tirto.id - Claradevi Handriatmadja tak menyangka restoran milik suaminya, Gempa Tri Muryono, mengalami peningkatan omset dan jumlah pengunjung sebanyak 800% dalam kurun waktu satu bulan. Itu terjadi pada Mei 2018 ketika Clara dan Gempa kembali membuka Demangan, nama restoran itu, setelah beberapa bulan tutup lantaran renovasi.
Ketika dibuka kembali, para tamu yang sebagian besar berasal dari kalangan milenial dan generasi Z seolah-olah menjadikan restoran di Jalan Demangan Baru, Yogyakarta itu sebagai studio foto. Hasil jepretan mereka tentu saja diunggah ke akun Instagram.
Interior Demangan memang ditata ala tempat nongkrong kekinian "anak Jaksel". Dinding dicat berwarna merah muda dan biru muda. Ruang dipenuhi tanaman-tanaman yang warnanya kontras dengan warna tembok. Kursi-kursi rotan dengan liukan dekoratif jadi tempat duduk tamu. Berbagai kredenza bernuansa desain retro jadi pajangan area foyer ruangan.
Ide tata ruang berasal dari Clara. Konsep kreatifnya didapat lantaran ia cukup aktif bepergian ke berbagai tempat di dalam dan luar negeri. Clara mengaku sampai hari ini persentase pengunjung dan omset terus meningkat sedikit demi sedikit.
“Sekarang salah satu tugas saya ialah membuat strategi baru di Instagram. Bagaimana melibatkan publik ke pengembangan usaha kami lewat fitur Insta Story, misalnya. Saya rasa orang lebih tertarik untuk tahu kisah di balik produk yang dijual. Contohnya mengapa kami selalu memutar musik jazz. Saya ingin Instagram jadi lebih dekat dengan publik,” tutur Clara kepada Tirto, Jumat (5/10/2018).
Perkembangan Demangan ini lantas dilihat oleh Putri Silalahi, Instagram Communications Manager, Asia Pacific. Ia kemudian punya ide membentuk program Instagrammable Business.
“Tujuannya agar para pelaku bisnis yang sukses lewat Instagram bisa berbagi informasi kepada para pelaku usaha kecil dan menengah dari luar Jakarta agar bisa lancar berbisnis di Instagram. Ini prioritas kami untuk Indonesia karena di sini banyak pelaku bisnis UKM yang mengandalkan Instagram,” ungkap Putri kepada Tirto, Jumat (5/10/2018).
Proyek tersebut ialah pekerjaan pertama Putri sejak bergabung di Instagram beberapa bulan lalu.
Agar Foto Tampak Lebih Memikat
Instagram diluncurkan pada 6 Oktober 2010, tepat hari ini delapan tahun lalu. Aplikasi ini pertama kali tersedia untuk ponsel dengan sistem operasi iOS. Telegraph melaporkan, salah satu alasan Kevin Systrom membuat aplikasi ini lantaran ia merasa foto yang dihasilkan di ponsel kurang maksimal dan aplikasi yang ada saat itu belum memungkinkan orang untuk mengunggah foto di media sosial dengan waktu yang cepat.
Kevin kemudian berpikir untuk membuat aplikasi foto digital yang serupa dengan Polaroid. Ukuran 1:1 dan bisa diunggah dengan cepat atau instan. Tak berapa lama, kekasih Kevin berkata bahwa ia harus membuat potret yang ada di aplikasi lebih bagus dari foto asli. Dari sanalah gagasan untuk membuat berbagai macam fitur muncul. Kevin merancang fitur yang membuat gambar terlihat seperti potret jadul.
Aplikasi ini berkembang pesat. Jason G. Miles dalam Instagram Power (2013) mengungkapkan, sesungguhnya berbagi foto ialah kebiasaan yang telah dilakukan manusia sejak 1885 saat George Eastman memproduksi film. “Menangkap momen jadi semacam adiksi bagi manusia,” tulisnya. Itulah mengapa Instagram begitu diminati.
Pada 2012, Mark Zuckerberg membeli Instagram seharga satu miliar dolar. Kevin bercerita kepada Wall Street Journal (WJ) bahwa awalnya ia sempat ragu saat Mark mengatakan niat untuk membeli Instagram. Kevin mengambil waktu untuk berpikir berulang kali. Akhirnya ia setuju dengan alasan agar cakupan Instagram meluas. Alasan berikutnya, Kevin merasa dirinya ialah tipe orang yang adaptif dan cenderung menghindari konflik atau perdebatan bila ada perbedaan pendapat.
Perkiraan Kevin ada benarnya. Seiring waktu, Facebook dengan segala fasilitasnya memungkinkan Instagram berkembang lewat berbagai fitur, salah satunya Insta Story. Fitur tersebut dibuat pada 2016 yang mengambil inspirasi dari fitur yang ada di aplikasi Snap Chat.
Dalam artikel ‘Kevin Systrom on The Platform He Built for One Million Users’, WJ menyebut fitur tersebut digunakan oleh 400 juta orang setiap harinya. Jumlah itu jauh lebih besar ketimbang Snapchat. Dampak selanjutnya ialah fitur tersebut jadi salah satu andalan para pelaku bisnis. Clara misalnya. Ia rutin mengunggah video di Insta Story Demangan. Ragam gambar bertuliskan label ‘Sponsored’ juga mulai masuk ke fitur ini beberapa tahun belakangan.
“Orang lebih suka melihat video karena terkesan lebih nyata dan tidak dibuat-buat,” kata Clara menirukan ucapan Putri.
Laba Mengalir dari Instagram
Terlepas dari fitur-fitur yang digunakan para pelaku bisnis, Instagram telah jadi salah satu senjata untuk berdagang. Ini bahkan dilakukan anak berusia 12 tahun. Time pernah menulis kisah Theresa Nguyen, seorang remaja yang mendapat penghasilan 3000 dolar per bulan karena berdagang slime (jenis mainan yang bentuknya seperti lilin atau Play Doh) di Instagram. Ia sendiri yang punya keinginan untuk membuat slime dan menjualnya secara daring.
Hal serupa juga pernah terjadi pada Sara. Ia pun membuat dan menjual slime dan meraih pendapatan 4800 dolar per bulan.
Sejauh ini, tercatat baru ada 8 juta pengguna resmi Instagram Business. Jumlah itu masih jauh dibandingkan jumlah pengguna bulanan Instagram yang mencapai angka 1 miliar akun. Hal itu jadi salah satu pekerjaan rumah Putri. Ia berusaha mengedukasi dan mendata ulang orang-orang yang berbisnis di Instagram.
Sebelum catatan itu berhasil dibuat, yang juga harus dicatat adalah ragam tantangan yang dialami pelaku bisnis. Irene Natalia contohnya. Ia pemilik usaha perhiasan Nats Living Store. Ia baru aktif menggunakan Instagram sejak Februari 2018. Untuk orang seperti Irene yang belum terbiasa bermain dengan konsep visual dan kemasan kata-kata menarik, menggunakan Instagram butuh penyesuaian tersendiri. “Saya belajar mulai dari cara mengetik cepat dan menggunakan hashtag,” tuturnya kepada Tirto, Jumat (5/10/2018).
Sebelumnya ia hanya aktif berjualan lewat Facebook. Perpindahan platform membuatnya harus melatih diri untuk berpikir cepat dalam menciptakan konten yang punya unsur kebaruan. Itu memang perkara waktu dan kebiasaan. Hal yang kini masih jadi tantangannya ialah memprediksi jumlah pesanan.
“Dulu saya bisa memprediksi jumlah order yang masuk dari biaya iklan yang saya keluarkan. Kini semuanya jadi tidak tertebak. Ada kalanya sehari saya mendapat banyak order sekitar 40-50. Ada kalanya saya tidak mendapat order sama sekali meski telah beriklan. Andaikata ada integrasi sistem dari tiap aplikasi yang dimiliki Facebook, mungkin hal itu bisa memudahkan saya untuk mengontrol,” ujarnya.
Kini Kevin Systrom tak lagi bisa menentukan solusi dari tantangan-tantangan di Instagram. Ia mengundurkan diri dari perusahaan pada akhir bulan lalu. Ada yang berspekulasi bahwa Kevin keluar mendadak. Ia tak banyak berkomentar. Dalam surat pengunduran diri, ia hanya menulis bahwa dirinya butuh waktu untuk sendiri dan memikirkan ide kreatif berikutnya.
Editor: Ivan Aulia Ahsan