Menuju konten utama

Genosida Rwanda

Genosida Rwanda berawal dari pembunuhan Presiden Habyarimana oleh golongan yang memprotes rencana sang presiden mempersatukan seluruh etnis di Rwanda serta pembagian kekuasaannya yang adil. Di awal tahun 1990 dirinya merintis pemerintahan yang terdiri dari tiga etnis, yaitu Hutu (85%), Tutsi (4%) dan Twa (1%). Kelompok militan mulai marah sebab Habyarimana mengangkat perdana menteri dari suku Tutsi. Pembunuhan sang presiden bukanlah puncak kekecewaan, melainkan genosida yang mengiringi setelahnya.

Genosida Rwanda
Seorang wanita mencoba menyusui anaknya di samping ratusan mayat menunggu untuk dimakamkan di sebuah kuburan massal di dekat kamp pengungsi Munigi, Rwanda. [Foto/Reuters/Corinne Dufka]

tirto.id - Sejarah kelam Rwanda terjadi di tahun 1994. Kala itu golongan ekstrimis dari Suku Hutu yang dikenal sebagai Interhamwe melakukan pembersihan suku Tutsi dan Hutu moderat. Kurang lebih 800.000 jiwa melayang hanya dalam periode 100 hari saja.

Peristiwa tersebut diawali dari pembunuhan Presiden Habyarimana oleh golongan yang memprotes rencana sang presiden mempersatukan seluruh etnis di Rwanda serta pembagian kekuasaannya yang adil. Di awal tahun 1990 dirinya merintis pemerintahan yang terdiri dari tiga etnis, yaitu Hutu (85%), Tutsi (4%) dan Twa (1%). Kelompok militan mulai marah sebab Habyarimana mengangkat perdana menteri dari suku Tutsi.

Kekhawatiran tersebut berpuncak pada pembunuhan Habyarimana dan resmi mengakhiri masa dua tahun kekuasaannya. Pasukan khusus Pengawal Presiden dengan bantuan instruktur Perancis pun segera beraksi dan bekerja sama dengan kelompok militan Rwanda, Interahamwe dan Impuzamugambi.

Mereka membantai siapa saja yang mendukung piagam Arusha tanpa memedulikan status. Ada kalangan yang menyebut bahwa korban yang jatuh lebih dari 800.000. Ada yang menyebut angka hingga satu juta. Sayang, genosida ini tak mendapatkan perhatian dunia internasional khususnya Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat. Penyebabnya klasik: Rwanda tak memiliki nilai kepentingan strategis di mata internasional.

Baca juga artikel terkait FAKTA atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan