tirto.id - Beredar unggahan di media sosial yang mengklaim adanya daftar produk minuman dalam kemasan yang dicap berbahaya, karena mengandung aspartam dan menyebabkan penyakit serius. Unggahan ini mencatut nama organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai pihak yang mengeluarkan daftar minuman ini. Dalam klaim, disebut ada 19 minuman di daftar ini.
"Tolong disebar luas kan
Mohon ijin info Ikatan Dokter Indonesia (IDI), menginformasikan bahwa saat ini sedang ada wabah Pengerasan Otak (Kanker Otak), Diabetes dan Pengerasan Sumsum Tulang Belakang (Mematikan sumsum tulang belakang)," begitu bunyi unggahan akun "Ujista Ujista" (arsip) pada 17 Agustus 2024 lalu.
Dalam unggahan ini, kemudian disebutkan beberapa produk minuman dalam kemasan ataupun minuman seduh yang kerap ditemukan sehari-hari, termasuk Extra Joss, Granita, dan Marimas.
"Karena ke-19 minuman tsb mengandung ASPARTAME (lebih keras dr biang gula) racun yg menyebabkan diabetes, v otak, dan mematikan sumsum tulang," lanjut isi pesan tersebut.
Kami juga menemukan unggahan serupa dari unggahan akun "Arsen Erland Hamadi" (arsip).
Ada juga unggahan yang berisi pesan yang sama, namun dengan narasi tambahan di awal. Isinya, ada himbauan untuk menghindari produk makanan kaleng buatan Thailand. Narasi dari unggahan menyebut ada pengidap Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang bekerja di pabrik kaleng dan mencampurkan darah mereka ke produk yang mereka kemas.
Informasi tersebut dikatakan berasal dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur.
"Breaking News : Meneruskan info dr Ibu Dubes KBRI KL
Tolong beritahu adek2, suami, isteri dan semua teman2 Perhatian ; Mulai saat ini jangan makan makanan kaleng ,terutama buah2an , khususnya produksi Thailand. Karena di negara itu ada kira2 200 orang pengidap aids kerja di pabrik kalengan, dan mereka masukkan darah mereka ke dalam kalengan2 itu , dan saat ini masalah tersebut telah diketahui DepKes Thailand sehingga kaleng2an tersebut telah banyak di sita ttpi lebih banyak yg sdh terlajur diekspor. Contoh ; Lecy , Rambutan , Lengkeng , Mangga Puding dll. Setelah terima ini cepat kirim ke saudar2 n teman2 semua. Agar tidak konsumsi kalengan apapun...... Demi keselamatan kita semua. Info dr ibu dubes KBRI
(Rita Toisuta Arifson Kementrian Kesehatan RI)," begitu bunyi konten unggahan akun "Novri Adi" (arsip) dan "Khofifah Sari" (arsip) di sekitar bulan Agustus 2024.
Narasi tersebut kemudian dilanjutkan dengan pesan menghindari 19 minuman mengandung aspartam, persis unggahan yang dibahas sebelumnya.
Unggahan-unggahan tersebut memang tidak mendapat banyak impresi (likes dan emoticons) ataupun komentar, namun melihat persebaran konten tersebut di sejumlah grup, dampaknya patut diwaspadai.
Lalu, bagaimana faktanya? Benarkah ada rekomendasi dari IDI soal menghindari 19 jenis minuman dalam kemasan? Kemudian, apakah memang ada himbauan untuk menghindari makanan kaleng dari Thailand yang terindikasi membawa penyakit AIDS?
Pemeriksaan Fakta
Mula-mula Tirto mencoba melakukan penelusuran di mesin pencarian terkait isu IDI mengeluarkan daftar 19 minuman yang mengandung aspartam dan dapat menyebabkan diabetes kanker otak.
Hasil pencarian mengarahkan ke artikel dari Kominfo yang melabeli klaim tersebut sebagai hoaks. Kominfo menjelaskan bahwa ini adalah klaim lama yang kembali beredar.
Lebih lanjut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga sempat membantah klaim ini. Berdasarkan sebuah rilis bertanggal 12 Februari 2010, pihak IDI juga menyatakan tidak pernah mengeluarkan daftar minuman yang mengandung aspartam tersebut.
BPOM juga menjelaskan, aspartam sudah dikategorikan aman berdasar Keputusan Codex stan 192-1995 Rev. 10 Tahun 2009. Dalam pengaturan Codex, disebutkan bahwa aspartam dapat digunakan untuk berbagai jenis makanan dan minuman antara lain minuman berbasis susu, permen, makanan dan minuman ringan.
BPOM juga menegaskan, penggunaan aspartam dalam makanan dan minuman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat digunakan dalam batas maksimum tertentu.
Kami juga sempat menghubungi Anggota Dewan Pertimbangan PB IDI Prof. DR. dr. Zubairi Djoerban, Sp.PD-KHOM. Ia mengonfirmasi kalau informasi yang tersebar di media sosial tersebut adalah hoaks. Ini merupakan isu lama yang sudah pernah dibantah kebenarannya dan muncul kembali.
Berdasar pemantauan kami, narasi ini pernah tersebar pada tahun 2010, kemudian beredar lagi pada tahun 2019, serta juga tahun 2024.
Sementara terkait klaim soal makanan kaleng dari Thailand yang dapat menyebarkan AIDS, polanya mirip. Pesan ini adalah isu lama yang disebarkan ulang pada tahun 2024.
Artikel dari situs resmi Kepolisian Indonesia menyebut informasi ini sebagai hoaks. Simpulan ini juga berdasar informasi dari BPOM.
Dalam sebuah artikel klarifikasi, BPOM membantah adanya produk makanan kaleng impor dari Thailand yang tidak aman untuk dikonsumsi karena mengandung darah dan virus HIV. Edaran tersebut mereka keluarkan pada tahun 2014, diduga saat pertama kali narasi serupa tersebar di jagat maya.
"Badan POM tidak pernah menemukan hal-hal seperti yang diberitakan tersebut, termasuk kandungan darah dan virus HIV dalam makanan kaleng, apalagi virus HIV tidak mampu bertahan hidup di luar host (tubuh manusia). Jadi pemberitaan tersebut adalah HOAX yang menyesatkan," begitu tegas keterangan BPOM.
BPOM juga menegaskan selalu melakukan dua tahapan sebelum adanya peredaran makanan, yakni evaluasi terhadap keamanan, mutu, dan gizi produk pangan impor sebelum diedarkan di wilayah Indonesia (pre-market evaluation), serta secara rutin melakukan pengawasan terhadap produk pangan yang beredar di Tanah Air (post-market control).
Kesimpulan
Hasil pemeriksaan fakta menunjukkan daftar 19 minuman mengandung aspartam yang berbahaya dari IDI adalah informasi yang salah dan menyesatkan (false & misleading). Sama halnya dengan narasi soal makanan kaleng dari Thailand yang membawa penyakit AIDS, narasi tersebut juga salah dan menyesatkan.
Kedua narasi tersebut adalah isu lama yang sudah pernah menyebar di media sosial sebelumnya dan dibantah keabsahanya oleh IDI dan BPOM.
==
Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Decode, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id.
Editor: Farida Susanty