tirto.id - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, menilai penyadapan belum memiliki peraturan yang sangat baku. Ia menambahkan penyadapan yang dilakukan sembarangan adalah bentuk dari kriminalitas.
"Kalau ada yg melakukan penyadapan ilegal jelas itu kriminal. Ini merusak demokrasi dan hak asasi manusia. Tapi kita akan melihat ini secara proporsional sejauh mana," kata Fadli seusai menghadiri acara ulang tahun Partai Gerindra di Jakarta Selatan, Senin (6/2).
Semuanya bermula saat persidangan kasus dugaan penistaan agama yang menyeret nama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Selasa (31/1) lalu. Kuasa hukum Ahok, Humphrey Djemat, kala itu mengaku memiliki bukti soal komunikasi antara Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin. Sehari setelahnya (1/2), SBY langsung mengadakan konferensi pers dan merasa alat komunikasinya telah disadap.
Setelah itu, fraksi dari Partai Demokrat pun mengajukan hak angket untuk menyelidiki dugaan penyadapan tersebut. Namun Fadli sendiri mengaku masih belum melihat draft yang telah diajukan. Fadli menambahkan dirinya tidak ingin urusan penyadapan menjadi hal yang dibesar-besarkan.
"Kita ingin lihat secara keseluruhan draftnya, biar kita bisa koreksi UU terkait. Kita juga tidak ingin ada penyadapan-penyadapan, tapi kita juga tidak ingin masalah ini kemudian menjadi persoalan yang terlalu dibesar-besarkan. Jadi proporsional aja," tambah Fadli.
Menanggapi isu penyadapan itu, Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto menganggap hal tersebut sah saja untuk dilakukan dan identik dengan kepentingan.
"Disadap juga nggak apa-apa. Iya kan? Zaman sekarang semua orang pasti nyadap. Yang punya kekuasaan pasti nyadap, iya kan. Ya kita kalau bicara yang benar ya nggak apa-apa, saya tahu kalau saya juga disadap. Yang penting jangan selalu mencari konflik kalau menurut saya," kata Prabowo.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Damianus Andreas