tirto.id - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai pemerintah telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dengan memblokir akses internet di Papua dan Papua Barat. Menurut Fahri, alasan pemblokiran internet itu tidak masuk akal apabila hanya ingin menangkal informasi hoaks.
"Metode blokir internet dalam merampas kebebasan orang untuk berkomunikasi itu merupakan pelanggaran HAM. Itu enggak boleh dibiarkan," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2019).
Dari pada memblokir, Fahri menyarankan agar pemerintah pusat turun langsung menemui masyarakat Papua dan menenangkannya. Permintaan maaf, kata Fahri juga harus dilakukan apalagi ada unsur rasialisme pada masalah Papua kali ini.
"Pemerintah itu harus gentlemen. Jangan ada tiap kekacauan, terus blokir, ada kekacauan, blokir. Ngomong dong, hadapi rakyat, orang perlu kehadiran Anda, perlu kehadiran muka Anda, muka Anda itu yang bikin rakyat tenang," katanya.
Fahri menambahkan, masyarakat seharusnya berani menegur pemerintah terkait tindakan tersebut. Ia pun mendesak agar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) kembali membuka pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat secepatnya.
"Ada metode dalam kerja pemerintah yang sudah salah. Ngeblokir-blokir, memang harusnya dari dulu kita tegur, cuma kita sering ditakutin, 'wah ini bakal rusuh lagi'. Rusuh itu karena negara enggak hadir. Kalau negara hadir selesai. Hadapi, peluk minta maaf kalau ada yang salah," tegasnya.
Pelambatan (throttling) dan pemblokiran jaringan internet di Papua dan Papua Barat tak berpengaruh terhadap tren pembicaraan terkait Papua di media sosial. Hal itu disampaikan Ismail Fahmi, pendiri Drone Emprit--mesin untuk menganalisis media sosial.
Dalam melakukan analisanya, Ismail menggunakan media sosial Twitter untuk mengamati narasi-narasi yang berkembang setelah kerusuhan di Papua. Fahmi mengatakan kata kunci "West Papua" ramai diperbincangan di dunia internasional. Bahkan, kata dia, tren pembicaraan soal Papua meningkat setelah ada pelambatan dan disusul pemblokiran internet di sana.
"West Papua trennya tetap tinggi, habis diblokir makin tinggi karena mereka tidak di Papua," jelas Ismail kepada reporter Tirto, Senin (26/8/2019).
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara tak mau ambil pusing dengan dampak pelambatan maupun pemblokiran internet di Papua. Ia menyerahkan sepenuhnya risiko tersebut kepada aparat penegak hukum
“Ya. pasti teman-teman penegak hukum lebih mengerti," kata Rudiantara saat ditemui di kantor Kominfo, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Rudiantara tidak menjawab spesifik kapan pemblokiran internet di Papua akan dicabut. Ia mengatakan Kominfo masih menunggu hasil koordinasi dengan Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam).
"Saya harus bicarakan dengan stakeholder dari sektor penegak hukum. Mudah-mudahan bisa cepat, saya inginnya juga cepat,” imbuhnya.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Alexander Haryanto