tirto.id - Gempa susulan kembali dengan kekuatan 4,5 SR terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Selasa (7/8/2018) siang ini pukul 13.01 WIB. BMKG melaporkan, episenter gempa berlokasi di darat sekitar 27 kilometer barat laut Lombok Utara atau pada koordinat 8.34 LS 116.03 BT.
Meski demikian, gempa yang berada di kedalaman 11 kilometer tidak berpotensi tsunami. Selain di Lombok Utara, getaran gempa juga dirasakan kuat hingga Mataram dan Lombok Tengah, namun lemah di wilayah Denpasar.
Lombok Utara sebelumnya juga dilanda gempa susulan berkekuatan 4,1 SR pagi ini sekitar pukul 07.13 WIB. Pusat gempa berada di laut sekitar 23 kilometer barat laut Lombok Utara dengan kedalaman 10 kilometer.
Gempa besar sebelumnya mengguncang Lombok Timur dengan kekuatan 7,0 SR pada Minggu (5/8/2018) pukul 18.46 WIB. Peristiwa yang terjadi di kedalaman 15 kilometer dengan pusat gempa di darat 18 kilometer barat laut Lombok Timur itu menimbulkan ratusan korban jiwa.
"Hingga Selasa pukul 11.00 WIB, jumlah korban meninggal dunia 105 orang. Terbanyak dari Kabupaten Lombok Utara 78 orang," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa.
Selain dari Lombok Utara, korban meninggal dunia lainnya ditemukan di Kabupaten Lombok Barat (15), Kota Mataram (4), Kabupaten Lombok Timur (3), Kabupaten Lombok Tengah (2), dan Kota Denpasar (2).
Jumlah sementara korban luka-luka 236 orang dan ribuan rumah rusak, serta ribuan orang lainnya mengungsi. "Ini data sementara, kemungkinan bisa bertambah karena pendataan masih dilakukan," kata Sutopo.
Sementara itu, gempa-gempa susulan masih terus terjadi di wilayah tersebut sehingga masyarakat diimbau mewaspadai bangunan roboh.
Meski masih terjadi gempa susulan, masyarakat diharapkan tetap tenang dan tidak terlalu cemas. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menuturkan, munculnya gempa bumi susulan merupakan mekanisme alam guna menghabiskan energi gempa yang masih tersisa.
“Dengan demikian setelahnya batuan atau lempeng bumi kembali dalam kondisi stabil,” kata Dwikorita menambahkan.
Editor: Yuliana Ratnasari