tirto.id - Mantan Presiden Afghanistan, Hamid Karzai, Sabtu, mengecam penggantinya karena mengizinkan tentara Amerika Serikat menjatuhkan bom terbesar untuk perang melawan ISIS di negara itu. Karzai menuduh Presiden Afghanistan Ashraf Ghani melakukan pengkhianatan atas keputusannya itu.
Karzai, yang juga bersumpah melawan Amerika, mempertahankan pengaruh cukup besar dalam kelompok suku besar Pashtun, yang juga suku asal Presiden Afghanistan saat ini, Ashraf Ghani.
Kalimat keras itu dapat mengisyaratkan kemunduran besar politik, yang mungkin membahayakan gerakan tentara Amerika Serikat di Afghanistan.
Seperti diberitakan, pejabat pertahanan Afghanistan menyatakan GBU-43 berberat 9.797 kg itu dijatuhkan, Kamis (13/4/2017) waktu setempat, di provinsi timur, Nangarhar, dan menewaskan hampir 100 tersangka pegaris keras, meskipun mereka mengakui itu adalah perkiraan dan tidak didasarkan atas jumlah mayat.
"Bagaimana Anda bisa mengizinkan orang Amerika Serikat mengebom negara Anda dengan perangkat sama dengan bom atom?" kata Karzai, pada acara terbuka di Kabul mempertanyakan keputusan Ghani itu, sebagaimana dikutip dari Antara.
"Jika pemerintah mengizinkan mereka melakukannya, itu salah dan itu adalah pengkhianatan negara," katanya tegas.
Kantor Ghani menyatakan serangan itu digalang saksama pasukan Afghanistan dan Amerika Serikat dan menjawab tuduhan Karzai dengan pernyataan, "Setiap warga Afghanistan berhak mengutarakan pikirannya. Ini negara dengan kebebasan berbicara."
Tanggapan masyarakat terhadap serangan itu beragam, dengan beberapa warga di dekat ledakan tersebut memuji pasukan Afghanistan dan Amerika Serikat dalam menekan ISIS.
Sementara bom itu digambarkan sebagai salah satu perangkat bukan nuklir terbesar pernah digunakan, daya gempurnya setara dengan 11 ton TNT, sebanding dengan bom atom "kecil", yang dijatuhkan di Jepang pada 1945, yang daya ledaknya setara dengan 15.000 hingga 20.000 ton TNT.
Semasa Karzai menjadi presiden, penentangannya terhadap serangan udara oleh pasukan asing membantu perusakan hubungan dengan Amerika Serikat dan negara Barat lain.
Saat pemerintah Kabul, yang terpecah antara Ghani dengan pesaingnya --Abdullah Abdullah-- di bawah kesepakatan pembagian kekuasaan ditengahi Amerika Serikat, masih rapuh, campur tangan politik Karzai menarik perhatian.
Ghani gagal menyelesaikan masalah dalam negeri warisan Karzai, yang mundur pada 2014.
Karzai mengatakan berencana "melawan Amerika", yang dibandingkannya dengan keputusan sebelumnya dalam hidupnya untuk melawan Soviet dan kemudian pemerintah Taliban.
"Saya memutuskan mengusir Amerika Serikat keluar dari tanah saya," katanya, "Bom itu tidak hanya melanggar kedaulatan dan tidak menghormati tanah dan lingkungan kita, tetapi akan memiliki dampak buruk bertahun-tahun."
Sementara tidak merinci caranya menentang Amerika Serikat, sikap Karzai itu dapat menimbulkan masalah bagi pemerintah Ghani, yang sangat bergantung pada Amerika Serikat dan penyumbang asing lain untuk bantuan dan dukungan ketentaraan.
Pada Jumat (14/4/2017), komandan tertinggi Amerika Serikat di Afghanistan, Jenderal John Nicholson, membela serangan itu, dengan mengatakan bahwa keputusan menggunakan bom itu berdasarkan atas kebutuhan ketentaraan, bukan alasan politik.
Pasukan Afghanistan, didukung pesawat tempur dan pasukan khusus Amerika Serikat, memerangi pegaris keras terkait IS di Afghanistan timur selama bertahun-tahun.
Gerakan terkini dimulai pada Maret dan berlanjut hingga pasukan memukul pejuang ISIS sampai di terowongan beranjau di daerah pegunungan terpencil, yang membuat komandan meminta penggunaan bom GBU-43.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari