tirto.id - Saat Piala Dunia U-20 dihelat di Indonesia pada Mei hingga Juni 2021 mendatang, bisa dipastikan Tri Rismaharini sudah tidak menjabat sebagai wali kota Surabaya. Duduk di tampuk kepemimpinan sejak Februari 2016, periode pemerintahan dia di Kota Pahlawan bakal berakhir 2020 mendatang. Tanggung jawab untuk menjaga pelaksanaan kegiatan tersebut—jika nantinya jadi dihelat di Surabaya—sudah tidak sepenuhnya berada di tangan Risma.
Kendati demikian, nyatanya hal itu tidak menghalangi ambisi Risma untuk berbenah menyiapkan Kota Pahlawan sebagai tuan rumah yang layak.
Di sisa masa jabatan, politikus PDIP ini menegaskan komitmen dia untuk menggodok infrastruktur dan segala prasyarat agar nanti Surabaya terpilih sebagai satu dari delapan lokasi tuan rumah.
“Walaupun tidak mudah, tapi saya akan handle sendiri bagaimana supaya laporan yang saya berikan itu bisa meyakinkan FIFA,” ujar Risma seperti dilansir laman resmi Pemkot Surabaya.
Pekerjaan untuk berbenah menurut Risma, sudah dimulai sejak Oktober ini. Perempuan kelahiran 20 November 1961 ini mencanangkan enam bulan sebagai rentang kerja Pemkot Surabaya untuk memastikan segala persiapan rampung.
“Lalu kalau soal anggaran, mulai saat ini sampai 10 November ada pembahasan APBD, nanti kami masukkan anggarannya ke situ,” jelas Risma.
Menurut Risma, membangun infrastruktur sepakbola dengan APBD bukanlah masalah sepanjang angkanya masih dapat dipertanggungjawabkan. Apalagi pembangunan ini akan bermanfaat untuk jangka panjang, bukan semata berhenti demi gelaran 2021 mendatang.
Dia juga siap melakukan lobi-lobi ke kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk mempercepat pembangunan akses jalan dan transportasi menuju Stadion Gelora Bung Tomo (GBT).
“Saya akan menghadap menteri PUPR untuk membantu percepatan akses ini, termasuk PT Pelindo untuk [pembangunan] fly over,” ujar Risma.
Kenapa Surabaya Berhasrat Besar?
Surabaya, sejak awal memang jadi salah satu kota yang paling ambisius untuk menjadi yang terbaik di antara calon-calon tuan rumah lain. Bahkan sebelum Indonesia resmi ditunjuk sebagai tuan rumah, Risma sudah berkali-kali menjalin komunikasi dengan Sekjen PSSI, Ratu Tisha Destria terkait kemungkinan menjadi tuan rumah utama.
Dua perempuan ini bahkan sempat bertatap muka langsung lewat sebuah pertemuan yang dihelat di balai kota Surabaya, Kamis (10/10/2019).
“Ini sinergi yang sangat baik,” kata Tisha di usai pertemuan tersebut.
Dalam pernyataan resminya, Risma sendiri mengatakan tidak ada maksud terselubung di balik keinginan hasratnya menjadikan tuan rumah utama. Semua, kata Risma, murni didasari karena pandangan “orang-orang Surabaya sangat ingin menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022.”
“Makanya kami siapkan semuanya dengan matang,” imbuh presiden United Cities and Local Government (UCLG) tersebut.
Alasan yang sama juga dilontarkan Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, Eri Cahyadi. Pria yang jadi tangan kanan Risma dalam proses pembangunan infrastruktur di Surabaya ini, mengatakan instansinya sudah menyiapkan berbagai rencana untuk menyukseskan target menjadi tuan rumah utama.
Di sisi lain, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surabaya siap mengawal proses persiapan tersebut agar berjalan sesuai koridor yang benar.
Ketua DPRD Surabaya, Adi Sutarwijono yakin lewat gelaran ini pula Surabaya bisa memaksimalkan interaksinya dengan masyarakat internasional. Dampak akhirnya, Adi meyakini roda perekonomian Kota Pahlawan akan ikut berputar.
“Karena Piala Dunia U-20 bakal menyedot kunjungan wisatawan. Termasuk para pemain, ofisial, panitia dari FIFA, media asing, dan suporter dari luar negeri akan datang. Tentu ini menggerakkan perekonomian,” tukasnya, seperti dilansir Antara.
Apa Saja yang Harus Disiapkan
Sekjen PSSI, Ratu Tisa Destria, menyambut positif antusiasme para pemangku kepentingan di Surabaya ini. “Kami memang harus bergerak bersama,” kata dia.
Kendati demikian, tugas menyiapkan berbagai prasyarat FIFA tentu bukan sesuatu yang mudah. Stadion Gelora Bung Tomo, yang dicanangkan Risma sebagai lokasi pusat pertandingan memang memenuhi sebagian besar kriteria yang diminta FIFA. Namun, ada beberapa aspek printilan kecil yang masih perlu ditingkatkan lagi kualitasnya. Terkait kursi, koneksi di stadion, serta akses jalan misalnya.
Menyoal tiga aspek yang disorot dari GBT tersebut, Risma sendiri mengatakan sudah paham. Perihal tribun misal, Pemkot Surabaya telah menyiapkan lelang untuk tribun single-seat pada awal Januari 2020 mendatang. Soal fasilitas sumber daya dan koneksi, penambahan kabel fiber optic telah dicanangkan.
Sementara terkait akses jalan, Eri Cahyadi mengagendakan lelang untuk proses pembangunannya akan dimulai pada Desember mendatang. Harapannya, per tahun depan tidak perlu lagi ada proses birokratif.
“Kalau APBD diketok 10 November, berarti kami bisa lelang di bulan Desember. Jika Desember sudah ada pemenangnya, maka Januari sudah bisa bekerja,” kata dia yakin.
Rencananya, nantinya akses jalan ke GBT juga akan ditanami tumbuh-tumbuhan untuk menonjolkan citra Surabaya sebagai kota yang asri.
Pembangunan lain yang sudah berada dalam angan-angan Pemkot adalah lapangan latihan. Jika berkaca dari regulasi FIFA, Surabaya setidaknya harus menyiapkan lima lapangan latihan untuk menunjang GBT.
Eri, mengatakan Pemkot bahkan berencana menyiapkan enam lapangan. Yakni lapangan Gelora Putra Lakarsantri, lapangan Karanggayam, lapangan Gelora 10 November, lapangan Made, dan dua lapangan lain yang akan dibangun di kompleks GBT.
“Tinggal lapangan itu nanti akan dilengkapi fasilitas standar internasional. Rumput khusus, kamar ganti, toilet, bench, dan lampu dengan daya minimal 800 watt,” paparnya.
Terakhir, jika segala infrastruktur dan upaya berjalan sesuai ekspektasi, tinggal satu hal yang diharapkan Risma dan Pemkot Surabaya dari masyarakat, yakni menjaga bersama kesan yang baik. Risma tak ingin nantinya di sepanjang gelaran Piala Dunia U-20 ada kerusuhan suporter atau gaduh-gaduh yang bisa mencoreng norma bangsa.
“Ini bukan nama Surabaya, tetapi nama negara, nama Indonesia. Jangan sampai orang luar mengira kita ini tidak mengerti aturan,” imbau Risma.
Editor: Abdul Aziz