Menuju konten utama

INDEF Harap Debat Ke-5 Capres Bahas Soal Penanggulangan Kemiskinan

Peneliti INDEF Rusli Abdullah berharap, debat calon presiden kelima nanti perlu membedah strategi bagi penurunan angka kemiskinan warga.

INDEF Harap Debat Ke-5 Capres Bahas Soal Penanggulangan Kemiskinan
Potret warga miskin. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/ama.

tirto.id - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah berharap, debat calon presiden ke-5 nanti perlu membedah strategi bagi penurunan angka kemiskinan.

Menurutnya, saat ini tingkat kemiskinan Indonesia yang sudah single digit di angka 9, 6 persen justru lebih sulit diturunkan dari sebelumnya.

Rusli mencontohkan penurunan tingkat kemiskinan pada angka 25 ke 20 persen lebih mudah dari pada ketika 9,6 persen ditekan ke 7 persen. Hal ini disebabkan karena saat angka kemiskinan sudah semakin mengecil maka tersisa mereka yang membutuhkan solusi lebih dari sekadar proyek padat karya.

Misalnya, mereka yang tidak berpendidikan dan tidak berpengalaman kerja memiliki keterbatasan fisik atau difabel, maupun mereka yang memiliki keterbatasan psikologis.

"Karena di angka single digit ini tantangannya semakin berat untuk menurunkan angka kemiskinan. Kalau masih di angka 20 persen paling kasi padat karya bisa turun. Tapi kalau 9, 6 persen ini lebih sulit. Banyak yang miskin karena termarginalkan," kata Rusli saat dihubungi Tirto, Kamis (11/4/2019).

"Tapi lebih parah yang unskill tidak memiliki skill lalu tuna wisma," tambah Rusli.

Mengenai solusi penanganannya, Rusli mengatakan 3 kartu baru yang sedianya akan dikeluarkan oleh capres 01 ketika terpilih nanti sebenarnya belum tentu akan menjawab persoalan. Sebab program-program itu diprediksi akan tumpang tindih dengan yang sudah terlebih dahulu dikeluarkan oleh petahana. Seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan dana desa.

"Kartu-kartu itu nggak perlu. Ini sudah ada program yang bagus. Tinggal diintensifkan. Kalau banyak kartu kan tidak efisien," ucap RUsli.

Melalui PKH, Rusli melihat pemerintah sudah menyentuh permasalahan kemiskinan melalui upaya pendampingan di desa-desa. Ia mengatakan upaya pemerintah untuk membuka akses pendidikan bagi keluarga miskin. Bagi mereka yang sudah cukup dewasa katanya juga diberikan pelatihan untuk memproduksi suatu barang di desanya.

Kalau pun mereka yang telah memperoleh akses pendidikan ingin bekerja, Rusli mengatakan hal itu dapat dijawab melalui dana desa. Dana desa ini menurutnya seharusnya dapat menjawab ketersediaan lapangan pekerjaan bagi lulusan penerima PKH agar mereka tidak pergi ke kota dan meninggalkan desanya.

"Jangan sampai sudah menetas dari PKH mereka lari ke kota. Harusnya ada lapangan kerja di desa dengan pemantapan dana desa agar jadi lapangan pekerjaan," ucap Rusli.

Hanya saja, Rusli mengingatkan bila kedua program ini sejatinya dikelola oleh dua kementerian berbeda. Dengan demikian ada tantangan tersendiri agar kedua ego lembaga yang berbeda jangan sampai mengganggu kesempatan dua program ini untuk mendukung satu dengan yang lain.

"PKH kan kemensos tepatnya milik dua kementeria berbeda. Tapi koordinasi itu harga mahal. Gimana caranya kita mengombinasikan antara program kementerian," tukas Rusli.

Baca juga artikel terkait DEBAT CAPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno