Menuju konten utama
Piala Dunia 2018

Inikah Taktik yang Disiapkan Kroasia untuk Mengalahkan Perancis?

Bermain dengan formasi 4-2-3-1 maupun 4-1-4-1, Kroasia akan menyerang dari sisi kiri

Inikah Taktik yang Disiapkan Kroasia untuk Mengalahkan Perancis?
Ilustrasi Mbappe vs Rakitic

tirto.id - Karena kinerja yang tak memuaskan, Kroasia memecat tiga pelatih selama babak kualifikasi Piala Dunia 2018. Igor Stimac menjadi korban pertama, diikuti oleh Nico Kovac dan Ante Cacic. Dari situ, Zlatko Dalic kemudian dipilih dan dilantik hanya 48 jam sebelum Kroasia bertanding melawan Ukraina pada pertandingan terakhir babak kualifikasi. Ia pertama kali bertemu para pemainnya di Bandara Zagreb, menjelang keberangkatan tim ke Ukraina. Kini pelatih dadakan itu ternyata bisa membawa Kroasia ke pertandingan puncak Piala Dunia.

Suratan yang dijalani Dadic tersebut sebetulnya bisa menggambarkan bagaimana sepakbola tumbuh dan berkembang di Kroasia. Menurut penulis sepakbola ternama Kroasia, Alexandar Holiga, mereka hanya mengandalkan improvisasi: Kroasia tidak mempunyai rencana jangka panjang dan pembinaan sepakbola hanya dilakukan sekenanya.

Rory Smith, penulis sepakbola Inggris, juga mempunyai pendapat tak jauh berbeda. Menurutnya, Kroasia bisa menggoncang Piala Dunia 2018 karena memiliki pemain-pemain berbakat. Merujuk pada Modric, ia menulis dalam salah satu kolomnya di New York Times, “Bakat yang agung, seperti Modric, dia tidak memerlukan sistem pelatihan yang rapi atau jalur pengembangan yang dirancang dengan sempurna untuk bisa bersinar."

Namun, Kroasia bukan hanya soal improvisasi dan bakat. Situasi perang yang menyulitkan kehidupan orang-orang Kroasia pada masa silam, membuat pesepakbola Kroasia juga dikenal pantang menyerah.

Setidaknya, perjalanan Kroasia ke babak final Piala Dunia 2018 bisa menjadi bukti. Pada fase sistem gugur, di babak 16 besar, perempat-final, dan semifinal, Kroasia sempat tertinggal terlebih dahulu. Namun, mereka tetap melawan dengan sebaik-baiknya. Denmark dan Rusia berhasil dikalahkan melalui drama adu penalti. Sementara Inggris, yang para panditnya sempat meremehkan stamina para pemain Kroasia, berhasil dipulangkan lewat babak perpanjangan waktu.

“Kami ketinggalan 0-1 dalam tiga pertandingan berturut-turut dan kami berhasil membalikkan keadaan,” ujar Zlatko Dalic, dilansir dari Wall Street Journal. “Kami adalah bangsa dari orang-orang yang tidak pernah menyerah, yang memiliki kebanggaan, yang memiliki karakter.”

Formasi 4-2-3-1 atau 4-1-4-1?

Menyoal peluang Kroasia untuk meraih gelar Piala Dunia, Dalic tak mau sesumbar. “Kami [Kroasia] mengahadapi tantanga yang sangat menakutkan,” ujarnya. Ia lalu menambahkan, ”Saya sangat menghormati timnas Perancis. Di pertandingan final tidak ada tim yang memiliki kelemahan.”

Di Piala Dunia 2018 sejauh ini, Dalic selalu memperhitungkan tim lawan. Dalam enam pertandingan, ia hampir selalu mengutak-atik formasinya untuk mengantisapasi kekuatan lawan. Saat menghadapi Argentina, Denmark, dan Inggris, Dalic memainkan formasi 4-1-4-1. Saat melawan Islandia yang kuat dalam bertahan, Dalic menjadikan Ivan Rakitic dan Marco Pjaca sebagai pemain nomor 10 dalam formasi 4-3-2-1. Dan saat melawan Rusia dan Nigeria, mantan pelatih Al-Ain itu memainkan formasi 4-2-3-1.

Menariknya, saat Kroasia bermain dengan formasi 4-2-3-1, Nigeria dan Rusia juga bermain dengan formasi yang sama. Saat itu, mengingat Nigeria dan Rusia memiliki pemain-pemain yang tangguh secara fisik, Dulic memainkan formasi tersebut untuk memaksimalkan serangan dari sisi lapangan. Pendekatannya, saat dua full-back Kroasia maju ke depan untuk mendukung pemain sayap, Modric dan Rakitic akan melindungi di belakangnya. Dengan begitu, Kroasia tetap bisa menjaga keseimbangan timnya.

Selain itu, kemampuan Modric dan Rakitic dalam merentensi bola juga memungkinkan bagi dua full-back Kroasia tak banyak mendapatkan perhatian saat naik ke depan. Meski bermain lebih dalam, visi Modric dan Rakitic juga memungkinkan untuk mengirim umpan-umpan diagonal ke arah sayap.

Menghadapi Perancis yang juga bermain dengan formasi 4-2-3-1 asimetris, Kroasia juga bisa kembali bermain dengan formasi 4-2-3-1. Mengingat Perancis kuat di lini tengah dan berbahaya saat melakukan serangan balik dari daerah tersebut, bermain dengan double pivot bisa membuat lini belakang Kroasia lebih terlindungi. Di posisi nomor 10, Dalic dapat memainkan Kovacic maupun Kramaric. Dua-duanya memeliki kelebihan. Kovacic, yang bagus dalam bertahan, bisa menghambat serangan cepat Perancis. Sementara Kramaric pintar mencari ruang. Ia bisa membantu Ivan Perisic maupun Ante Rebic untuk mencari celah di daerah half-space.

Selain formasi 4-2-3-1, formasi 4-1-4-1 juga bisa digunakan Dalic untuk menghambat serangan balik Perancis. Seperti saat melawan Argentina, empat pemain tengah Kroasia bisa menekan pemain-pemain tengah Perancis. Tekanan itu akan memperlambat tempo permainan Perancis dan memaksa mereka meretensi bola lebih lama di lini belakang. Dan saat pemain-pemain Perancis memainkan bola di lni belakang, Kroasia bisa bermain menunggu dengan bertahan sedikit lebih dalam.

Namun, cara itu sedikit berisiko. Saat pemain-pemain tengah Perancis berhasil melewati tekanan itu, daerah di depan garis pertahanan Kroasia yang hanya ditempati oleh seorang gelandang bertahan rentan untuk dieksploitasi. Terlebih Perancis merupakan tim yang sangat berbahaya saat tidak menguasai bola.

Infografik Kroasia di Final Piala Dunia

Menurut Statsbomb, entah memalui dribelnya maupun melalui umpan-umpannya, Pogba merupakan pemain terbaik di Piala Dunia menyoal melakukan transisi cepat. Dengan begitu, segera setelah Perancis menguasai bola, saat Kroasia dalam keadaan kurang siap untuk bertahan, Pogba bisa menghukumnnya.

Selain itu, Perancis juga mampu melakukan serangan balik secara kohesif. Saat menghadapi Argentina, melakukan build-up serangan dari daerah mereka sendiri, Perancis hanya melibatkan lima pemain dan melakukan tujuh kali sentuhan untuk mencetak gol ke gawang Argentina.

Jika Kroasia ingin tetap menekan lini tengah Perancis, Kroasia bisa memaksimalkan kemampuan Modric dan Rakitic dalam melakukan ball recoveries. Terutama Modric, pemain Madrid tersebut sudah melakukan 48 ball recoveries, salah satu yang terbaik di Piala Dunia 2018. Daerah Modric dalam melakukan recoveries pun bisa mendukung Kroasia untuk melakukan tekanan terhadap lini tengah Perancis: dari 48 ball recoveries yang dilakukan Modric, 31 di antaranya dilakukan di daerah sepertiga akhir.

Baik bermain dengan formasi 4-2-3-1 maupun formasi 4-1-4-1, Dalic juga bisa menukar posisi Modric dan Rakitic. Dua-duanya bisa bermain bergantian sebagai gelandang kiri maupun kanan. Dengan begitu, Dalic bisa menjauhkan Modric dari N’golo Kante sekaligus mengganggu konsentrasi pemain Chelsea tersebut dalam melindungi garis pertahanan timnya.

Dua tim besar yang dikalahkan Kroasia, yaitu Inggris dan Argentina, sama-sama gagal membatasi kinerja Modric. Kante agaknya akan disiapkan untuk meminimalisir kinerja Modric. Dan bukan pekerjaan mudah untuk menghadapi Kante, pemain yang di Piala Dunia kali ini paling tangguh dalam urusan menghentikan serangan lawan.

Seluruh kecerdasan dan keterampilan Modric, yang sudah menghasilkan berbagai trofi untuk Real Madrid, akan ditunggu pada pertandingan kali ini -- laga yang mungkin menjadi paling penting dalam seluruh karier Modric. Dan Kante adalah ujian historis yang mesti diatasi Modric.

Memaksimalkan Sisi Kiri

Saat menghadapi Inggris, Kroasia memang terlihat lebih sering menyerang dari sisi kiri pertahanan lawan. Hal itu dapat dilihat dari kombinasi umpan yang dilakukan oleh pemain-pemain Kroasia. Saat itu, Modric yang bermain sebagai gelandang kanan mengirimkan umpan sebanyak 21 kali ke arah Vrsaljko, terbanyak di antara kombinasi umpan lainnya. Selain itu, gol pertama Kroasia juga berawal dari umpan silang yang dilakukan Vrsaljko dari sisi kanan wilayah serang timnya.

Meski begitu, Kroasia sebetulnya lebih sering menyerang dari sisi kanan pertahanan lawan pada pertandingan tersebut. Saat itu, 48,5% serangan Kroasia dilakukan dari sisi kiri, 34,6 % dari sisi kanan, dan 16,9% dari tengah lapangan.

Melawan Perancis, melalui Vrsaljko, sisi kanan Kroasia memang masih bisa menjadi alternatif saat serangan dari sisi kiri mentok. Namun, jika Vrsaljko terlalu sering maju ke depan, itu akan sangat berisiko. Selain turun ke belakang, Griezmann juga sering bergerak ke sisi kanan pertahanan lawan saat timnya melakukan transisi serangan. Saat menghadapi Beliga, pergerakan Griezmann tersebut bahkan berhasil menjadi salah satu kunci kemenangan Perancis. Itu artinya, jika tidak ingin memiliki nasib sama dengan Nacer Chadli, Vrsaljko tidak boleh terlalu sering meninggalkan daerahnya.

Dengan begitu, Kroasia bisa lebih memaksimalkan sisi kirinya untuk melakukan serangan. Terlebih, dalam formasi 4-2-3-1 asimetris Perancis, sisi kanan pertahanan anak asuh Didier Deschamps tersebut lebih terbuka daripada di sisi kirinya.

Sementara Ivan Strinic, full-back kiri, fokus bertahan untuk membatasi pergerakan Kylian Mbappe, Ante Rebic dan Ivan Perisic bisa bergantian untuk mengancam Pavel Pavard. Dua pemain itu sama bagusnya saat bermain di sisi kiri maupun sisi kanan. Selain itu, mereka juga pemain yang gemar berkerja keras.

Karena Ivan Rakitic kemungkinan bermain lebih ke dalam dalam, Mario Mandzukic bisa mendukung keduanya saat berada di sisi kiri. Bagi Mandzukic, bergerak ke sisi kanan pertahanan lawan bukanlah hal baru. Di Juventus musim lalu, ia bahkan sering dimainkan sebagai winger kiri oleh Max Allegri.

Sukses tidaknya Kroasia melakukan serangan dari sektor kiri memang akan memberikan dampak besar terhadap permainan Kroasia. Namun, bagaimana kinerja Modric dan Rakitic dalam menghadapi lini tengah Perancis bisa menentukan jalannya pertandingan. Yang jelas, saat menguasai bola, mereka berdua akan tetap membuat Kroasia tampil kencang.

Baca juga artikel terkait PIALA DUNIA 2018 atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Zen RS