tirto.id - Intervensi Cina baru-baru ini yang melarang dua aktivis muda masuk ke dalam parlemen Hong Kong akhirnya menyulut gerakan besar di jalanan. Lebih dari dua ribu aktivis dan pengacara turun ke jalan pada Selasa (8/11/2016) sore, untuk memprotes intervensi tersebut. Mereka berpakaian serba hitam dan melangkah dalam keheningan dari gedung pengadilan tinggi sampai pengadilan banding akhir.
“Lembaga hukum harus menyuarakan ketidakpuasan kami terhadap [intervensi] ini,” ujar Margaret Ng, seorang pengacara lokal terkemuka. "Jika sektor hukum tidak keluar dan melakukan protes maka dapat diartikan kita telah menerimanya. Kami tidak akan pernah menerima ini - bahkan untuk ke-100 kalinya," lanjut Ng seperti dikutip dari The Guardian.
Audrey Eu, politisi Partai Civic yang hadir dalam aksi tersebut, menuduh Beijing telah melakukan perusakan serius terhadap otonomi Hong Kong dengan adanya intervensi tersebut.
"Mereka pikir bahwa dengan ... merampas hak-hak rakyat maka orang Hong Kong akan menjadi diam. Tapi hal itu tak akan terjadi. Semakin keras serangan, semakin banyak represi yang ada, maka di kalangan anak muda akan semakin banyak reaksi yang muncul," tegas Eu.
Eu menambahkan, jika cara-cara halus yang selama ini ditempuh tidak berhasil mengubah keaadan, maka bisa berakhir dengan hal-hal buruk. "Banyak orang merasa bahwa jika respon terukur dan diskusi rasional tidak banyak membantu, bisa jadi mereka akan bertindak lebih jauh menggunakan kekerasan - dan hal itu benar-benar bukan pertanda baik untuk Hong Kong," demikian perempuan itu memperingatkan.
Menanggapi aksi yang dilakukan Eu dan dua ribu orang lainnya, media pemerintah Cina balik mengancam. Corong resmi Partai Komunis Cina, People’s Daily, bersumpah tak akan ada belas kasihan bagi elemen-elemen pro-kemerdekaan Hong Kong yang memberi ancaman langsung terhadap kedaulatan Cina.
Sebelumnya, pada Senin (7/11/2016), Cina mengeluarkan interpretasi dari Undang-Undang Dasar Hong Kong yang melarang dua aktivis, Sixtus “Baggio” Leung (30) dan Yau Wai-ching (25), masuk dan mencabut hak mereka ke parlemen. “Semua pengkhianat dan yang menjual negara mereka tak akan mendapatkan akhiran yang baik,” ujar Li Fei, wakil kepala dari panel legislatif paling penting di Cina.
Media South China Morning Post menggambarkan langkah Cina tersebut sebagai “alat yang kuat untuk membasmi barisan pro-kemerdekaan (Hong Kong)”. “Beijing bertekad untuk mencegah para separatis untuk mendapatkan jabatan publik,” tulis surat kabar tersebut.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari