tirto.id - Pemerintah Iran membalas kebijakan keimigrasian Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump yang baru-baru ini melarang warga dan pengungsi asal Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman masuk ke AS.
Balasan Iran itu ialah dengan menolak permohonan visa bagi para atlet AS yang akan bertanding dalam turnamen gulat internasional di negeri para mullah itu.
Kementerian Luar Negeri Iran secara resmi menyatakan kebijakan itu merupakan balasan atas larangan perjalanan bagi warga asal tujuh negara dengan penduduk mayoritas muslim ke AS.
"Mengingat kebijakan yang diambil pemerintah baru AS, Kementerian Luar Negeri mau tidak mau terpaksa harus menolak kedatangan tim gulat AS ke Iran," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Bahram Ghasemi seperti dikutip kantor berita pemerintah Iran, IRNA, sebagaimana dikutip Antara pada Jumat (3/2/2017).
Sedianya, Tim Gulat AS akan mengambil bagian dalam turnamen gulat internasional di Iran barat pada pertengahan bulan ini (16-17/2/2017).
Pekan lalu, Trump menandatangani perintah eksekutif yang melarang masuk seluruh pengungsi ke AS selama sedikitnya 120 hari dan melarang masuknya pengungsi Suriah hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Trump juga melarang warga dari Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman masuk ke AS selama 90 hari. Belakangan, sebagaimana dilansir AFP, pemerintah AS mengklarifikasi larangan itu tidak berlaku bagi warga yang memegang izin tinggal permanen.
Perintah tersebut, memicu reaksi keras dari publik dalam negeri AS dan masyarakat internasional. Bahkan CEO Uber, Travis Kalanick memutuskan mundur dari posisinya sebagai Dewan Penasehat Ekonomi Trump pada pekan ini sebagai protes atas kebijakan keimigrasian yang diskriminatif itu. Demonstrasi untuk memprotes kebijakan Trump ini juga berlangsung di AS dan sejumlah negara lain.
Di Roma, Italia, pada Kamis (2/2/2017) waktu setempat, puluhan demonstran menggeruduk Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di sana untuk memprotes larangan masuk ke AS bagi warga negara-negara muslim. Mereka memajang poster yang bertuliskan "Tidak ada larangan, Tidak ada dinding" dalam bahasa Inggris.
"Saya khawatir hal yang terburuk belum terjadi," kata Fouad Roueiha, 37, yang lahir di Syria dan dibesarkan di Italia.
Aksi protes dengan membawa lilin juga dijadwalkan diadakan lagi di depan Kedutaan Besar oleh sekelompok warga Amerika Serikat yang tinggal di Italia.
"Jika kebijakan-kebijakan diskriminatif diterapkan, itu sangat berbahaya untuk semua orang di mana-mana," kata Michael Stiefel, 50, seorang pengacara dan warga AS.
Antonella Napolitano, 35, yang bekerja untuk kelompok hak-hak asasi manusia di Italia yang membantu mengatur aksi protes itu, mengatakan, "Seratus tahun lalu imigran Italia di Amerika Serikat diperlakukan buruk. Itu bisa berubah. Sejarah tidak harus terulang."
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom