tirto.id - Wakil Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Kombes Agus Nugroho mengatakan polisi akan menyelidiki motif penemuan ribuan e-KTP yang tercecer di kawasan Jalan Bojong Rangkong, Pondok Kopi, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, Sabtu (8/12).
“Kami bekerja sama dan bersepakat dengan Kemendagri untuk menangani perkara ini. Kami akan menindak tegas oknum yang melakukan kejahatan terhadap dokumen negara,” ujar Agus di Kantor Bareskrim Polri, Senin (10/12/2018).
Pada saat yang sama, polisi sedang menangani sejumlah kasus penjualan blangko e-KTP yang sebelumnya terjadi di beberapa tempat.
Untuk kasus penjualan blangko e-KTP melalui media toko online di Rajabasa, kepolisian telah menangkap pelaku, yakni DID. Untuk kasus penjualan blanko e-KTP di Bekasi, hasil penyelidikan kepolisian menemukan pelaku hanya menyediakan jasa pengurusan KTP, STNK, BPKB, dan sertifikat. Sedangkan pada kasus di Pasar Pramuka, kata Agus, KTP yang dijual di sana merupakan KTP yang tidak berlaku lagi.
Perkara terakhir yang terjadi di Duren Sawit, kepolisian menemukan 63 e-KTP rusak dan tidak berlaku lagi. Kartu itu keluaran tahun 2011, 2012 dan 2013.
Kemunculan dua kasus e-KTP dalam sepekan sempat membuat sejumlah orang khawatir. Sebab, ada potensi e-KTP tersebut disalahgunakan.
Namun, Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengaku kementeriannya sudah menyiapkan sejumlah langkah internal dan eksternal untuk mengantisipasi pemalsuan dan penyalahgunaan e-KTP.
Untuk langkah internal, Dukcapil akan memperkuat jajarannya hingga ke tingkat daerah. Semua blangko yang tidak terpakai, termasuk fisik e-KTP yang rusak, akan dimusnahkan dengan cara dipotong.
"Prosedur ini akan terus kami kontrol dan terapkan," kata Zudan, Senin siang.
Sedangkan cara eksternal yang akan dilakukan Dukcapil adalah dengan mengajak masyarakat mengadu bila menemukan e-KTP palsu.
"Jika ada oknum yang membuang KTP, segera dilaporkan," ujarnya.
Zudan menganjurkan lembaga pelayanan publik menggunakan card reader sebagai alat pembaca e-KTP untuk mengetahui keaslian e-KTP. Dikemukakannya, bahwa card reader merupakan alat yang tidak bisa dipisahkan dari keberadaan e-KTP.
"Kebocoran data bisa dilihat dari traffic keluar-masuk data Dukcapil. Tidak ada data yang keluar secara ilegal,” ucap Zudan.
Perlunya UU Data Pribadi
Anggota Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Unggul Sagena mengatakan dua langkah yang dilakukan Dukcapil dirasa belum cukup. Unggul mengatakan, pemerintah seharusnya bisa mengantisipasi kebocoran dan pemalsuan data e-KTP dengan menyediakan aplikasi verifikasi keaslian KTP dan membuat Undang-undang perlindungan data pribadi.
Temuan ribuan e-KTP yang tercecer di Pondok Kopi dan beberapa tempat lain sebelumnya, kata Unggul, menunjukkan selama ini pemerintah hanya bersikap pasif menunggu kejadian. Pemerintah seharusnya menyadari e-KTP rentan dipalsukan dan disalahgunakan.
"Pemerintah dapat menyertakan perlindungan hukum dan mengedukasi masyarakat soal kebijakan tersebut," kata Unggul kepada reporter Tirto.
Unggul juga menilai masyarakat perlu berpartisipasi. Caranya dengan tidak sembarangan memberikan data pribadi seperti nama, alamat, nomor telepon, dan sebagainya.
“Ketika data muncul di publik, akan ada oknum ‘jahat’ yang memanfaatkan data tersebut untuk membuat satu kartu identitas baru yang bisa digunakan untuk berbagai tujuan. Maka, masyarakat jangan lalai, harus berhati-hati untuk urusan data pribadi,” kata Unggul.
Penulis: Abul Muamar
Editor: Abul Muamar