tirto.id - Milidetik sama dengan seperseribu detik, sedangkan nanodetik merupakan sepermilyar detik. Tetapi, ada pengukuran lain dalam waktu yang membuat kedua ukuran itu terasa lambat, yaitu zeptodetik.
Baru-baru ini para ilmuwan telah berhasil mengukur waktu dalam satuan zeptodetik, atau dalam kata lain, sepertriliun dari sepermilyar detik. Zeptodetik merupakan satuan terkecil dalam waktu yang sama dengan 21 angka di belakang titik desimal.
Temuan tersebut terjadi pada saat seorang fisikawan laser di Munich, Jerman menembakkan sinar ultraviolet ke sebuah atom helium untuk membangkitkan elektron. Pada saat yang sama, laser inframerah ditembakkan untuk mendeteksi elektron yang meninggalkan atom. Laser pertama dimaksudkan untuk merangsang helium agar dapat melepaskan salah satu elektronnya. Kemudian laser kedua digunakan untuk menangkap elektron yang melarikan diri.
Ketika atom helium mengeluarkan elektron, laser inframerah mendeteksi emisi yang memungkinkan para peneliti untuk menghitung durasi selama 850 zeptodetik.
Aksinya tersebut menyebabkan sebuah proses yang disebut photoemission, atau emisi elektron dari sebuah permukaan yang tertembak sinar.
“Melalui perubahan dalam kecepatan ini, para fisikawan dapat mengukur photoemission dengan presisi zeptodetik,” kata juru bicara dari Universitas Teknologi Munich, seperti dikutip The Huffington Post, Kamis (17/11/2016).
Percobaan tersebut juga memungkinkan para ilmuwan untuk melihat bagaimana energi dari foton didistribusikan antara dua elektron di atom helium pada saat sebelum salah satu elektron keluar. Dalam waktu yang sangat singkat tersebut, para ilmuwan dapat lebih memahami perilaku kuantum atom.
“Banyak hal yang berakar dari interaksi elektron secara individual. Tapi kami melihatnya sebagai hal kolektif. Jika anda benar-benar ingin mengembangkan pemahaman mikroskopis atom pada tingkat yang paling dasar, anda perlu memahami bagaimana elektron berhubungan dengan satu sama lain,” jelas fisikawan Martin Schultze dari Universitas Ludwig Maximilian Munich.
Di kesempatan yang sama, Rebecca Boyle dalam New Scientist berharap penelitian ini dapat memberi manfaat khususnya bagi ilmuwan tentang bagaimana proses kuantum bekerja.
“Mungkin juga suatu hari berguna dalam komputasi kuantum dan superkonduktivitas,” tulisnya.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh