tirto.id - Presiden Filipina Rodrigo Duterte melakukan kunjungan ke Beijing, Cina, untuk menjalin kerja sama bisnis. Kunjungan yang dimulai sejak Selasa (18/10/2016) kemarin, juga sebagai langkah memperkuat relasi politik kedua negara, serta memberi pesan jika kunjungannya untuk persahabatan bukan perang.
Kunjungan Duterte selama tiga hari tersebut ditemani 400 delegasi bisnisnya yang bertujuan untuk mengamankan investasi senilai miliaran dolar dan untuk memperbaiki hubungan dengan negara ekonomi terkuat kedua di dunia tersebut.
Kantor berita Cina Xinhua mengatakan, kunjungan ini selain sebagai upaya dalam memperbaiki hubungan yang sudah sangat rusak dengan Beijing, juga menunjukkan keberanian dan pendekatan pragmatis Duterte.
Sebagaimana Cina mendukung langkah brutal Filipina dalam memberantas narkoba, pihaknya berharap dapat merayu Duterte, sebagai sekutu Amerika Serikat terkuat di Asia, agar dapat menyeimbangkan pengaruh Cina di kawasan Filipina.
Cina juga berharap Duterte mundur dari konflik berkepanjangan atas wilayah yang disengketakan di Laut Cina Selatan. Sebelum kunjungannya, Duterte mengindikasi pihaknya tidak akan merusak hubungan dengan menekan Cina dalam masalah tersebut.
“Tidak ada gunanya untuk berperang. Lebih baik melakukan percakapan dari pada berperang. Kami ingin berbicara tentang pertemanan, kerja sama dan terlebih lagi tentang bisnis,” ujar Duterter.
Tabloid Global Times yang merupakan milik partai pemenang di Cina, menulis dalam editorialnya bahwa Cina harus menerima niatan baik dari Duterte. “Kami meminta Cina untuk merenggut kesempatan strategis yang besar ini.”
Sementara itu, Bonnie Glaser selaku penasihat senior untuk Asia di Pusat Studi Internasional Strategis mengatakan, tidak eratnya hubungan antara Manila dan Washington bisa merugikan AS.
“Filipina telah menjadi mitra yang sangat penting dalam upaya untuk memahami apa yang Cina lakukan di Laut Cina Selatan dan mencegah mereka dari melakukan tindakan lebih jauh,” ujar Glaser.
Namun, Glaser meragukan rakyat Filipina mendukung berakhirnya kerja sama dengan AS. Ia mengatakan, popularitas Duterte hanya karena kampanye anti-narkobanya dan bukan karena usahanya untuk melemahkan aliansi dengan Amerika Serikat, demikian laporan The Guardian.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Yantina Debora