tirto.id - Harga cabai melambung naik hingga mencapai Rp150.000/kilogram di Pasar Daerah Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, dari harga tersebut diprediksikan belum ada tanda-tanda akan menurun.
Dilaporkan Antara, Senin (23/1/2017), dari beberapa kios di pasar itu, harga cabai yang semula di bawah Rp100.000/kg meningkat menjadi Rp120.000/kg dan terus melonjak tajam hingga Rp150.000/kg.
Tidak hanya cabai, harga sayur-sayuran lain juga ikut naik, seperti wortel dari Rp25.000 menjadi Rp30.000. Kol juga meningkat dari semula Rp15.000 menjadi Rp25.000. Sementara kentang dari Rp30.000 menjadi Rp40.000 per Kg.
Salah satu pedagang Pasar Sukadana, Sofiah, mengatakan, peningkatan harga beberapa produk pangan tersebut terjadi sejak akhir Desember dan berlanjut hingga Januari.
"Berkurangnya pasokan serta meningkatnya harga pengiriman membuat harga juga ikut naik di tingkat agen" kata Sofiah.
Tidak hanya di Kalimantan, harga cabai merah keriting di sejumlah pasar tradisional di Kabupaten Lebak, Banten, makin naik bahkan mencapai Rp120.000 per kilogram dari yang sebelumnya Rp105.000 per kilogram.
"Melonjaknya harga cabai merah keriting itu akibat pasokan makin berkurang," kata Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak, Orok Sukmana, di Lebak, Sabtu (14/1).
Saat ini, harga cabai di Kabupaten Lebak terus merangkak naik akibat terbatasnya produksi cabai tersebut. Produksi cabai pada Desember 2016 mencapai 103 ton dan tidak terpenuhi permintaan pasar dengan kebutuhan konsumsi sebanyak 141 ton dari penduduk 1,2 juta. Sementara itu konsumsi cabai untuk masyarakat di daerah ini mencapai 0,112 kilogram per kapita.
Karena itu, pihaknya mendatangkan cabai dari sejumlah daerah di Provinsi Jawa Barat,seperti Cianjur, Bogor dan Sukabumi. Namun, saat ini di daerah sentral produksi berkurang akibat curah hujan tinggi yang menyebabkan suhu udara lembab. Biasanya, suhu lembab itu dapat menimbulkan serangan hama maupun organisme pengganggu tanaman (OPT).
Saat ini tanaman cabai yang siap dipanen terserang hama patek sehingga petani melakukan panen lebih awal dalam kondisi hijau dan belum berwarna merah. Selain itu, permintaan pasar meningkat untuk kebutuhan restoran, rumah makan, rumah tangga, dan pesta pernikahan.
"Saya kira melonjaknya harga cabai akibat terbatasnya produksi sehingga tidak memenuhi permintaan pasar," katanya.
Pengamat masalah pertanian Dr. Ir. Gede Sedana, MSc mengatakan perlunya berbagai upaya dan terobosan untuk menjaga kestabilan harga cabai di pasaran.
"Kebijakan dan terobosan itu sangat penting, mengingat hampir setiap tahun masyarakat di Indonesia dihebohkan dengan kenaikan harga cabai," kata Dr Gede Sedana yang juga Dekan Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra Denpasar, Kamis (19/1).
Ia mengatakan, diperlukan adanya identifikasi faktor penyebab naiknya harga cabai di pasaran, baik dari sisi produsen (petani), pedagang perantara dan konsumen.
Dari sisi produsen, kata dia, produksi cabai pada beberapa bulan terakhir ini semakin berkurang akibat faktor cuaca yang tidak mendukung.
"Anomali cuaca, terutama turunnya hujan mengakibatkan panen cabai tidak maksimal, bahkan mengalami gagal panen," ujar Gede Sedana.
Selain itu, ditambah pula dengan intensitas sinar matahari yang terbatas sehingga mengakibatkan produktivitas cabai menurun. Ia juga mengatakan serangan hama dan penyakit, misalnya hama thrips dan lalat juga mengakibatkan menurunnya produktivitas dan kualitas cabai.
"Rendahnya produksi juga akibat tidak adanya perencanaan produksi yang komprehensif atau semesta di tingkat petani," ujar Gede Sedana.
Gede juga mengatakan, penurunan produktivitas cabai yang disertai dengan adanya permainan spekulan seperti tengkulak yang ikut bermain dalam pasar cabai juga menyebabkan posisi tawar petani lemah dalam menentukan harga pasar.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto