tirto.id - Amerika Serikat dan Filipina telah menjalin hubungan bilateral sejak 1951. Namun, baru-baru ini hubungan keduanya terancam berakhir karena komentar Duterte terhadap Obama.
Presiden Rodrigo Duterte kembali beraksi. Setelah kemarin Duterte membandingkan dirinya dengan Hitler dan dengan senang hati akan membunuh 3 juta bandar narkoba di negaranya, kini ia menyuruh Presiden Barack Obama untuk pergi ke neraka.
“Bukannya membantu dalam memerangi narkoba, malahan mengkritik kami. Pergi sana ke neraka, Obama” kata Duterte.
Duterte meminta Obama untuk pergi ke neraka terkait kritik yang dilontarkan Presiden AS itu terhadap pemerangan narkoba yang dilakukan di Filipina. Menindaklanjuti komentar ini, Amerika Serikat membatalkan rapat bilateral dan hubungan keduanya sempat tegang.
Dalam sebuah pernyataan Duterte mengatakan ia kecewa dengan AS yang mengkritik taktik Filipina untuk melawan perdagangan narkoba. Ia juga menganggap AS sebagai sekutu yang tidak bisa diandalkan.
Presiden Filipina yang sebelumnya juga pernah mengumpat kata-kata vulgar pada Obama itu mengungkapkan, AS sudah tidak lagi menjual senjata api ke Manila. “Jika kalian tidak mau menjual senjata pada kami, saya akan pergi ke Rusia. Mereka bilang saya tidak perlu khawatir karena mereka punya semua yang saya butuhkan. Kalau Cina, mereka mengatakan saya hanya perlu datang untuk tanda tangan dan semua (senjata) akan dikirim.” jelasnya seperti dikutip BBC, Rabu (5/10/2016).
Sehubungan dengan hal itu, Duterte mengancam akan berpisah dengan Amerika Serikat dan bergabung bersama Rusia dan Cina.
Menanggapi komentar Duterte terhadap Obama, juru bicara gedung putih, John Earnest mengatakan apa yang diucapkan Duterte berlawanan dengan kerja sama kedua negara yang telah berlangsung lama.
“Ini merupakan sebuah hubungan kerja sama yang kuat dan menguntungkan kedua belah pihak. Komunikasi kami tetap berjalan,” Earnest menambahkan walaupun hubungan diplomasi tetap berjalan, AS tanpa ragu akan terus meningkatkan perhatiannya terhadap pembunuhan yang tidak sesuai aturan hukum itu.
Sejak Rodrigo Duterte memimpin pemerintahan, diperkirakan kurang lebihnya 3000 warga Filipina meninggal karena melakukan jual beli narkoba. Peristiwa ini mengirimkan sinyalemen peringatan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), European Union (EU) dan Amerika Serikat. Meskipun demikian, Duterte tidak peduli dan mengancam akan mengundurkan diri dari PBB, karena tidak mendukung caranya dalam memerangi narkoba di Filipina.
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH