tirto.id - Managing Director IMF, Christine Lagarde menyebut prestasi Indonesia selama dua dekade ini mewakili tren positif di negara-negara ASEAN di tengah reformasi ekonomi dunia dan kemajuan teknologi yang pesat. Hal ini berdampak terhadap volatilitas mata uang di pasar keuangan dan perselisihan perdagangan.
Selama dua dekade terakhir, ia menyoroti bahwa tingkat kemiskinan Indonesia telah menurun hampir 40 persen; harapan hidup meningkat lebih dari 6 persen; dan jumlah orang dengan sekolah tersier telah meningkat sebesar 250 persen.
"Prestasi ini mewakili tren positif di negara-negara ASEAN. Momentum ini dapat menyebabkan peningkatan kesejahteraan ekonomi dan sosial lebih lanjut. Indonesia bisa bangga dengan kemajuan yang diraih," ungkap Lagarde dalam acara acara High Level Conference di Jakarta pada Selasa (27/2/2018).
Ia pun mengapresiasi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,3 persen pada 2018 dengan meningkat secara bertahap dalam jangka menengah. Lalu, ia mengungkapkan bahwa negara dunia dapat belajar dari konsep yang diusung Indonesia, "gotong-royong".
"Ini tentang menerapkan kerangka kerja kebijakan yang kuat, menarik pelajaran dari masa lalu, dan merangkul perubahan dan keterbukaan. Semangat itu juga terdapat di jantung IMF," ucapnya.
Lagarde kemudian mengungkapkan syarat negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia dapat bertahan di tengah perubahan ekonomi global. Mereka, menurutnya, harus dapat memenuhi tiga tantangan utama, yaitu mengelola ketidakpastian; membuat ekonomi mereka lebih inklusif; dan mempersiapkan revolusi digital.
Ia pun berharap negara-negara berkembang dapat menghadapi tantangan ekonomi global saat ini. Pasalnya, kata dia, volatilitas pasar keuangan baru-baru ini telah menjadi pengingat bahwa transisi ekonomi sedang berlangsung.
"Pembuat kebijakan di seluruh dunia, termasuk di ASEAN, sedang bersiap untuk normalisasi kebijakan moneter secara bertahap terhadap negara-negara maju. Kita sudah tahu untuk beberapa waktu bahwa ini akan datang," ungkap Lagarde.
Namun, ia mengatakan bahwa dampak normalisasi kebijakan moneter negara-negara berkembang terhadap reformasi kebijakan moneter di sejumlah negara-negara maju belum bisa diukur. Baik terhadap perusahaan, pekerjaan, bahkan pendapatan warga negara dunia.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yuliana Ratnasari