Menuju konten utama

ISIS Menebar Teror Lewat Bom Bunuh Diri

Hanya orang keji yang menyerang dan membunuh orang yang tak bersalah menjelang hari nan fitri. Di bulan Ramadhan ini aksi serangan teror meningkat pesat. Cara pengecut lewat aksi bom bunuh diri sering mengenai rakyat sipil tak berdosa. Tahun ini salah satu periode terburuk dalam konteks serangan teror yang dilakukan melalui aksi bom bunuh diri. Setidaknya jumlah korban tewas akibat insiden bom bunuh diri sudah mencapai 2.511 orang.

ISIS Menebar Teror Lewat Bom Bunuh Diri
ilustrasi bom bunuh diri.foto/shutterstock

tirto.id - Jumlah serangan teror dilakukan oleh kelompok ekstremis Islam semakin meningkat pada bulan Ramadhan, khususnya dalam konteks beraksi lewat jalan bom bunuh diri. Setidaknya kurang lebih terjadi aksi 50-an bom bunuh diri di berbagai lokasi pada bulan Juni ini, termasuk bom di depan Mapolresta Solo, pagi tadi.

Setiap hari aksi bom bunuh diri selalu terjadi. Hanya lokasinya saja yang berganti-ganti. Mayoritas bom meledak di negara yang dilanda konflik seperti Libya, Irak, Suriah, Afghanistan, Mali, Nigeria dan Kamerun. Sedangkan bom yang meledak di negara damai seperti Bangladesh, Jordania, Pakistan, Turki, Arab Saudi dan Indonesia sungguh tak terduga.

Aksi bom bunuh diri dengan menelan korban banyak bulan ini dimulai di Libya pada 20 Juni lalu, simpatisan ISIS meledakkan bom di komplek militer dan membunuh 22 orang. Tanggal sama namun tempat berbeda, Taliban menyerang kedutaan besar Kanada di Kabul, Afghanistan dan merenggut nyawa 16 orang. Sedangkan di Irak, ISIS menyerang kamp militer Al-Taji, korban 3 tewas.

Selama sepekan 20 Juni - 27 Juni intensitas aksi bom bunuh diri massif terjadi di Irak dan Suriah, namun jumlah korban berkisar 1 - 3 orang. Aksi bom bunuh diri jadi perhatian orang setelah kejadian di Bandara Attaturk, Istanbul, Turki, 55 orang merenggang nyawa akibat aksi keji ISIS ini.

Sehari kemudian delapan simpatisan ISIS meledakkan diri di fasilitas militer tentara Yaman di Hadhramaut, 43 orang tewas, mayoritas adalah rakyat sipil yang tak berdosa. Dua hari kemudian 30 Juni, Taliban melakukan hal sama di luar kota Kabul mengakibatkan 40 orang meninggal dunia. Tak hanya Taliban dan ISIS, Boko Haram - kelompok teror di Afrika yang berbaiat ke ISIS melakukan aksi di Kamerun. Seorang simpastisan Boko Haram meledakkan diri di dalam bus dan membunuh 15 orang.

Sehari kemudian aksi teror terjadi di Dhaka, Bangladesh. Terjadi penyanderaan di kawasan Gulshan yang berakhir dengan aksi bom bunuh diri, didapati 28 korban tewas, yang sebagian besar adalah warga negara asing.

Masih fokus perhatian orang terhadap kasus di Dhaka, aksi lebih besar terjadi sehari kemudian di Irak. Serangan bom bunuh diri besar terjadi pada hari Minggu (3/7) lalu di ibu kota Irak, Baghdad. Tak tanggung jumlah korban mencapai 165 orang, ini adalah serangan bom paling mematikan di Irak sejak tahun 2007. Pelakunya sudah ditebak: Gerombolan pengikut Abu Bakal Al-Baghdady.

Saat orang berbelasungkawa kejadian di Baghdad. Serangan masif dilakukan sehari kemudian di Arab Saudi. Ada tiga lokasi aksi serangan bom bunuh diri, yaitu di Qatif, Jeddah, dan Madinah. Alasan pelaku menyerang Qatif karena kota yang terletak di wilayah timur Saudi yang banyak dihuni warga Syiah, untung tidak ada korban. Di Jeddah aksi di lakukan di dekat konsulat AS, dua orang terluka.

Beberapa jam kemudian, aksi bom bunuh diri terjadi di dekat Masjid Nabawi. Entah apa maksud si pelaku meledakkan diri di dekat makam Nabi Muhammad, setidaknya enam aparat keamanan yang berusaha mencegah si pelaku masuk ke dalam masjid tewas di tempat.

Kabar di Arab Saudi membuat orang Indonesia heboh. Kehebohan itu di tambah saat seorang pria meledakkan diri di depan Mapolresta Solo. Serangan beruntun yang terjadi dalam dua pekan ini, sama seperti kejadian pada bulan Maret lalu.

Maret Mencekam

Peristiwa berdarah sempat mengguncang Pakistan. Sebuah aksi bom bunuh diri terjadi di pelataran parkir taman Gulshan-e-Iqbal, kota Lahore pada Minggu (27/3/2016). Tercatat 72 orang tewas dan 340 luka-luka. Mayoritas korban adalah wanita dan anak-anak yang memanfaatkan momentum libur paskah.

Dua hari sebelumnya, aksi serangan bom bunuh diri terjadi di dua lokasi. Kejadian pertama terjadi pada sebuah turnamen sepakbola di Iskandariyah, distrik kecil di Baghdad bagian selatan. Sesaat piala hendak diberikan pada pemenang, terjadi sebuah ledakan di tengah kerumunan massa. Sebanyak 32 orang tewas dan 65 lainnya luka-luka. Kelompok ISIS mengklaim sebagai pelaku.

Pada jam yang berbeda, di tempat berbeda, seorang simpatisan ISIS lain mengendalikan truk bermuatan ratusan kilogram bom di jalanan Kota Aden. Dengan nekat dia menerobos pos militer yang berbaur dengan bangunan sipil lainnya. Bom meledak, 26 tewas, termasuk warga tak berdosa.

Tiga hari sebelum insiden Iskandariyah dan Aden, penduduk Eropa dibuat geger akibat ulah simpatisan ISIS yang melakukan aksi bom bunuh diri di dua lokasi berbeda di Brussels, Belgia. Total 35 orang tewas dan 340 luka-luka.

Beberapa hari sebelumnya, Kota Istanbul, Turki lebih dulu berduka. Dengan berani si pelaku meledakan diri di İstiklal Avenue yang dekat dengan gedung pemerintahan. Lima orang tewas, 35 luka-luka akibat serangan tersebut.

Nun jauh di sana, jauh dari hiruk pikuk konflik Timur Tengah, aksi bom bunuh diri meledak di Maiduguri, Nigeria (16/3/2016). Dua gadis belia meledakkan diri di dalam masjid, menyebabkan 22 tewas dan melukai 18 jamaah lainnya. Kisah-kisah nahas di atas terjadi dalam kurun waktu dua minggu saja. Aksi bom bunuh diri memang meningkat dalam dua tahun terakhir. Tahun 2015 lalu, jumlah korban akibat bom bunuh diri bahkan mencapai rekor terbanyak pasca Perang Dunia 2.

Tren Bom Bunuh Diri Semakin Meningkat

Salah satu rujukan tentang data bom bunuh diri antara lain The Chicago Project on Security and Terrorism (CPOST). Data CPOST memaparkan tren aksi bom bunuh diri melonjak tinggi dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Intensitas serangan yang bertambah berdampak pada jumlah korban.

Data CPOST mencatat 2015 sebagai tahun terburuk dengan jumlah korban akibat bom bunuh diri mencapai 5.322 orang. Tahun 2014, korban tewas akibat bom bunuh diri mencapai 4.760. Namun, dari sisi jumlah aksi pada 2015 lebih sedikit dari 2014. Perbandingannya 551 dibanding 520.

Efektivitas serangan pada 2015 jelas lebih unggul dari 2014. Ini disebabkan karena para teroris lebih mengarah target berdasarkan keramaian, tak peduli apa itu taman bermain, sekolah, atau turnamen sepakbola sekalipun.

Dibandingkan tahun sebelumnya, tren menyerang fasilitas publik milik sipil melonjak hingga 30 persen pada 2015. Tercatat 121 serangan aksi bom bunuh diri memang menyasar orang-orang sipil. Angka-angka ini merupakan peringatan bagi pemerintah di manapun agar tak lengah.

Jika merujuk rentan waktu 10 tahun terakhir, periode 2005-2010 sama ganasnya dengan periode sekarang. Angka kematian akibat bom bunuh diri selalu lebih dari dua ribu orang per tahunnya. Pada 2007, angka korban tewas memecahkan rekor hingga 6.105 orang.

Tetapi pada periode 2005-2010, hampir 80 persen aksi bom bunuh diri ini hanya terjadi di tiga negara: Irak, Afghanisan dan Pakistan. Jumlah korban tewas akibat bom bunuh diri di tiga negara tersebut mencapai 91 persen dari total korban jiwa pada periode ini.

Terpusatnya aksi bom bunuh diri pada dekade 2000-an tak lepas dari aksi Amerika Serikat menginvansi Irak dan Afghanistan dengan dalih memerangi terorisme. Pada periode ini target suicide bomber yang disasar jelas: selalu berkaitan dengan militer dan aset koalisi barat di Timur Tengah. Sekitar 70 persen aksi bom bunuh diri selalu menyasar target tersebut. Metode yang banyak digunakan adalah dengan memakai bom mobil. Data iCasualtis.org menunjukkan, 20 persen tentara Amerika meregang nyawa di Irak akibat aksi bom bunuh diri.

Di masa Perang Dunia II, perang Vietnam dan perang Korea, aksi bom bunuh diri sebenarnya bukan suatu hal yang langka. Namun, saat perang hibrida sudah tak terjadi, aksi bom bunuh diri pun meredup dan lebih identik sebagai aksi perlawanan untuk memberontak.

Bom bunuh diri kemudian populer lagi sebagai senjata efektif milisi Hizbullah di Lebanon pada dekade 1980-an. Dalam kurun waktu sewindu, tepatnya periode 1982-1990, Hizbullah melancarkan 43 serangan ke lokasi yang berkepentingan dengan Israel, Perancis, dan Amerika Serikat di Lebanon.

Pada dekade itu, Lebanon memang sedang dilanda perang sipil. Intervensi Israel dan negara-negara barat membuat konflik makin runyam. Aksi terbesar yang pernah mereka lakukan adalah melakukan aksi bom bunuh diri pada hari yang sama di dua lokasi berbeda yakni barak militer tentara koalisi dan kedutaan besar AS di Beirut pada 1983. Total 370 orang meregang nyawa pada hari naas itu.

Aksi bom bunuh diri Hizbullah mulai ditiru oleh Gerilyawan Macan Tamil (LTTE) di Sri Lanka. Pada 5 Juli 1987, simpatisan LTTE melakukan aksi bom bunuh diri ibukota Colombo. Sebanyak 55 orang tewas seketika. Sampai akhir dekade 1990-an, LTTE menjadikan bom bunuh diri sebagai bagian dari serangan yang efektif untuk menekan pemerintah Sri Lanka.

Serangan bom bunuh diri semakin populer saat intifada jilid satu meletus tahun 1987 di Palestina. Aksi serupa berulang saat intifada jilid dua pada 2000.

Sampai dekade 2000-an, aksi bom bunuh diri tidak sepopuler sekarang. Jumlahnya pun tak pernah lebih dari 30 serangan per tahun. Angka korban jiwa juga tak pernah lebih dari 500 orang. Bandingkan dengan pada periode saat ini bisa sampai lebih dari 5.000 orang.

Dalam hal keterlibatan, tidak selamanya aksi bom bunuh diri ini dikaitkan dengan gerakan-gerakan perlawanan yang berideologi Islam. Pada periode itu, meskipun Hamas dan Hizbullah jadi perintis, tetapi banyak juga kelompok-kelompok berideologi lain yang melakukan aksi bom bunuh diri.

Dari kelompok sekuler ada nama Organisasi Pembebesan Palestina - PLO (Palestina), Gerilyawan Macan Tamil (Sri Langka) dan Babbar Khalsa (India). Di kelompok kiri ada nama Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP) dan Partai Pekerja Kurdistan –PKK (Turki).

Sejak intervensi Amerika di Irak, aksi-aksi bom bunuh diri selalu dilekatkan dengan gerakan-gerakan ekstremis Islam. Sebuah catatan menarik, pasca AS menarik pasukan dari Irak, konflik di Timur Tengah semakin runyam. Apalagi setelah perang saudara Suriah meletus dan menghasilkan organisasi sempalan Al-Qaeda yang tak terkontrol bernama ISIS.

Populer di Afrika dan Menyebar ke Seluruh Dunia

Jika pada periode 2005-2010, bom bunuh diri terpusat di Pakistan, Afghanistan dan Irak, kini aksi mematikan ini menyebar ke banyak negara. Munculnya daerah-daerah konflik baru membuat aksi bom bunuh diri mulai menyalak.

ISIS dianggap sebagai pihak yang menyebarkan aksi bom bunuh diri ini. Menarik dicermati aksi bom bunuh diri yang terjadi di benua Afrika. Pada periode 2005-2010, aksi bom bunuh diri hanya sedikit terjadi di sana. Angkanya naik tajam pada periode berikutnya. Negara-negara seperti Nigeria, Chad, Mali Somalia, dan Kamerun kini sering dilanda aksi bom bunuh diri.

Mayoritas serangan dilakukan oleh kelompok Al-Shaabab, Boko Haram dan Ansar Dine. Pada mulanya, ketiga kelompok ini memiliki induk yang sama yakni Al Qaeda. Namun, setelah ISIS muncul pada 2013, baiat dialihkan pada ISIS.

Ekstensi kelompok ini melawan pemerintah sudah dilakukan sejak tahun 2000-an. Namun, aksi bom bunuh diri baru dilakukan pada periode 2010-2015. Upaya ini tak lepas dari instruksi untuk meniru kesuksesan apa yang dilakukan saudara tua mereka di Irak, Pakistan, dan Afghanistan.

Selain di Afrika, tren peningkatan aksi bom bunuh diri juga terjadi di Turki, Rusia, Cina, Libya, Mesir, dan Arab Saudi. Lagi-lagi kelompok yang selalu mengklaim aksi-aksi ini selalu berafiliasi dekat dengan ISIS.

Kekalahan ISIS di front Suriah dan Irak membuat wilayah kekuasaan mereka terus berkurang tiap bulan.

Agar eksistensi organisasi tetap bertahan mereka mengubah srategi perjuangan mereka, yang semula hanya di Irak dan Suriah kini disebarkan di banyak negara. Salah satu hal yang membuat nama mereka populer adalah dengan bom bunuh diri.

Baca juga artikel terkait AFRIKA atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi & Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Hukum
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Petrik Matanasi & Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti