Menuju konten utama

Elsam Kritisi Isi Pasal dalam RUU Pertahanan dan Keamanan Siber

Elsam mengkritik isi RUU Keamanan dan Ketahanan Siber karena bermasalah seperti definisi keamanan siber hingga kebebasan berekspresi dalam membuat konten.

Elsam Kritisi Isi Pasal dalam RUU Pertahanan dan Keamanan Siber
Ilustrasi serangan cyber. REUTERS/Kacper Pempel

tirto.id - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mengkritik Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU Keamanan dan Ketahanan Siber) yang tengah digodok pemerintah dan DPR. Direktur Riset Elsam Wahyudi Djafar mengatakan, RUU Keamanan dan Ketahanan Siber yang dirancang saat ini masih memiliki permasalahan apabila disahkan.

Salah satu masalah yang masih dibincangkan adalah pendefinisian keamanan siber dalam RUU. Padahal, para pakar maupun lembaga yang membidangi urusan siber belum bersepakat soal definisi keamanan siber.

"Sampai saat ini penulisan cyber security disambung atau dipisah saja masih menuai perdebatan apalagi kemudian definisi soal apa itu keamanan siber," kata Wahyudi di Kampus Atma Jaya, Jakarta pada Kamis (5/9/2019).

Wahyu menjelaskan, definisi siber dan keamanan siber dalam RUU itu cenderung limitatif. Ia beralasan, ruang lingkup yang diatur dalam definisi siber dan keamanan siber hanya sampai kecerdasan artifisial. Ia tidak memungkiri kecerdasan artifisial memang merupakan inovasi paling mutakhir dari teknologi digital. Namun, dalam beberapa tahun ke depan pasti ada inovasi yang lebih maju lagi. Ia khawatir, definisi yang limitatif justru mengancam inovasi teknologi digital di dalam negeri.

Selain itu, definisi ancaman dalam rancangan beleid ini pun mengacu pada definisi ancaman dalam undang-undang Intelijen. Padahal, Wahyu menilai, tujuan dari UU Intelijen dan UU Keamanan dan Ketahanan Siber sama sekali berbeda.

Selain itu, RUU juga memuat tentang pengaturan konten yang dianggap ancaman mencakup konten yang destruktif dan negatif. Namun, tak ada definisi yang jelas soal konten destruktif dan negatif.

"Artinya dengan alasan ini konten-konten tertentu yang secara subjektif dianggap destruktif atau negatif itu bisa dilakukan pembatasan," ujar Wahyu.

Wahyu pun menilai pemerintah mendapat kewenangan yang sangat luas di dalam ruang siber warganya. Hal ini kemudian menimbulkan kekhawatiran soal perlindungan data pribadi dan komunikasi pribadi publik.

Wahyu juga khawatir RUU Keamanan dan Ketahanan Siber justru menganggap pengembangan persenjataan siber sebagai ancaman. Padahal, di masa depan persenjataan siber akan jadi alat utama pertahanan negara.

Selain itu, pengaturan itu juga bertentangan dengan undang-undang Industri Pertahanan yang mengatur soal pengembangan industri bidang pertahanan dan keamanan, termasuk persenjataan siber.

"Ketika dia dianggap sebagai ancaman oleh undang-undang ini lalu bagaimana kita akan mengembangkan persenjataan siber?" tutur Wahyu.

Baca juga artikel terkait RUU KEAMANAN DAN KETAHANAN SIBER atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Andrian Pratama Taher