tirto.id - Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyatakan kekecewaannya pada sikap Aung San Suu Kyi yang bungkam atas kekerasan kemanusiaan di negaranya oleh militer Myanmar kepada minoritas Rohingya. Ia pun menyerukan agar hadiah nobel perdamaian yang diterima oleh Suu Kyi agar dicabut.
"Sebenarnya (Suu Kyi) tidak pantas dia menyandang sebagai orang yang menerima hadiah nobel di bidang perdamaian," kata Fadli di Komplek DPR Senayan, Selasa (5/9/2017).
Fadli pun beranggapan, sebagai penerima hadiah nobel perdamaian Suu Kyi tidak hanya bertanggungjawab atas perdamaian di negaranya saja, melainkan juga di dunia internasional.
"Bagaimana dia mau ikut dalam perdamaian dunia kalau di wilayahnya sendiri dia secara de facto berkuasa tapi tidak mampu melakukan itu," kata Fadli.
Selain itu, Fadli juga meminta kepada pemerintah Indonesia agar bisa berperan mengonsolidasikan negara-negara ASEAN dalam upaya mengatasi kekerasan kemanusiaan terhadap etnis Rohingya.
Pasalnya, menurut Fadli, Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara dan memiliki peran besar untuk mampu melakukan hal itu. Namun, Fadli menyayangkan sikap pemerintah Indonesia yang dinilainya lamban dalam mengatasi persoalan itu karena baru mampu sebatas memberi pernyataan tanpa turun langsung ke Myamnar.
"Jadi peran Indonesia sangat minimalis dalam persoalan Rohingya. Bahkan bisa dibilang kalah dibandingkan civil society yang membangun rumah sakit, membangun sekolah yang berada di garis depan di Myanmar," kata Fadli.
Pernyataan Fadli ini berbanding terbalik dengan tindakan Menlu Retno Marsudi. Sebagai satu-satunya negara yang diberi kesempatan untuk mengakses persoalan Rohingya oleh pemerintah Myanmar, Retno telah bertemu dengan Pemimpin De Facto Myanmar Aung San Suu Kyi Senin kemarin (4/9).
Salah satu pembahasan Menlu Retno saat bertemu Suu Kyi adalah agar pemerintah Myanmar mengimplementasikan rekomendasi dari Advisory Comission Mantan Sekjen PBB Kofi Annan.
Dalam rekomendasi tersebut, salah satunya adalah meminta kepada pemerintah Myanmar untuk membuka akses kepada negara-negara di Asia Tenggara dan kepada ASEAN sebagai organisasi regional supaya bisa terlibat aktif menyelesaikan krisis kemanusiaan di Rakhine.
Baca:
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto