tirto.id - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid menegaskan bahwa peristiwa penyanderaan 14 warga negara Indonesia (WNI) oleh kelompok Abu Sayyaf adalah ancaman nyata bagi stabilitas keamanan di Asia Tenggara.
"Sebanyak 14 WNI yang disandera Abu Sayyaf di perbatasan Filipina, sudah mengancam keamanan di kawasan ASEAN yang saat ini telah menerapkan MEA atau pasar bebas ASEAN," tegasnya usai menerima Pimpinan Wilayah Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam DKI Jakarta di ruang kerjanya, Gedung MPR/DPR/DPD Jakarta, Selasa, (19/4/2016).
Hidayat menggarisbawahi bahwa ancaman kelompok Abu Sayyaf tidak dapat dipandang sebagai ancaman terhadap satu negara saja, tapi turut mengancam anggota ASEAN lainnya secara menyeluruh.
"Hal ini sudah menjadi tantangan bagi negara-negara anggota ASEAN, bukan hanya Indonesia," ujarnya.
Terkait dengan fenomena pelaksanaan pasar bebas di Asia Tenggara, menurut Hidayat, kasus penyanderaan oleh Abu Sayyaf ini harus dijadikan momentum bagi ASEAN untuk meningkatkan kerjanya sama multilateralnya, termasuk kerja sama di bidang keamanan.
Hidayat memaparkan, kesepakatan tiga negara yang telah berkomitmen untuk melakukan patroli bersama yakni, Indonesia, Filipina, dan Malaysia, merupakan reaksi yang cukup memadai untuk menyikapi aksi kelompok Abu Sayyaf tersebut.
Pada kesempatan tersebut, Hidayat juga menilai, Pemerintah Filipina tidak menutup diri terhadap TNI yang meminta izin masuk ke wilayah perbatasan negara tersebut demi membebaskan sandera.
Anggota Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga memuji Pemerintah Indonesia yang tidak mau menyediakan uang tebusan seperti yang diminta penyandera.
"Kalau Pemerintah Indonesia menyediakan uang tebusan, nanti menjadi preseden bagi penyandera untuk terus menyandera WNI. Nantinya, WNI bisa setiap hari disandera," pungkasnya.
Sejumlah 14 WNI saat ini masih berada di tangan kelompok Abu Sayyaf. Di sisi lain, pemerintah telah mengonfirmasi bahwa lima ABK yang sempat disandera oleh Abu Sayyaf berhasil diselamatkan oleh Polisi Diraja Malaysia sementara satu korban masih dirawat di rumah sakit akibat tertembak kelompok Abu Sayyaf.
Reporter: Putu Agung Nara Indra
Penulis: Putu Agung Nara Indra