tirto.id - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menuntut KPK untuk memperlihatkan bukti nyata akan adanya mega korupsi yang digembar-gemborkan KPK selama ini. Ia menyangsikan penetapan tersangka oleh KPK terhadap Ketua DPR RI Setya Novanto kemarin, Senin (17/7/2017).
Pada kasus e-KTP ini, KPK mendata bahwa Marzuki Alie sebagai Ketua DPR periode 2014-2019 mendapat kucuran dana Rp20 miliar, dan Novanto sebagai ketua fraksi sebesar Rp 1,2 triliun. Inilah yang menjadi kesangsian bagi Fahri.
"(Kalau benar ada korupsi e-KTP) Ketua DPR harusnya terima lebih banyak," jelasnya.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah merasa aneh dengan banyaknya nama anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang masuk ke dalam daftar penyelidikan KPK. Hal ini diutarakan Fahri Hamzah di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta (Selasa,18/7/2017).
Adanya alat bukti yang disebut dimiliki oleh KPK tidak cukup kuat karena Fahri tidak melihat adanya bukti nyata tersebut. "Saya sampai sekarang bingung nenteng uang Rp 1,2 triliun, 10 juta aja ketangkep," pungkasnya.
Politisi PKS ini mengakui bahwa anggota DPR yang namanya disebut dalam skandal kasus korupsi e-KTP yang ditaksir mencapai Rp2,3 triliun memang sangat banyak. Namun menurutnya, selama ini nama-nama tersebut cenderung tidak bertambah dan hanya berkutat di beberapa pihak saja. Fahri menilai bahwa nama tersebut tidak akan menjadi terdakwa korupsi.
"Saya punya keyakinan lain. Ini gak ada apa-apa sebenernya," katanya.
Penetapan status tersangka oleh KPK terhadap Setya Novanto pada hari Senin(17/7) kemarin dirasa Fahri tidak akan berpengaruh banyak pada kinerja DPR sekarang. Fahri menuturkan bahwa untuk sementara, Setya Novanto tidak bisa mewakili Indonesia untuk urusan ke luar negeri dan akan digantikan oleh Wakil Ketua di DPR. Namun, Fahri tetap menekankan bahwa KPK perlu tindakan yang lebih tegas.
"Ini perlu pembuktian," ujarnya.
Fahri juga menyesali adanya penetapan tersangka yang membuat banyaknya wartawan yang biasanya berkutat di KPK. Fahri mengaku bahwa banyak wartawan KPK yang datang ke DPR dan seakan berperan sebagai perpanjangan tangan penyidik KPK di DPR.
Menurutnya, wartawan KPK hanya menambah keterangan dari penyidik tanpa menjalankan proses jurnalistik yang baik. "Saya eneg lihat wartawan KPK," jelasnya.
Ketua Harian Partai Golkar, Nurdin Halid menambahkan bahwa sampai saat ini, posisi Ketua Umum Setya Novanto masih belum bergeser. Pihaknya belum memutuskan siapa yang akan menjadi pengganti dari Novanto karena menunggu penetapan resmi dari KPK. Ia mengaku bahwa Partai Golkar akan tetap mengikuti proses hukum yang berlaku.
"Yang pasti Golkar sangat patuh menghargai dan akan ikuti segala proses hukum baik di DPR, proses politik ataupun di KPK," terangnya sebelum mengikuti rapat pleno perdana fraksi Golkar di Nusantara 1.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri