tirto.id - Harga minyak naik dua hari berturut-turut pada hari Jumat pagi, (26/2/2016),setelah Venezuela memberikan harapan akan adanya pembatasan produksi untuk mengatasi kelebihan pasokan minyak secara global.
West Texas Intermediate (WTI), patokan minyak light sweet di Amerika Serikat, untuk pengiriman April, naik 92 sen (2,9 persen) menjadi 33,07 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara itu, di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman April, yang merupakan patokan Eropa, ditutup pada harga 35,29 dolar AS per barel, naik 88 sen (2,6 persen) dari penutupan pada hari Rabu.
Keduanya diperdagangkan lebih rendah pada awal sesi perdagangan. Namun, mendekati penutupan perdagangan, harga kedua kontrak tersebut naik seiring dengan adanya laporan bahwa Menteri Perminyakan Venezuela, Eulogio Del Pino, mengatakan bahwa Venezuela sedang bersiap untuk bertemu dengan produsen-produsen minyak lainnya di bulan Maret untuk mendiskusikan cara menstabilkan pasar.
Sebelumnya, Rusia dan tiga negara anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC), Saudi Arabia, Qatar, dan Venezuela, mengatakan bahwa mereka telah mencapai kesepakatan awal untuk membekukan produksi pada level Januari, dengan syarat produsen-produsen minyak besar yang lainnya juga mengikuti ketentuan tersebut.
Spekulasi akan adanya potensi untuk pembekuan produksi itu membuat pasar bergejolak, namun skeptisisme bahwa kesepakatan tersebut akan berjalan sangat tinggi.
“Pasar terus maju-mundur,” kata Gene McGillian dari Tradition Energy, sembari menambahkan bahwa saat ini sedang terjadi pertempuran antara pedagang yang berfokus pada kelebihan suplai yang menggantungkan pasar dan pedagang yang mengharapkan harga minyak akan “rebound” seiring dengan pengetatan fundamental pasokan/permintaan.
Data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan sinyal positif pada hari Kamis membantu mendukung membaiknya prospek ekonomi dari konsumen minyak mentah terbesar di dunia itu.
Pesanan akan barang tahan lama, seperti furnitur dan alat-alat elektronik, di AS melonjak 4,9 persen pada bulan Januari, setelah selama dua bulan terus menurun dan klaim awal tingkat pengangguran terus menunjukkan bahwa bursa kerja di negara tersebut semakin mengetat.
“Terjadi tarik ulur antara dampak negatif dari harga minyak [...] dan dampak positif dari data ekonomi aktual, yang menunjukkan secercah harapan. Apa yang pasar sedang coba usahakan adalah menyeimbangkan hal-hal tersebut,” kata Art Hogan dari Wunderlich Securities.