Menuju konten utama

Indonesia Ingin Malaysia Mudahkan Kepulangan TKI Ilegal

Pemerintah Indonesia dan Malaysia berkomitmen untuk sering berkoordinasi terkait dengan penyelesaian TKI ilegal di Malaysia yang jumlahnya mencapai 1,3 juta orang.

Indonesia Ingin Malaysia Mudahkan Kepulangan TKI Ilegal
Petugas imigrasi dan kepolisian mendata TKI ilegal yang dipulangkan pemerintah Malaysia setibanya di Terminal Pelabuhan Tunon Taka Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Kamis (30/3). ANTARA FOTO/M Rusman.

tirto.id - Pemerintah Indonesia meminta kepada Malaysia untuk memberikan kemudahan bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal yang ingin pulang ke Indonesia.

"Hendaknya pemerintah Malaysia tidak perlu menahan bagi TKI ilegal yang hendak pulang serah diri karena mereka sudah beritikad baik pulang, " kata Inspektur Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Sunarno di Jakarta, Selasa (25/7/2017).

Selain itu, kata dia, Pemerintah Indonesia juga meminta Malaysia mempertimbangkan denda kepada TKI. “Hendaknya pula dipertimbangkan penurunan denda yang tidak memberatkan TKI,” ungkapnya dikutip dari Antara.

Terkait dengan keberadaan TKI ilegal di Malaysia, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menerima kunjungan Wakil Duta Besar Malaysia Zamshari Shaharan, Selasa (25/7) sebagai tindak lanjut koordinasi antara Indonesia dan Malaysia. Sebelumnya, tim Kemenaker juga telah berkunjung ke Malaysia pada tanggal 18 Juli 2017.

Kunjungan Wakil Duta Besar Malaysia didampingi Sekretaris Kedua Kedutaan Besar Malaysia Abdil Bar Rashid, Atase Imigrasi Noor Affandy, dan Atase Ketenagakerjaan Haris.

Mereka diterima Inspektur Jenderal Kemnaker Sunarno, Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Maruli A. Hasoloan, Direktur Perluasan Pasar Kerja Roostiawati, Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri Soes Hindharno.

"Selain silaturahmi, kami bermaksud menyatukan persepsi dan koordinasi antara pemerintah Malaysia dan Indonesia terkait dengan pekerja migran Indonesia ilegal di Malaysia," kata Sekretaris Kedua Kedutaan Besar Malaysia Abdil Bar Rashid.

Dalam kesempatan tersebut, mereka juga menegaskan komitmen pemerintah Malaysia menertibkan pekerja migran ilegal. Komitmen itu tidak hanya merazia pekerja migran illegal, tetapi juga merazia para majikan atau pengguna pekerja migran ilegal.

Pemerintah Malaysia juga menyampaikan setelah program e-Kad yang pendaftarannya berakhir 30 Juni 2017, pihaknya akan melakukan razia bagi pekerja migran ilegal, termasuk asal Indonesia.

Mereka yang tertangkap akan ditahan dan dideportasi. Sementara itu, bagi TKI ilegal yang hendak pulang dan menghindari razia, pemerintah Malaysia memberikan dua pilihan, yakni pulang sukarela dan serah diri.

Pulang Sukarela atau sering disebut Program 3R+1 mensyaratkan TKI ilegal yang hendak pulang harus membayar uang sebesar RM300 sebagai denda dan RM100 untuk special pass.

Selain itu, TKI ilegal juga harus membayar uang jasa sebesar RM400 untuk IMAN (International Marketing and Net Resources). Sebagaimana diketahui, IMAN adalah lembaga yang ditunjuk pemerintah Malaysia untuk pemulangan pekerja migran ilegal. Biaya tersebut belum termasuk tiket pulang ke Indonesia. Selain itu, TKI illegal juga dikenakan “ban” atau larangan masuk Malaysia selama 5 tahun.

Sementara Program Serah Diri adalah TKI ilegal harus membayar denda antara RM2.000 hingga RM5.000 (tidak termasuk tiket pulang), mengikuti proses persidangan, kemungkinan besar ditahan tetapi tidak dikenai "ban".

Otoritas Malaysia juga diminta memberikan perlakukan yang manusiawi serta memberikan akses kekonsuleran kepada 963 TKI ilegal yang terlanjut terkena razia.

Atas permintaan tersebut, perwakilan Malaysia mengaku akan menyampaikan permohonan Indonesia kepada pemerintah pusat Malaysia.

Sunarno mengatakan bahwa pemerintah Indonesia dan Malaysia berkomitmen untuk sering bertemu dan berkoordinasi terkait dengan penyelesaian TKI ilegal di Malaysia yang jumlahnya diperkirakan mencapai 1,3 juta orang.

Baca juga artikel terkait TKI ILEGAL atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto