tirto.id - Perhelatan Golden Globe Awards ke-76 memang sudah usai, namun perdebatan antar penggemar apakah A Star is Born lebih pantas menang ketimbang Bohemian Rhapsody masih berlanjut. Alih-alih ikut terlibat dan berpihak pada salah satu kubu, salah satu warga net William Fleetwood mengaku tak tertarik menonton penghargaan ini. Menurut Fleetwood, Golden Globe Awards hanya ajang untuk menunjukkan betapa egoisnya para selebriti.
Berbeda dengan Fleetwood, warga net yang lain Nick Bernstein justru menonton acara penghargaan tersebut. Tak lama kemudian dia menulis cuitan, “Menonton Golden Globes rasanya seperti menonton Game of Thrones. 'Siapa dia? Lo, kenapa dia di sini lagi? Dari mana mereka menemukan orang-orang keren ini? Kenapa Boromir di sini?' Saya tak menonton banyak film.”
Keengganan Fleetwood dan kebingungan Bernstein menjadi alasan mengapa acara penghargaan kurang diminati. Ini terbukti saat Golden Globe Awards, seperti diwartakan Hollywood Reporter,hanya mampu meraih 5.2 rating dan 19 juta penonton.
Jika dibandingkan tahun lalu, rating Golden Globe Awards turun sekitar 10 persen. Penurunan rating ini semakin menegaskan bahwa minat anak muda dan orang dewasa pada acara penghargaan mulai surut.
Tak hanya Golden Globe Awards yang memasuki masa sepi peminat. Grammy Awards dan Emmy Awards juga mengalami penurunan yang signifikan sejak beberapa tahun lalu.
Rating Grammy Awards 2018 turun hingga 24 persen hingga menjadi pagelaran Grammy tersepi dalam kurun waktu sepuluh tahun.
Pada Emmy Awards, statistik menunjukkan angka yang lebih sadis. Penghargaan untuk insan pertelevisian Amerika ini hanya mampu memperoleh rating 2.4 dan 10 juta penonton, lebih rendah 10 persen dari tahun 2017.
Penurunan jumlah penonton terjadi sejak acara penghargaan tak lagi menawarkan prestise bagi pemenangnya. Dari tahun ke tahun, jumlah acara penghargaan meningkat dengan pemenang yang nyaris sama. Guardian menyebutkan industri hiburan Amerika menggelar 14 pagelaran dalam satu tahun sehingga membuat penonton kian jenuh.
Amber Dowling selaku Presiden Television Critics Association pun membenarkan hal tersebut. Menurutnya, semakin banyak acara penghargaan, semakin murah pula pengalaman melihat pemenang bagi penonton.
Tak mengetahui para nominator juga menjadi alasan lain fenomena ini. Dari survei yang dilakukan Katz Media Group pada 2017 silam, 50 persen responden mengaku tak pernah menonton serial-serial yang masuk nominasi Emmy Award. Padahal, bagi pengguna Netflix, beberapa serial tersebut masuk dalam jajaran terpopuler.
“Rating acara penghargaan meningkat saat ada nominator yang berasal dari kalangan yang sama dengan penonton. Selain itu, saya rasa, meski ketertarikan menonton Emmy sudah turun, tapi acara-acara yang masuk nominasi masih punya sedikit penonton untuk dibandingkan dengan acara-acara di internet,” kata editor Gold Derby Tom O’Neil.
Internet memegang kendali yang besar dalam menurunkan perhatian penonton acara penghargaan. Jika melewatkan acara atau hanya ingin melihat bagaimana para selebriti berbusana, orang dengan mudah bisa menontonnya lewat platform seperti Youtube. Televisi menawarkan durasi yang panjang dan tak bisa diputar sesuka hati sehingga orang akan bosan.
Partisipasi penonton terhadap siapa yang pantas menjadi pemenang atau siapa yang pantas mengisi acara menjadi solusi yang ditawarkan Dowling.
Namun, dia berharap pembaruan ini tak bersifat radikal. Alih-alih membawa kebijakan Trump sebagai bahan cemoohan untuk mengangkat rating, panitia seharusnya memberi ruang untuk keberagaman supaya bisa menarik penonton.
“Tentu saja tidak dengan menyandingkan Justin Bieber bersama Stephen Colbert untuk memandu acara. Buat acara penghargaan menjadi lebih energik dengan durasi yang lebih pendek dan suguhkan pemenang yang diinginkan penonton,” pungkas Dowling dilansir RottenTomatoes.
Editor: Yulaika Ramadhani