Menuju konten utama

Gennaro Gattuso: Keras, Temperamental, dan Korban Keisengan

Bagaimana kisah Gattuso yang tempramental tapi suka diisengi sahabat dan seniornya?

Gennaro Gattuso: Keras, Temperamental, dan Korban Keisengan
Pelatih AC Milan Gennaro Gattuso berjalan di lapangan sebelum Piala Italia, pertandingan sepak bola semifinal leg kedua antara AC Milan dan Lazio, di stadion San Siro, di Milan, Italia, Rabu, 24 April 2019. (AP Photo / Luca Bruno)

tirto.id - Pada Selasa (28/5/2019), Gennaro Ivan Gattuso mengumumkan mundur dari kursi kepelatihan AC Milan mulai musim depan. Hal ini terhitung mengejutkan, sebab kontrak sang juru taktik masih tersisa hingga 2021. Belum pasti apa alasan mantan penggawa Rossoneri tersebut memutuskan mundur. Tapi, kuat dugaan hal itu dikarenakan kegagalan Milan meraih tiket ke Liga Champions musim depan.

Kendati di laga pamungkas Serie A Rossoneri menang 3-2 atas SPAL, hasil tersebut tidak cukup membantu mereka untuk finis di empat besar klasemen. Rossoneri hanya mampu berada di peringkat kelima, mengoleksi 68 poin. Bertaut dua angka dari Atalanta dan Inter Milan, dua tim terakhir dari Serie A yang lolos ke Liga Champions.

Kondisi ini cukup disayangkan mengingat dalam empat laga terakhir di Liga Italia, AC Milan meraih empat kemenangan beruntun. Alhasil musim depan, mereka bersama AS Roma yang bercokol di peringkat keenam Serie A, dan Lazio, juara Coppa Italia 2019, harus puas bermain di Liga Europa.

"Memutuskan untuk meninggalkan bangku Milan bukanlah hal yang mudah tetapi itu adalah keputusan yang harus saya buat," ujar Gattuso dalam keterangannya.

"Tidak ada momen yang tepat ketika saya memutuskan (untuk pergi), tetapi ini adalah akumulasi 18 bulan sebagai pelatih tim yang bagi saya tidak akan pernah seperti yang lain. Bulan-bulan yang saya jalani dengan penuh semangat, bulan-bulan yang tak terlupakan," terang sosok yang dahulu pernah berkarier sebagai pemain Glasgow Rangers ini.

Selama melatih Milan, klub kelima yang pernah ditanganinya usai pensiun sebagai pemain, Gattuso membawa tim tersebut menang 40 kali dalam 83 pertandingan. Sisanya adalah 23 seri dan 20 kalah. Persentase kemenangannya adalah 48,19 persen. Milan mencetak 117 gol dan kebobolan 82 kali di bawah komandonya.

Gattuso memulai karier kepelatihannya di Sion pada Februari 2013. Tiga klub lain yang pernah dilewatinya adalah Palermo, OFI Crete (Yunani), dan Pisa di Serie B. Pada Mei 2017, Gattuso ditunjuk menjadi pelatih AC Milan Primavera. Ia mengikuti jejak deretan pemain Rossoneri yang kemudian mengabdi sebagai pelatih tim U-19 tersebut, seperti Filippo Inzaghi dan Crisitian Brocchi.

Kesempatan Gattuso menangani tim senior AC Milan datang setelah Vincenzo Montella dipecat pada 27 November 2017. Namun, kini setelah 18 bulan berlalu, Gattuso memilih mengakhiri perjalanannya itu. “Keputusan saya adalah pilihan yang menyakitkan tetapi bijaksana. Apakah saya melepaskan kontrak dua tahun? Ya, karena kisah saya dengan Milan tidak pernah berkaitan dengan uang," papar Gattuso.

Gattuso memang masih berhak menerima gaji yang sejumlah 11 juta euro (Rp177,1 miliar), sebab kontraknya baru akan habis pada Juni 2021 mendatang. Namun, sebagaimana yang diucapkannya, kisah Gattuso dengan Milan tidak pernah berkaitan dengan uang. Maka dari itu, ia pun “menyumbangkan” sisa gajinya tersebut kepada para stafnya agar mereka juga bisa ikut menerima kompensasi.

Tak lama berselang usai mengumumkan mundur, La Repubblica mengabarkan jika Sampdoria dan Newcastle hendak merekrutnya. Khusus ‎I Blucerchiati, konon direktur olahraga mereka, Antonio Romei, sudah sempat mengontak Gattuso beberapa bulan sebelumnya.

Berkelahi dengan Joe Jordan, Dikerjai Pirlo dan Gazza

Ketika masih aktif di lapangan hijau, Gattuso dikenal sebagai pemain tempramental yang kerap berjibaku dalam merebut bola. Sebab itulah ia kemudian dijuluki ‘Rino’ (ditulis tanpa huruf H) atau ‘Badak’. Namun demikian, siapa sangka jika Rino justru acap dikerjai kawan-kawannya?

Dari sekian banyaknya aksi beringas Gattuso, salah satu yang paling mudah diingat adalah ketika ia berseteru dengan Joe Jordan, asisten pelatih Harry Redknapp, kala Milan menghadapi Tottenham Hotspur di San Siro dalam leg pertama babak 16 besar Liga Champions musim 2010/2011.

Laga mulai panas sejak menit 55, ketika Mathieu Flamini melayangkan tekel keras kepada Vedran Corluka hingga kaki pemain asal Kroasia berdarah dan mesti ditandu keluar lapangan. Ajaibnya, Flamini lolos dari kartu merah. Spurs kemudian berhasil mencuri gol tandang lewat Peter Crouch pada menit ke-80. Dalam keadaan tertekan, Milan makin bermain tak karuan.

Perseteruan Gattuso dengan Jordan berlangsung dua kali. Pertama ketika permainan masih berlangsung, keduanya terlibat perdebatan sengit dan Gattuso sempat menghempaskan leher Jordan. Yang kedua ketika pertandingan berakhir. Kali ini, dengan bertelanjang dada, Gattuso menanduk kepala Jordan, sebelum akhirnya dipisahkan oleh orang-orang yang ada.

Kendatipun kala itu Gattuso tampak begitu beringas, ia disebut telah berurusan dengan orang yang salah. Pertimbangannya, Jordan sendiri merupakan orang yang juga suka membuat masalah, baik ketika bermain maupun setelah menjadi asisten pelatih. Tak heran, The Times memasukkannya di urutan 34 dalam daftar pemain yang terkenal temperamental dalam sejarah sepakbola.

Infografik Si badak Gattuso

Infografik Si badak Gattuso. tirto.id/Quita

Jika ada orang yang bisa menjinakkan Gattuso, maka ia adalah Andrea Pirlo. Si Badak dan Pirlo telah saling mengenal sejak di timnas Italia U-15 dan terus bermain hingga meraih trofi Piala Dunia 2006 di level senior. Di Milan, keduanya juga bergelimang gelar. Secara pribadi, Gattuso tak pernah segan memuji sahabatnya tersebut setinggi langit.

2017 lalu, misalnya, ketika Pirlo mengumumkan pensiunnya, Gattuso sempat ditanya apakah ia telah berhasil membuat pemain berjuluk L'Architetto tersebut menjadi pesepakbola yang lebih baik. Gattuso menjawab pertanyaan tersebut, sebagaimana dilansir Football Italia, tanpa tedeng aling-aling:

“Jangan bicara sembarangan, jangan bandingkan Nutella dengan kotoran. Saat saya melihatnya bermain saya pernah berpikir untuk mengganti profesi saya (Gattuso sempat bercita-cita menjadi nelayan, sekarang ia punya toko ikan, red). Tidak hanya soal kualitas, tapi dia seperti seekor binatang yang bisa berlari 1000 meter sejak dulu, dia punya kualitas atletik yang baik, sehingga tak heran ia bisa bermain sampai usia saat ini (38 tahun)."

Namun demikian, persahabatan antara mereka tidak hanya sebatas puji memuji. Di luar lapangan, Rino adalah objek favorit Pirlo untuk dikerjai. Untuk hal ini, lagi-lagi Gattuso menjawabnya dengan seeksplisit mungkin:

“Di ruang ganti? Dengan segala hormat kepada ibunya, dia adalah bajingan besar! Dia mengerjaiku selama berbulan-bulan, dia sangat lucu. Mungkin Anda melihatnya berwajah malaikat, tapi sebenarnya dia bajingan. Selalu membuat kelucuan dan memecah suasana. Tapi saya memukulinya lebih sering daripada Bud Spencer memukuli Terrence Hill (tokoh dalam film Watch Out, We`re Mad!)."

Segala keisengan Pirlo terhadap Gattuso dituangkannya ke dalam otobiografinya, I Think Therefore I Play. Salah satu kisah dalam buku yang terbit tahun 2013 tersebut adalah ketika Pirlo mengirimkan pesan palsu kepada Ariedo Braida, general manajer Milan kala itu, melalui ponsel milik Rino. Pirlo rupanya "dendam" karena Gattuso telah memukulnya --tentu dalam konteks bercanda. Saat itu, Gattuso sedang menantikan kontrak baru dari Milan.

"Saya menulis, ‘Kepada Ariedo, jika kamu memberi apa yang saya inginkan, kamu bisa ambil adik perempuan saya,’" tulis Pirlo.

Namun Gattuso keburu memergoki pesan itu sebelum Ariedo membacanya. "Jika mengingatnya, sayang sekali pesan itu gagal dikirim."

Sosok lain yang kerap mengerjai Gattuso adalah Paul ‘Gazza’ Gascoine, legenda Inggris yang pernah menjadi senior Rino kala ia bermain untuk Glasgow Rangers. Tidak seperti Pirlo yang berwajah malaikat namun berperilaku bajingan, Gazza adalah sosok yang memang urakan luar dalam.

Gattuso didatangkan ke Rangers dari Perugia pada April 1997. Saat itu usianya masih 19 tahun, namun perangainya yang keras sudah tampak jelas. Hanya saja, di hadapan Gazza yang kala itu sudah menjadi sosok berpengaruh bersama Brian Laudrup dan Jonas Thern, Gattuso tetaplah hanya anak muda yang tidak tahu apa-apa. Terlebih, ia juga belum bisa berbahasa Inggris. Sebab itulah, nasibnya kerap berakhir sebagai korban keisengan Gazza.

Keisengan paling epik yang pernah dilakukan Gazza terhadap Gattuso terjadi di hari-hari pertama pemain Italia itu berlatih di Ibrox Stadium. Dalam wawancara yang dipublikasi oleh akun Youtube 2AngryMen TV pada Juni 2017, Gattuso mengungkapkan bagaimana seniornya itu pernah menaruh kotorannya di celana dalam dan kaos kaki milik sang junior.

“Dia melakukannya ketika saya sedang mandi. Setelah selesai dan hendak berpakaian, saya mencium bau busuk. Dan ternyata itu bau taiknya!”

Baca juga artikel terkait GATTUSO atau tulisan lainnya dari Eddward S Kennedy

tirto.id - Olahraga
Penulis: Eddward S Kennedy
Editor: Nuran Wibisono