tirto.id - Dalam laman situs film IMDB, Teletubbies hanya mendapat rating 3,5 dari 10. Dengan kata lain amat buruk. Ia tak jauh berbeda dengan film buruk lain, katakanlah Gigli atau Freddy Got Fingered. Hanya yang membedakan, Teletubbies dibuat untuk anak.
Dalam salah satu review, pengguna IMDB bernama Chibi Riza mengatakan bahwa Teletubbies adalah salah satu mimpi terburuk dalam sejarah serial televisi. "Empat mahluk aneh melakukan gerakan yang janggal dan tak masuk akal, amat mungkin memberimu sakit kepala dan mimpi buruk seperti setelah menenggak obat halusinogen," tulisnya.
Kita tahu bahwa orang yang memilih nama akun buruk seperti Chibi Riza itu tak perlu dipercaya. Itu pula yang dilakukan oleh para orang tua dan anak-anak di seluruh dunia. Mereka tetap menganggap Teletubbies adalah acara layak tonton, dan nyaris menerabas batasan umur.
Sejarah Teletubbies sebenarnya berusia panjang. Ia ditayangkan pertama kali pada 31 Maret 1997 di BBC2. Pertama kali orang menonton ini, banyak orang bingung. Teletubbies adalah empat orang mahluk beranama Tinky Winky, Dipsy, Laa-Laa, dan Po. Mereka tampak seperti alien warna warni, dengan televisi di bagian perut dan antena di kepala. Keseharian mereka dibuka dengan matahari berbentuk bayi yang membangunkan. Lalu mereka melakukan kegiatan, yang manfaatnya hanya bisa diketahui oleh mereka sendiri. Berlarian, berpelukan, gulung-gulung di bukit, dan sebagainya.
Setelah penayangan perdana, beberapa orang tua mengirim surat protes. Sebab Teletubbies, gerombolan mahluk aneh itu, mengisi slot yang sebelumnya dipakai oleh acara populer bagi anak-anak pra-sekolah, Playdays. Tapi acara ini tayang terus. Keputusan ini benar, sebab kurang dari setahun, Teletubbies sudah menjadi acara kegemaran anak-anak (dan yang bukan anak-anak) di seluruh dunia.
Dalam waktu setahun saja, acara yang awalnya ditujukan untuk anak usia 1 hingga 4 tahun ini ditonton 2 juta orang per episode. Acara ini disiarkan ke lebih dari 120 negara, termasuk di Indonesia. Siaran ini dialihbahasakan ke 45 bahasa berbeda. Tentu saja Teletubbies jadi mesin uang bagi BBC dan penciptanya, Anne Wood dan Andrew Davenport.
BBC Worldwide pernah merilis laporan tentang program yang menjadi sumber uang mereka. Teletubbies ada di peringkat pertama dengan pendapatan 120 juta poundsterling. Di bawahnya ada The Weakest Link, yang hanya menyumbangkan 35 juta pounds. Perbedaan yang amat jauh.
Anne Wood juga mendapat penghasilan yang melimpah dari boneka buatannya. Pendiri perusahaan Ragdoll Production ini mendapat setidaknya 200 juta poundsterling hanya dari mainan Teletubbies saja.
Sejak acara ini makin terkenal, banyak perusahaan mainan memang berebut memproduksi merchandise-nya. Mulai dari boneka, video game, hingga kostum Teletubbies untuk orang dewasa. Boneka Teletubbies menjadi mainan Natal paling laris pada 1997. Para pembeli rela menginap dan bikin tenda di luar toko supaya tak kehabisan. Tahun itu, diperkirakan ada 1 juta boneka Teletubbies yang terjual. Asosiasi Penjual Mainan Inggris menasbihkan boneka Teletubbies sebagai "Mainan Tahun Ini" pada 1998.
Anne sendiri dikenal sebagai seniman yang cukup nyentrik. Setelah mengenalkan karakter Roland Rat pada 1983, ia membuat perusahaannya sendiri, Ragdoll Production. Ketika pertama kali konsep Teletubbies diperkenalkan, sejumlah kolega menganggap konsep itu aneh. Selain matahari berwajah bayi, penyedot debu yang bisa berbicara, ada pula beberapa ekor kelinci yang bukan rekaan. Di laman Teletubbies, disebutkan kalau kelinci itu adalah "...satu-satunya spesies dari bumi yang ada di Teletubbyland.
Dalam sebuah wawancara, seseorang bertanya pada Anne, "Kenapa harus ada kelinci, padahal mereka seperti kurang penting."
"Ya memang harus ada kelinci," kata Anne. Sebuah jawaban yang absurd dan jelas tak menjawab pertanyaan.
Meski tampak absurd, Teletubbies ternyata disukai anak-anak. Stuart Heritage dari The Guardian, menuliskan bahwa Teletubbies adalah hal pertama yang membuat anak lelakinya tersenyum dan tertawa.
Tapi kesuksesan Teletubbies bukannya tanpa aral. Di Inggris sendiri ada beberapa perdebatan yang berangkat dari perbedaan metode cerita: tradisional melawan modern. Teletubbies, dengan penampilan yang aneh dan tak ada obrolan, dianggap tak cocok untuk ditonton anak-anak pra sekolah. Psikiatris Aric Sigman mengatakan bahwa Teletubbies bagi anak-anak adalah sama buruknya dengan game kekerasan
Hal ini dibantah oleh Andrew Davenport, partner Anne dalam membuat mahluk rekaan di Teletubbies. Ia membuat karakter dan konsep acara setelah melakukan pengamatan pada anak-anak kecil yang bermain di 7 tempat penitipan anak. Dari sana ia memahami bahwa anak pra sekolah masih terlalu kecil untuk bisa menerima instruksi formal. Maka ia lebih menekankan stimulasi komunikasi dalam bentuk gerakan.
"Ada banyak bentuk komunikasi selain bicara," kata Andy pada Independent.
Andy merupakan lulusan Speech Science di University College, London. Di sana ia belajar untuk menjadi terapis bicara. Setelahnya, ia kembali belajar di National Hospital College of Speech Science. Dia tahu apa yang dia bicarakan, dan jelas merasa kesal karena Teletubbies dianggap merusak perkembangan bicara anak.
"Pendapat bahwa Teletubbies itu bakal merusak perkembangan bicara anak adalah omong kosong. Anak-anak belajar berbicara secara berkelanjutan dari dunia nyata dan orang-orang di sekitarnya. Sebuah acara televisi berdurasi 30 menit tidak akan berpengaruh," katanya.
Teletubbies memang unik. Nyaris tak ada dialog yang diucapkan layaknya manusia, kecuali oleh seorang narator. Namun dengan segala tingkah nir dialog itu, anak-anak bisa memahami apa yang akan terjadi. Misalkan, saat Teletubbies bicara "Eh-oo", para penonton paham kalau akan ada hal buruk terjadi. Dengan gerakan dan omongan terbatas, empat mahluk aneh-tapi-lucu ini berhasil menyampaikan pesan pada para penonton. Lalu matahari yang muncul di bagian awal, menjadi semacam stimulus yang mengajak anak-anak untuk ikut tertawa dan menyimak acara.
"Dari risetku pada anak-anak penonton Tots TV (salah satu acara Ragdoll), mereka akan memperbaiki sebuah konsep yang salah, dan itu terus diulang. Ini karena ada dorongan besar bagi anak-anak kecil untuk memahami bahwa pengulangan itu membuat hal menjadi sederhana dan familiar."
Format Teletubbies memang menekankan pengulangan. Setiap episode dimulai dengan matahari muncul dan tertawa. Lalu Teletubbies bangun dan melakukan hal yang nyaris sama. Begitu terus hingga 365 episode. Membuat penonton bayi dan anak pra sekolah hafal apa yang akan terjadi.
Paul McCan dari The Independent membela Teletubbies. "Acara ini memang bikin marah mereka yang menganggap pengajaran anak-anak berbasis kreativitas adalah omong kosong. Mereka yang menganggap bahwa pendidikan haruslah disiplin dan fungsional, bahkan untuk bayi usia 18 bulan. Untung saja Teletubbies bukan untuk orang-orang itu. Acara ini untuk anak-anak."
Ada sedikit hal yang kurang akurat di pernyataan Paul. Teletubbies memang ditujukan untuk anak-anak usia 1 hingga 4 tahun, tapi ia disukai oleh orang dewasa sekalipun. Gregory Gutenko dari Departemen Studi Komunikasi Universitas Missouri dalam makalahnya mengatakan bahwa orang dewasa pun menonton acara ini, dan tentu saja punya persepsi yang amat berbeda dari anak-anak. Salah satu alasan kenapa orang dewasa juga suka menonton Teletubbies, tulis Gregory, karena ia "...bikin nyaman, seperti kembali ke rahim ibu. Dan membuat kami merasa jadi anak-anak lagi."
Tahun ini Teletubbies masuk ke usia 20 tahun. Jika ada anak usia 3 tahun menonton ini pada 1997, maka mereka sudah berusia 23 tahun sekarang. Mungkin pandangan mereka terhadap Teletubbies tak sama lagi. Atau malah mungkin acara ini tetap memberikan kebahagiaan yang sama, seperti yang ditulis oleh Gregory. Apapun itu, acara ini masih tetap dianggap penting. Terbukti sejak November 2015, BBC membuat episode baru dengan konsep sama. Dan sepertinya masih akan membuat banyak anak usia 1-4 tahun duduk sembari tertawa bahagia di depan televisi.
Selamat ulang tahun Teletubbies!
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti