Menuju konten utama

INDEF Nilai Ada Unsur Politik Jokowi Batalkan 14 Proyek Strategis

Bhima menduga, pembatalan 14 Proyek Strategis Nasional akan dialihkan untuk kebijakan-kebijakan yang lebih populis.

INDEF Nilai Ada Unsur Politik Jokowi Batalkan 14 Proyek Strategis
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Gubernur NTT Frans Lebu Raya (kedua kiri) saat meninjau bendungan Raknamo usai meresmikan tiga proyek strategis nasional di Desa Raknamo, Kabupaten Kupang, NTT, Selasa (9/1/2018). ANTARA FOTO/Kornelis Kaha

tirto.id - Komite Percepatan Penyediaan Infrastuktur Priroritas (KPPIP) pada Kamis (19/4/2018) mengumumkan 14 proyek yang dibatalkan Presiden Joko Widodo dari daftar Proyek Strategis Nasional (PSN). Ke-14 proyek tersebut senilai Rp264 triliun.

Pengamat ekonomi INDEF, Bhima Yudhistira menilai, keputusan tersebut tidak terlepas dari strategi kepentingan politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar terpilih kembali di Pilpres 2019.

"Awalnya infrastruktur itu sarana kampanye yang paling efektif. Enggak usah ngomong banyak-banyak tinggal lihat aja saya sudah bangun ini-itu. Tapi, ternyata dalam beberapa tahun impact ke masyarakat enggak cukup terasa," ujar Bhima kepada Tirto pada Kamis (19/4/2018).

Bhima menduga, pembatalan 14 proyek ini kemungkinan akan dialihkan pemerintah untuk menganggarkan kebijakan-kebijakan yang lebih populis, seperti subsidi energi ataupun belanja sosial.

Bhima menjelaskan, hingga 2019, pemerintah juga berjanji tidak akan menaikkan harga BBM jenis tertentu dan listrik. Namun, janji itu sulit direalisasikan karena tren harga minyak mentah dunia terus naik.

Selain itu, lanjut dia, pada awal 2018, pemerintah juga meningkatkan target penerima bantuan sosial berupa skema Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dari 6 juta penerima Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi 10 juta penerima PKH.

"Sehingga, pemerintah harus memberikan prioritas. Dengan APBN itu, apakah untuk mendorong pembangunan infrastruktur/subsidi energi/belanja sosial. Pemerintah melihat ulang mana nih yang mau diselamatkan dulu," jelasnya.

Atas dasar itulah, ia menyatakan bahwa infrastruktur adalah sektor yang paling mungkin untuk dikorbankan sebagian. Pasalnya, jika melihat ekonomi jangka panjang, dampaknya tidak langsung dirasakan oleh masyarakat.

"Pemerintah akan mengalihkan proyek infrastruktur ke program-program lebih populis, quick win saja," ucapnya.

Dari awal, Bhima menilai pemerintah terlalu ambisius dan tidak realistis dalam menetapkan jumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) sebanyak 245 proyek dan 2 program. "Iya dong kurang realistis. Pertama dari segi anggaran, yang dianggarkan kan Rp4 ribuan triliun lebih. Sementara kan kemampuan APBN terbatas," ungkapnya.

Kendati ada skema pembiayaan kerjasama antara pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Namun, Bhima menilai swasta tidak terlalu berminat untuk menggarap proyek infrastruktur karena hanya tertarik berinvestasi kepada proyek yang bernilai komersial tinggi.

"Proyek non-komersial, apalagi di infrastruktur yang kurang menarik swasta enggak terlalu tertarik. Itu yang membuat mereka lebih meng-hold," ungkapnya.

Menurut Bhima, ada kemungkinan pemerintah akan kembali membatalkan Proyek Strategis Nasional (PSN) apalagi semakin mendekati 2019 yang menjadi tahun politik bagi Jokowi.

"Pasti akan ada penghitungan ulang PSN lagi yang lebih rasionalisasi. Karena tentu skala prioritas akan berubah lebih populis," tandasnya.

Baca juga artikel terkait PROGRAM STRATEGIS NASIONAL atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto