Menuju konten utama

Hari ini DPR dan Pemerintah Putuskan Isu Krusial RUU Pemilu

Jika hari ini deadlock, pembahasan RUU Pemilu untuk menentukan ambang batas presidensial akan diambil lewat jalan voting.

Hari ini DPR dan Pemerintah Putuskan Isu Krusial RUU Pemilu
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menghadiri rapat dengan Panitia khusus Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/6). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

tirto.id - DPR dan pemerintah berencana mengambil keputusan mengenai lima paket isu krusial dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu pada hari ini. Keputusan ini diharapkan bisa mengakhiri kebuntuan yang terjadi dalam proses pembahasan RUU Pemilu sejak November 2016 lalu. Namun, jika kedua belah pihak gagal menemui kata sepakat, proses pengesahan RUU Pemilu akan ditempuh lewat voting pada sidang paripurna 20 Juli mendatang.

“Jika pemerintah tidak dapat menyepakati salah satu opsi, maka kelima opsi tersebut akan di bawa ke rapat paripurna, untuk diambil keputusan berdasarkan suara terbanyak,” kata Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy seperti dilansir Antara, Rabu (13/7).

Pilihan yang dimaksud Lukman adalah lima paket isu krusial yang muncul selama pembahasan RUU Pemilu. Kelima opsi paket itu dibuat Panitia Khusus (pansus) RUU Pemilu dengan harapan bisa mengakhiri kebuntuan antara DPR dan pemerintah dalam menyelesaikan pembahasan RUU Pemilu sejak November 2016 lalu. Opsi tersebut terdiri dari lima paket yakni:

Paket A: Presidential threshold (20 hingga 25 persen), parliamentary threshold (4 persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3 hingga 10 kursi), metode konversi suara (saint lague murni).

Paket B: Presidential threshold (0 persen), parliamentary threshold (4 persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3 hingga 10 kursi), metode konversi suara (kuota hare).

Paket C: Presidential threshold (10 hingga 15 persen), parliamentary threshold (4 persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3 hingga 10 kursi), metode konversi suara (kuota hare).

Paket D: Presidential threshold (10 hingga 15 persen), parliamentary threshold (5 persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3 hingga 8 kursi), metode konversi suara (saint lague murni).

Paket E: Presidential threshold (20 hingga 25 persen), parliamentary threshold (3,5 persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-10 kursi), metode konversi suara (kuota hare).

Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini berharap pemerintah dapat menyepakati salah satu opsi paket secara musyawarah mufakat. Sebab opsi paket tersebut merupakan masukan dari setiap fraksi di DPR yang tergabung dalam pansus, termasuk di dalamnya fraksi-fraksi dari partai pendukung pemerintah. Politikus PKB ini juga memaparkan bahwa fraksi-fraksi akan menyampaikan pandangannya mengenai lima paket yang ada.

Sikap Pemerintah

Satu dari lima isu krusial dalam RUU Pemilu yang menjadi pembahasan alot adalah penetapan angka presidential threshold (ambang batas minimum perolehan kursi DPR atau suara sah nasional partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusung calon presiden).

Hingga saat ini, pemerintah masih bersikeras mempertahankan presidential thereshold yang berlaku di pemilu 2014: calon presiden harus diusung (gabungan) partai yang memiliki 20 persen kursi DPR atau meraih 25 persen suara sah nasional. Sebaliknya, sejumlah fraksi di DPR ingin angka presidential threshold diturunkan.

“Hal yang sudah bagus kenapa harus diubah, diturunkan, harusnya kan dimaksimalkan, ditingkatkan atau dipertahankan,” kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Selasa (11/7) lalu di Istana Merdeka Jakarta.

Sama seperti Lukman, mantan Sekretaris Jendral DPP PDI Perjuangan ini menyatakan pemerintah ingin pengesahan RUU Pemilu dilakukan secara musyawarah mufakat dengan DPR. Jika keinginan itu tidak tercapai, pemerintah telah menyiapkan dua opsi. Pertama, membawa pembahasan RUU Pemilu ke sidang paripurna. Kedua, menyatakan pertimbangan atau pendapat sendiri.

“Jadi, opsinya hari Kamis [hari ini], kami ingin mendengar semua fraksi, mudah mudahan bisa musyawarah. Kalau tidak bisa musyawarah, pemerintah ada dua opsi: dibawa ke paripurna untuk voting atau pemerintah menyampaikan pendapat,” kata Tjahjo.

Sebelumnya Menteri Tjahjo sempat menyatakan apabila opsi musyawarah mufakat tidak tercapai, pemerintah akan kembali menggunakan UU Pemilu 2014 dengan meminta putusan dari Mahkamah Konstitusi.

Kedepankan Musyawarah

Wakil Presiden Jusuf Kalla berharap pengesahan RUU Pemilu mengedepankan azas musyawarah mufakat sebelum mengambil keputusan melalui pemungutan suara terbanyak. “Pokoknya suara terbanyak, lewat voting [atau] apa, ya, silakan. Tapi, kita dahulukan dengan [cara] musyawarah,” katanya di Kompleks Gedung DPR kemarin.

Wapres Kalla dalam kesempatan tersebut juga menyatakan bahwa posisi pemerintah terhadap ambang batas pencalonan presiden masih tetap pada angka 20 persen, sesuai sistem pemilihan presiden sebelumnya.

“Tentu pemerintah pada posisi sekarang, karena [presidential threshold] itu sudah dua kali dipakai, [pada pilpres] 2009 dan 2014. Namun, sekarang ada dinamika-dinamika di DPR dan putusan MK, maka dibicarakanlah dengan baik-baik,” kata Kalla.

Baca juga artikel terkait RUU PEMILU atau tulisan lainnya dari Jay Akbar

tirto.id - Politik
Reporter: Jay Akbar
Penulis: Jay Akbar
Editor: Maulida Sri Handayani