Menuju konten utama

Idrus Marham Ajak Kader Golkar Serahkan Uang 'Haram' ke KPK

Idrus Marham mengajak kader Golkar lain yang diduga menerima uang 'haram' untuk mengembalikan ke KPK. Terlebih ia tak mau suara Golkar tergerus karena pemberitaan negatif tentang korupsi.

Idrus Marham Ajak Kader Golkar Serahkan Uang 'Haram' ke KPK
Idrus Marham di kantor KPK, Jumat (31/8/2018). tirto/M Bernie Kurniawan.

tirto.id - Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar sekaligus Menteri Sosial Idrus Marham mengimbau agar para kader Golkar yang menerima uang dengan cara tidak sah mengembalikannya ke KPK.

"Kalau ada kader-kader Golkar yang memang mengambil uang, kembalikan. Ini kalau kita cinta Golkar," kata Idrus di gedung KPK Jakarta, Jumat.

Idrus adalah tersangka dalam perkara dugaan penerimaan hadiah atau janji kepada anggota DPR terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1 (PLTU Mulut Tambang Riau 1) berkekuatan 2 x 300 mega watt di Provinsi Riau.

"Selaku mantan Sekjen yang cukup lama, saya mengimbau kepada seluruh keluarga besar Partai Golkar, utamanya pada kader Golkar yang terkait dengan hukum, kalau memang kita cinta kepada Golkar, kita sayang kepada Golkar, ya mari kita berbuat untuk Golkar. Misalkan, kalau memang tidak ada kaitan sama Golkar, ya jangan kita mengatakan ada kaitan dengan Golkar. Jangan jadi polemik, itu tidak bagus," tambah Idrus.

Tersangka lain dalam kasus ini yaitu Wakil Ketua Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani sudah mengembalikan uang Rp500 juta pada 30 Agustus 2018. Eni juga beberapa kali mengatakan penerimaan uang itu terkait dengan dana musyawarah nasional luar biasa (munaslub) Golkar sebesar Rp2 miliar.

"Siapapun dan terus terang saja, saya sudah bicara kepada pimpinan Golkar hari ini, supaya koordinasikan, sayang Golkar, misalkan, disebut nama-nama Golkar cukup banyak. Siapapun dia menyebut katakanlah 10 (nama) disebut, 15 (nama) disebut, nama Golkar, kemudian hitung saja satu orang beritanya 5 hari atau 10 hari, ya berarti sudah seratus hari lebih, sudah 3-4 bulan," tutur Idrus.

Idrus mengkhawatirkan pemberitaan itu akan mempengaruhi suara Golkar dalam pilpres dan pileg 2019.

"Ini sudah menghadapi pemilu, jadi kalau kita sayang Golkar, dan kita ingin betul-betul Golkar maju, ya sudah jangan kaitkan dengan Golkar kalau tidak ada kaitannya," ungkap Idrus.

Namun, Idrus tidak menyebutkan apakah ada pengembalian uang dari Partai Golkar ke KPK.

"Saya tidak tahu (ada pengembalian uang), tanya dong pimpinan. Ini masih anggap saya (pimpinan Golkar), saya sudah bukan pimpinan. Hari ini saya diperiksa sebagai saksi terhadap saudari Eni Saragih dan saudara Kotjo, hanya melengkapi berkas yang sudah sebelumnya, jadi tidak banyak," ungkap Idrus.

Selain Idrus, KPK juga memanggil CEO Blackgold Natural Resources Rickard Philip Cecil Direktur PT PLN Wiluyo, James Rianto dari swasta dan Eni Maulani Saragih.

"Saya sudah 30 tahun tinggal di Indonesia, mungkin kulit (saya) putih tapi darah saya merah putih. Darah merah putih, dengan itu cuma mau bilang KPK benar-benar jujur, berani dan hebat. Sebenarnya saya suppport 1000 persen untuk mereka," kata Rickard.

KPK dalam perkara ini menduga Idrus Marham mendapat bagian yang sama besar dari Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebesar 1,5 juta dolar AS yang dijanjikan pemegang saham Blakgold Natural Resources Limited Johanes Budisutrisno Kotjo bila "purchase power agreement" proyek PLTU Riau 1 berhasil dilaksanakan Johannes Kotjo dan kawan-kawan.

Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil terkait penerimaan uang dari Eni dari Johanes yaitu pada November-Desember 2017 Eni menerima Rp4 miliar, sedangkan pada Maret dan Juni 2018 Eni menerima Rp2,25 miliar.

Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7), KPK sudah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu yaitu uang Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.

Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari "commitment fee" sebesar 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Sebelumnya Eni sudah menerima dari Johannes sebesar Rp4,8 miliar yaitu pada Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 sebanyak Rp2 miliar dan 8 Juni 2018 sebesar Rp300 juta yang diberikan melalui staf dan keluarga. Tujuan pemberian uang adalah agar Eni memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.

Proyek PLTU Riau-1 merupakan bagian dari proyek pembakit listrik 35.000 MW secara keseluruhan. PLTU Riau-1 masih pada tahap "letter of intent" (LOI) atau nota kesepakatan. Kemajuan program tersebut telah mencapai 32.000 MW dalam bentuk kontrak jual beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA).

PLTU tersebut dijadwalkan beroperasi pada 2020 dengan kapasitas 2 x 300 MW dengan nilai proyek 900 juta dolar AS atau setara Rp12,8 triliun.

Pemegang saham mayoritas adalah PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) Indonesia, anak usaha PLN. Sebanyak 51 persen sahamnya dikuasai PT PJB, sisanya 49 persen konsorsium yang terdiri dari Huadian dan Samantaka.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PLTU RIAU 1

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Editor: Agung DH