tirto.id - "Salam, Indonesia. Terima kasih banyak. Kami nomor satu lagi di Indonesia. Dan kuberitahu apa yang menarik. Baru dua minggu tayang, Jumanji sudah menjadi film terlaris Sony di sana."
Kalimat itu diungkapkan oleh Dwayne "The Rock" Johnson dengan wajah berbinar dan senyum lebar. Di Indonesia, film yang dibintangi Dwayne, Jumanji: Welcome to the Jungle menjadi salah satu film terlaris 2017. Dari data The Numbers dan Box Office Mojo, pemutaran film ini meraih $674 juta dolar di seluruh dunia, dan $11,8 juta di antaranya berasal dari Indonesia.
Tak hanya Jumanji yang bernasib bagus di layar lebar Indonesia. Film Star Wars: The Last Jedi, berhasil meraup pendapatan $5,2 juta dolar. Begitu pula film-film laris seperti Guardian of the Galaxy Vol.2 ($7,6 juta), Wonder Woman ($8,6 juta), hingga Justice League ($10,8 juta).
Indonesia memang pasar baru potensial bagi film-film Hollywood. Jumlah penduduknya banyak. Kelompok umur produktif, yakni 15-34 tahun, mendominasi. Layar bioskop pada 2017 sudah 1.250. Memang masih kurang kalau dibandingkan dengan jumlah penduduk. Dan jelas kalah jauh dari Cina yang sudah punya sekitar per Januari 2017 sudah punya 40.917 layar.
"Saat kamu melihat box office, biasanya 10 besar pasar internasional didominasi oleh Eropa. Sekarang sudah tidak begitu," kata Steven O’Dell, Presiden Distribusi Internasional Sony. "Sekarang beberapa negara Asia Tenggara rutin mendekati puncak daftar itu."
Menurut Steven, pasar Asia jadi potensial sekaligus amat menggiurkan karena jumlah populasi yang besar. Seiring membaiknya perekonomian Asia, ujar Steve, kawasan ini masih akan terus bertumbuh pesat.
Di Asia, pasar terbesar untuk film Hollywood tentu saja Cina. Selain sebagai negara dengan penduduk terbanyak di dunia, Cina juga menambah terus layar bioskop yang tersebar di seluruh penjuru negeri. Pada 2013, Negara Tirai Bambu ini hanya punya sekitar 20.000 layar bioskop. Namun Januari 2017, jumlahnya sudah naik dua kali lipat lebih, menjadi 40.917 layar.
Namun di Cina, hanya ada 23 layar bagi satu juta warga. Namun menurut berbagai analisis, dalam waktu lima atau 10 tahun ke depan, kepadatan itu akan menjadi 53 layar per satu juta penduduk.
Sejak beberapa tahun terakhir, Cina mendominasi sebagai pasar terbesar film Hollywood di luar Amerika. Hollywood terus bekerja sama dengan studio-studio film di Cina. Hubungan mereka, hingga saat ini, adalah simbiosis mutualisme. Beberapa studio dan partner dari Cina membantu subplot yang bisa menarik bagi penonton lokal. Juga membantu Hollywood untuk melobi peraturan ketat pemerintah. Sedangkan orang-orang Hollywood membantu dalam hal teknis, agar film produksi Cina bisa lebih menarik bagi pasar internasional.
Salah satu hasilnya adalah Wolf Warrior 2, kisah tentang pensiunan agen spesial yang aktif lagi untuk melawan tentara bayaran dan pedagang senjata nan kejam. Film ini dibantu oleh sutradara dari Marvel, Joe dan Anthony Russo—sutradara dua film Captain America dan akan jadi sutradara Avengers: Infinity War—sebagai konsultan. Film ini juga menampilkan aktor AS, Frank Grillo sebagai antagonis utama, sutradara adegan berbahaya Sam Hargrace (Captain America: Civil War), dan komposer Joseph Trapanese (Tron: Legacy).
Di Cina, film ini meraup pendapatan $854 juta dolar. Dalam daftar film terlaris di satu kawasan, Wolf Warrior 2, menempati posisi dua. Hanya kalah oleh Star Wars: The Force Awakens yang meraup $937 juta dari Amerika Utara.
Larisnya Wolf Warrior 2 semakin menegaskan posisi penting Cina di industri film dunia. Tahun 2017, total pendapatan film di Cina mencapai $8,6 miliar. Angka ini naik 13,45 persen dari tahun sebelumnya. Kerja sama Hollywood dan industri film Cina kemungkinan besar akan terus berlanjut. Beberapa studio besar di Hollywood sudah punya saham di berbagai studio besar Cina. Misalkan 21st Century Fox yang punya 20 persen saham di Bona Film Group.
Meski demikian, ada catatan yang patut disimak soal perkembangan film Hollywood di Cina. Film-film populer di Cina sekarang berasal dari luar Hollywood. Memang, masih ada kue cukup besar untuk film Hollywood, terutama film superhero. Namun, mulai tumbuh kecenderungan untuk menyaksikan film-film dari luar Hollywood.
Jika merujuk dalam senarai film terlaris sepanjang masa di Cina—tidak termasuk Hong Kong dan Taiwan—yang dibuat oleh Entgroup, tujuh di antara 10 film terlaris adalah buatan Cina. Film produksi AS yang masuk di daftar ini adalah The Fate of the Furious (2017), serta Furious 7 (2015), Transformers: Age of Extinction (2014) yang diproduksi bareng Cina.
Pasar lain yang juga menggiurkan adalah Timur Tengah. Tidak seperti yang banyak dibayangkan, pasar film di Timur Tengah cukup menggiurkan. Di sana, misalkan, ada Dubai International Film Festival yang dibuat sejak 2004 silam. Industri film dan televisi juga bergairah.
Menurut konsultan manajemen PWC, kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara punya pasar media senilai $26,4 miliar pada 2016. Tahun 2020, diperkirakan angkanya akan merangkak 7,4 persen, atau sekitar $35 miliar. Ini artinya, pasar di Timur Tengah untuk media bisa tumbuh tercepat kedua setelah Afrika.
Selain itu, kawasan Timur Tengah mulai semakin sering dipakai untuk syuting film. Fast & Furious 7 dan Star Wars Episode VII: The Force Awakens mengambil gambar di Abu Dhabi. Sedangkan Exodus: Gods and Kings, Promotheus, juga Transformers: Revenge of the Fallen disyuting di Jordan.
Yang juga patut diperhatikan adalah Arab Saudi. Setelah lebih dari tiga dekade, negara ini akan membuka bioskop untuk pertama kalinya. Sebelumnya, seluruh bioskop di Arab Saudi ditutup pada 1982. Rencananya pembukaan gedung bioskop pertama di Arab Saudi akan dilaksanakan pada Maret 2018.
"Membuka gedung bioskop akan berfungsi sebagai katalis pertumbuhan ekonomi dan juga diversifikasi," ujar Menteri Kebudayaan dan Informasi, Awwad bin Saleh Allawad.
Target pemerintah Saudi amat ambisius. Mereka berencana menyaingi London dan New York soal industri hiburan. Target ini masuk akal, mengingat modal besar yang mereka punyai. Mereka menargetkan akan ada lebih dari 300 gedung bioskop dan 2.000 layar pada 2030. Pasar mereka sudah ada, sebab sekitar 70 persen populasi Arab Saudi adalah di bawah 30 tahun, kelompok yang akrab dengan dunia digital dan juga hiburan.
Maka wajar kalau Hollywood sudah mulai melirik pasar Asia, termasuk Timur Tengah. Studio-studio besar di Hollywood juga mulai masuk ke dua wilayah dengan pasar menggiurkan itu, entah membeli saham rumah produksi lokal, atau ikut memproduksi film lokal. Termasuk 20th Century Fox yang akan ikut memproduksi film Wiro Sableng.
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Maulida Sri Handayani