tirto.id - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri masih mendalami kasus dugaan korupsi di PT Bank Jabar Banten Syariah (BJBS) yang diduga melibatkan mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan.
"Berdasarkan keterangan penyidik, persoalan masih dalam penyelidikan dan pengembangan terhadap saksi-saksi lain yang akan diminta keterangan," ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Asep Adi Saputra, di Mabes Polri, Senin (29/4/2019).
Hingga kini, lanjut dia, penyidik belum merencanakan pemanggilan berikutnya untuk Aher.
"Sampai sekarang tidak ada [jadwal pemanggilan], kami masih melakukan penyelidikan," sambung Asep.
Aher diperiksa oleh polisi, Rabu (13/3/2019). Ia dimintai keterangan ihwal kasus tersebut. Penyidik pun telah menetapkan dua tersangka dalam perkara ini yaitu Pimpinan Divisi Pembiayaan BJBS Arif Budirahardja selaku dan Grup Head Ritel Bank BJBS Yasril Narapraya.
Polisi memprediksi kerugian negara mencapai Rp548 miliar. Guna memperkuat alat bukti yang dimiliki oleh tim, penyidik kembali melakukan gelar perkara untuk mencari tersangka baru yang terlibat.
Dalam kasus ini BJB Syariah diduga mencairkan kredit fiktif kepada dua perusahaan yakni PT Hastuka Sarana Karya (HSK) dan CV Dwi Manunggal Abadi, sehingga negara merugi Rp548 miliar. Kasus ini mencuat sejak 2017 silam.
Penyidik juga telah menetapkan mantan pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama BJB Syariah, Yocie Gusman sebagai tersangka.
Polisi menetapkan Yoice sebagai tersangka atas perannya dalam memberikan kredit kepada PT. HSK periode 2014 hingga 2016. Yoice adalah mantan Ketua DPC PKS Kota Bogor.
Saat mencairkan kredit itu Yocie diduga tidak menaati prosedur. Dana itu sendiri digunakan PT HSK untuk membangun 161 ruko di Garut Super Blok.
Berdasarkan pengembangan kasus, penyaluran kredit diketahui dilakukan tanpa agunan. PT HSK malah mengagunkan tanah induk dan bangunan ke bank lain. Setelah dikucurkan, ternyata pembayaran kredit tersebut macet.
Sebelumnya, Aher mengaku tidak tahu perihal dugaan korupsi pencairan kredit fiktif yang dilakukan BJBS serta menegaskan bahwa dia tak ada hubungan hukum apapun dengan BJBS termasuk dalam masalah kredit atau pun keuangan.
Ketika dirinya menjabat sebagai gubernur, Aher menyatakan hanya bertanggung jawab terhadap BJB selaku pemegang saham mayoritas.
Aher menilai seharusnya yang bertanggung jawab terkait dugaan korupsi, termasuk kredit macet adalah pejabat utama di bank tersebut.
"Mengenai kredit macet, saya tidak mengetahui perencanaan, keputusan dan lain-lain. Saya sebagai pemegang saham di BJB, bukan di BJBS, sehingga saya tidak tahu menahu," tegas politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali