Menuju konten utama

Harry Akui Sempat Mengalami Kekacauan Pascakematian Diana

Baru pada usia akhir 20-an, setelah dua tahun mengalami kekacauan total dalam hidupnya, Pangeran Harry bisa memproses kesedihannya pascakematian ibunya, Putri Diana.

Harry Akui Sempat Mengalami Kekacauan Pascakematian Diana
Prince Harry. FOTO/WPA Pool/Getty Images

tirto.id - Pangeran Harry baru-baru ini mengungkapkan bahwa dia sempat berusaha menemui konseling setelah hampir mengalami tekanan mental karena lebih dari 15 tahun berupaya melupakan tentang kematian ibunya, Putri Diana.

Harry masih berusia 12 tahun ketika Diana, Princess of Wales, tewas dalam kecelakaan mobil. Namun, baru pada usia akhir 20-an, setelah dua tahun mengalami kekacauan total dalam hidupnya, ia bisa memproses kedukaan yang dirasakan.

Pria berusia 32 tahun itu mengatakan kepada Daily Telegraph: “Caraku berurusan dengan [kesedihan] itu, menempelkan kepala di pasir untuk menolak berpikir tentang ibuku, karena mengapa cara itu bisa membantu?

“[Kupikir] mengingat kematian itu hanya akan membuat Anda sedih, itu tidak akan membawa dia kembali. Jadi dari sisi emosional, aku seperti ‘Benar, jangan pernah membiarkan emosi Anda menjadi bagian dari apapun’. Jadi pada usia 20, 25, dan 28 tahun aku pria tipikal yang beranggapan, ‘hidup itu luar biasa’, atau ‘hidup itu baik-baik saja’, dan itulah persis yang kulakukan."

“Dan kemudian aku mulai memiliki beberapa percakapan dan, sungguh secara tiba-tiba, semua kesedihan yang tidak pernah kuproses mulai datang ke garis depan dan aku seperti [menyadari] sebenarnya ada banyak hal di sini yang perlu kutangani," ungkap Harry seperti dikutip dari The Guardian, Senin (17/4/2017).

Harry mengatakan dia menutup emosinya setelah kematian ibunya pada tahun 1997 silam. Hal itu rupanya menimbulkan efek yang cukup serius tidak hanya pada kehidupan pribadi Harry tapi juga pekerjaannya.

Harry baru meminta bantuan setelah kakaknya, Pangeran William, mengatakan kepadanya: “Lihat, kamu benar-benar perlu menangani kondisimu. Tidak normal kalau berpikir tidak ada apapun yang mempengaruhimu.”

Berurusan dengan kesedihan di mata publik, Harry mengungkapkan, hampir saja mendatangkan kondisi depresi total dalam berbagai kesempatan.

Kepada Daily Telegraph ia mengatakan, olahraga tinju telah menyelamatkannya untuk menangani agresi, salah satunya ketika pada usia 28 tahun, ia hampir meninju seseorang.

Pangeran Harry sudah dua kali dikerahkan ke Afghanistan saat menjabat sebagai seorang perwira tentara selama 10 tahun. Namun ia mengatakan masalah kesehatan mentalnya tidak terkait dengan konflik.

“Jika Anda melihat kembali fakta bahwa aku kehilangan ibuku pada usia 12, pada semacam pemikiran umum bahwa dari kondisi itu kemudian segala sesuatu yang terjadi dengan berada di sorotan. Ada semacam peran dan tekanan yang datang dengan itu, kemudian pergi ke Afghanistan , lalu bekerja di unit pemulihan personil dimana semua tentara juga punya banyak masalah."

“Siapa pun akan melihat itu dan berkesimpulan: ‘Baiklah, pasti ada sesuatu yang salah dengan kamu, kamu tidak bisa benar-benar normal, harus ada sesuatu yang salah’,” ungkap Harry.

Namun, dia menjelaskan: “Aku bisa memastikan, kepergian ke Afghanistan tidak terkait dengan kondisi mentalku. Aku bukan salah satu dari orang-orang yang telah melihat rekannya diledakkan di sebelahnya dan harus menerapkan torniket untuk kedua kaki mereka. Untungnya, terima kasih Tuhan, aku bukan salah satu dari orang-orang itu.”

Bersama William dan Kate Middleton, Harry tengah mempelopori kampanye Heads Together yang menjadi lembaga amal untuk London Marathon 2017.

Diwawancarai untuk podcastTelegraph oleh Bryony Gordon, Harry telah berbicara tentang perjuangan dia dengan bulimia dan gangguan obsesif kompulsif, dan sedang menjalankan kursus 26,2 mil di London untuk kampanye kesehatan mental.

Baca juga artikel terkait KERAJAAN INGGRIS atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari