah ke-6, Imam Jafar al-Sadiq. Nama Jabir amat besar di masanya. Ada 3 ribuan karya yang memakai namanya, tapi menurut sejarawan Paul Kraus, tak mungkin karya-karya itu ditulis oleh Jabir ibn Hayyan seorang.

"[...] Kumpulan tulisan Jabirian mengindikasikan bahwa tulisan-tulisan itu terkait pada gerakan Ismailiyah pada Dinasti Fatimiyah; kebanyakan karya yang disebut atas nama Jabir kemungkinan ditulis pada abad ke-9 dan ke-10 [setelah Jabir wafat]," demikian catatan Willian R. Newman pada ensiklopedia Britannica.

Ada sumber yang menyebut Jabir adalah putra dari Hayyan al-Azdi. Sang ayah mendukung Abasiyyah di saat Dinasti Umayyah berkuasa. Ia berpindah dari dari negara ke negara lainnya hingga membuatnya sampai ke Tus, Khorasan dan di sanalah Jabir, putranya, dilahirkan. Hayyan dibunuh oleh Kekhalifahan Umayyah setelah diketahui bahwa ia pendukung Abasiyyah. Keluarga Jabir akhirnya melarikan diri dan kembali ke Yaman (Arab), di tempat itu pula Jabir dibesarkan.

Setelah kematian ayahnya, Jabir diantar ke Yaman untuk menuntut ilmu dengan Harbi al-Himyari. Di sana ia mempelajari Alquran, matematika, dan juga ilmu-ilmu lain. Selain itu, Jabir juga mendalami alkimia dengan Khalid bin Yazid, yang mengantarkannya menjadi seorang alkemis di istana Harun al-Rashid dan akhirnya berguru dengan Jafar al-Sadiq.

Karya-karya atas nama Jabir hingga kini masih tetap dipelihara dan tersimpan di berbagai perpustakaan nasional di beberapa negara seperti di Museum Britania Inggris misalnya, didapati sebuah manuskrip karya Jabir yang berjudul Al-Khawash al-Kabir. Di Perpustakaan Nasional Paris (Perancis) terdapat satu naskah karya Jabir dengan judul Al-Ahjar (batu-batuan).

Infografik Jabir ibn Hayyan

Corpus Jabirianum

Karena banyaknya karya yang memakai nama Jabir itu, disebutlah Corpus Jabirianum atau karya-karya Jabirian. Sejarawan yang menunjukkan bahwa karya-karya Jabirian tak berasal dari seorang figur bernama Jabir itu adalah Paul Kraus. Pandangan inilah yang menjadi arus utama dalam menilik Jabir ibn Hayyan dan kiprahnya, meski ada tantangan dari sarjana lain seperti Syed Nomanul Haq dalam karyanya tentang Jabir: Name, Nature, and Things.

Terlepas dari banyaknya penulis dari beberapa generasi yang tersimpul dalam korpus Jabirian, Britannica mencatat, aspek paling orisinal dari jabir adalah tipe aritmologi atau numerologi yang dirujuk sebagai metode keseimbangan. Mizan atau keseimbangan inilah menentukan "empat hakikat" tubuh, yakni panas, dingin, basah, dan kering.

Selain berbicara tentang metode keseimbangan dan berbagai spekulasi lainnya, korpus Jabirian juga menyumbang hal-hal penting bagi ilmu kimia dan teknik kimia. Misalnya "teori" yang menyebut logam merupakan hasil bentukan dari belerang dan raksa. Tentu saja "teori" itu kemudian terbukti keliru, akan tetapi ia menyediakan salah satu penjelasan yang berumur panjang. Karya-karya ini juga, di antaranya, berbicara soal larutan amoniak yang mudah menguap. Para alkemis Jabarian menghubungkan sifat amoniak yang mudah menguap itu dengan sifat spiritual.

Selanjutnya, Jabir terus berpengaruh bahkan sampai berabad-abad kemudian. Pada abad ke-12, buku Seventy Books diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi Liber de septuaginta oleh Gerard de Cremona. Lalu, seorang anonimus yang terpengaruh oleh karya itu menulis Summa perfectionis magisterii (The Sum of Perfection or the Perfect Magistery) pada abad ke-13. Buku ini disebut sebagai buku alkimia terbesar di Eropa pada Abad Pertengahan. Ia kemungkinan ditulis oleh biarawan Fransiskan Paul of Taranto dari Italia.

Sang anonimus menulis karyanya menggunakan nama Latin Jabir yang membuat sang alkemis Islam itu terus dikenal di Eropa sebagai: Geber.

Sepanjang Ramadan, redaksi menayangkan naskah-naskah yang mengetengahkan penemuan yang dilakukan para sarjana, peneliti dan pemikir Islam di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kami percaya bahwa kebudayaan Islam—melalui para sarjana dan pemikir muslim—pernah, sedang dan akan memberikan sumbangan pada peradaban manusia melalui ilmu pengetahuan dan teknologi. Naskah-naskah tersebut akan tayang dalam rubrik "Al-ilmu nuurun" atau "ilmu adalah cahaya".

Baca juga artikel terkait AL-ILMU NUURUN atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Humaniora
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Maulida Sri Handayani