tirto.id - Manusia memang berutang banyak pada payudara. Dari dua bongkahan indah itu, bayi mendapatkan kehidupan. Saat dewasa, kaum lelaki masih terobsesi pada payudara. “Obsesi lelaki pada payudara itu sama seperti obsesi mereka terhadap mobil,” kata penulis Anita Clenney.
Begitu pula enam orang pebisnis asal Florida: Lynn D. Stewart, Gil DiGiannantonio, Ed Droste, Billy Ranieri, Ken Wimmer, dan Dennis Johnson. Pada hari April Mop 1983, mereka membuka bisnis baru, bar olahraga dengan pelayan perempuan yang memakai seragam seksi: tank top berwarna putih dengan belahan dada rendah, dan celana berwarna oranye sejengkal di atas lutut.
Enam orang ini awalnya ragu terhadap prospek bisnis mereka. Selain belum ada restoran dengan konsep seperti itu, tempat yang mereka sewa dianggap membawa sial. Ada banyak sekali restoran yang menyewa tempat di dekat bundaran Mandalay Avenue ini. Semuanya bangkrut. Karena itu, enam orang iseng ini membuat kuburan kecil berisi banyak nisan dengan nama restoran-restoran yang sudah bangkrut itu. Dalam hati kecil mereka, terbersit firasat kalau bisnis ini akan menyusul jadi nama di nisan.
Hooters dipilih sebagai nama restoran. Kata hooters memiliki dua makna: suara burung hantu, dan bahasa slang untuk payudara. Karena itu, mereka menggunakan logo burung hantu dengan dua huruf O yang dijadikan mata, sekaligus perlambang payudara yang sekal.
Tentu tak ada yang menduga, termasuk pendirinya sendiri, bahwa perjudian mereka berhasil. Meskipun menu yang dijual termasuk amat standar --burger, chicken wings, sandwich, steak, dan bir-- tapi pelayannya menjadi daya tarik tersendiri.
Tidak semua yang datang adalah pria mesum. Sebagian besar konsumen adalah orang yang ingin memuaskan rasa penasaran sekaligus fantasi: bagaimana makanan diantarkan oleh perempuan seksi. Terdengar seksis dan melecehkan, memang. Tapi agak susah menyalahkan fantasi seseorang. Karena itu, demografi konsumennya nyaris berimbang: 60 persen adalah lelaki, sisanya perempuan.
Karena dianggap amat berhasil, pada 1984 ada banyak investor yang ingin membeli Hooters. Pemenangnya adalah Hugh Connerty yang berhasil membeli Hooters. Di tangannya, Hooters memperluas ekspansi. Pada 2002, pengusaha Robert Brooks membeli Hooters. Dari sana, restoran ini berkembang lebih jauh. Sekarang Hooters sudah punya 425 cabang di lebih dari 26 negara. Hooters juga merambah bisnis hotel yang dibuka di Las Vegas. Luasnya 3.300 meter persegi dengan 696 kamar.
Meski kerap dituding seksis dan menjadikan perempuan sebagai komoditas, ternyata banyak perempuan yang tertarik melamar sebagai pelayan di Hooters. Iming-iming pertama adalah gaji dan tips yang besar. Perempuan pertama yang dijuluki sebagai The Original Hooters Girl adalah Lynne Austin. Pada 1983, setelah mengikuti kompetisi bikini, Lynne ditelpon oleh Ed Droste. Dia memohon Lynne untuk mau jadi model iklan sekaligus pelayan Hooters, yang saat itu baru akan dibuka.
"Mereka meyakinkanku kalau aku bakal jadi terkenal di seluruh dunia. Mereka memintaku untuk keluar dari pekerjaanku dan bekerja untuk mereka," kata Lynne pada Telegraph. "Jadi aku berjudi dengan nasib dan mulai bekerja di sana."
Jalannya menuju tenar tak mudah. Pada awal Hooters dibuka dan masih berusaha keras menjaring konsumen, Lynne bekerja membersihkan peralatan dapur. Gajinya hanya 5 dolar per jam. Tapi ternyata keadaan itu tak lama. Beberapa bulan setelah dibuka, Hooters banyak dibicarakan dan jadi ramai.
"Dari awalnya tak membawa duit banyak, beralih jadi bisa membawa 300 dolar dalam semalam saja. Ini hal yang gila," kata Lynne.
Apa yang dijanjikan oleh Ed memang terwujud. Lynne menjadi terkenal. Tiga tahun setelah menjadi pelayan dan ikon di Hooters, perempuan kelahiran Florida ini menjadi model majalah dewasa Playboy. Bahkan dia terpilih sebagai Playmate of the Month, Juli 1986. Setelah tidak jadi model, Lynne menjadi penyiar radio di Florida. Pada 2008, saat Hooters memperingati ulang tahun ke 25, Lynne terpilih menjadi salah satu The Hooters Girls of All Time.
Hooters kemudian banyak dijadikan batu loncatan bagi perempuan yang ingin terjun ke dunia modeling, tapi bingung harus mulai dari mana. Selain Lynne, ada pula Kelly Jo Dowd, Bonnie-Jill Laflin, Leeann Tweeden, dan Holly Madison.
Bonnie menjadi model dan pembawa acara olahraga. Dia kemudian tenar sebagai pencari bakat dari klub basket Los Angeles Lakers, sekaligus menjadi pencari bakat perempuan pertama di liga NBA. Karirnya kemudian menanjak hingga dipercaya sebagai asisten manajer di NBA Development League milik LA Lakers. Sedangkan Leeann dikenal sebagai model dan komentator olahraga. Dia juga menjadi koresponden untuk Fox Sports Net, juga sering terlibat dalam acara diskusi politik Hannity.
Gadis Hooters lain yang kemudian jadi tenar adalah Holly Madison. Dia menjadi penulis, model, dan pembawa acara televisi. Sebagai penulis, dia sudah menghasilkan dua buku Down the Rabbit Hole: Curious Adventures and Cautionary Tales of a Former Playboy Bunny dan The Vegas Diaries: Romance, Rolling the Dice, and the Road to Reinvention. Holly bahkan masuk dalam senarai penulis best seller versi New York Times.
Selain menjadi kawah candradimuka bagi banyak perempuan, ada fenomena lain yang lahir karena Hooters: breastaurant. Ini adalah istilah baru untuk menggambarkan restoran dengan pelayan yang mengandalkan bentuk tubuh dengan fokus pada, apalagi kalau bukan, payudara. Selain Hooters, ada pula Redneck Heaven, Tilted Kilt Pub & Eatery, Twin Peaks, Bikinis Sports Bar & Grill, dan Heart Attack Grill. Pada 2012, dengan cerdik, Bikini Sports Bar mendaftarkan tema breastaurant dan mendapatkan hak paten atas istilah itu.
Meski fenomena ini berutang pada Hooters, mereka pula yang menjadi salah satu alasan kenapa penjualan Hooters mulai menurun sehingga harus menutup beberapa cabang. Menurut Business Insider, penjualan Hooters nyaris lempang sejak beberapa tahun terakhir.
Di pasar restoran konservatif --dalam artian menyajikan makanan dan tidak mengandalkan daya tarik tubuh pelayan perempuan-- Hooters kalah dengan restoran keluarga seperti Chipotle, Panera Bread, atau Five Guys. Di pasar breastaurant, Hooters disikut oleh para pesaingnya: Tilted Kilt, Bikinis Sports, hingga Twin Peaks. Para pesaingnya dianggap bisa menarik perhatian pasar yang lebih besar karena menawarkan pilihan menu yang lebih beragam. Tilted Kilt sekarang sudah punya lebih dari 100 cabang. Sedangkan Twin Peaks membukukan penjualan sebesar 165 juta dolar pada 2013, naik 68 persen dari tahun 2012.
Tapi Hooters tidak mau tinggal diam. Sebagai pemain tertua dalam bisnis breastaurant, langkah-langkah strategis diambil untuk tetap menjadi penguasa. Salah satu caranya adalah membuka banyak cabang di luar negeri, terutama pasar potensial yang selama ini belum terjamah: Asia Tenggara.
Setelah sukses di Thailand, kini Hooters berencana membuka 30 cabang di Asia Tenggara dalam kurun 5 tahun ke depan. Sasarannya adalah Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Vietnam, dan tentu saja Indonesia. Di laman Facebook resminya, Hooters mengatakan akan membuka cabang di Jakarta dan Bali. Di Jakarta, lokasinya akan berada di Kemang Raya, Jakata Selatan. Mereka juga sedang membuka lowongan Hooters Girl.
Membuka cabang di Asia Tenggara tentu bukan hal yang mudah. Bicara makanan, sudah ada banyak sekali menu serupa seperti yang disajikan Hooters. Namun, tantangan utama Hooters bukan itu, melainkan perihal norma sosial. Beberapa negara yang akan disasar Hooters adalah negara konservatif, termasuk Malaysia dan Indonesia. Restoran dengan konsep bar olahraga dengan pelayan seksi tentu akan mendapat tentangan dari banyak pihak, terutama dari ormas agama.
Namun General Manager Hooters Jakarta, Sherry Suradji, mengatakan bahwa akan ada penyesuaian terhadap seragam pelayan Hooters. "Seragamnya akan berbeda, tapi tetap memperlihatkan sports look," katanya dalam wawancara dengan The Jakart Post.
"Kami akan mengikuti semua prosedur dan membuat penyesuaian berdasarkan norma sosial negara kita. Jadi kita lihat saja nanti."
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti