tirto.id - Frank Wang, mahasiswa Hong Kong University of Science & Technology (HKUST) hendak masuk ke salah satu laboratorium di kampusnya. Sialnya, usai menjulurkan dan menempel ID Card di pintu laboratorium, akses masuk tak kunjung terbuka. Wang mengira ia telah "ditendang" oleh profesornya.
Ia sempat sejenak melupakan kuliah dan memilih mengerjakan “proyek teknologi". Wang kemudian mendirikan DJI alias Da-Jiang Innovations, perusahaan teknologi yang awalnya fokus menciptakan sistem operasi bagi drone, pesawat nirawak. yang berkembang hingga menciptakan drone yang kini makin populer.
Pada sesi wawancaranya dengan Colum Murphy dan Olivia Geng, jurnalis The Wall Street Journal, ia mengungkapkan DJI lahir karena “drone merupakan impiannya sejak kecil" setelah melihat replika helikopter di Shenzen, Cina.
“Helikopter itu seharga beberapa bulan gaji rata-rata orang Cina. Keluarga saya tak mampu membelinya,” kata Wang.
“Tapi, selepas memperoleh nilai bagus di ujian SMA, orangtua saya membelikannya. Saya lalu merakitnya, tapi helikopter itu tak bisa terbang dengan baik. Perlu beberapa bulan latihan untuk menerbangkannya,” kenang Wang.
David Pierce, penulis senior di Wired, mengatakan “DJI membuat drone pertama kali bukan sebagai mainan atau alat, melainkan keduanya. Ini yang lantas membuat DJI jadi nama paling penting di dunia drone.” DJI membikin siapapun mudah mengendalikan drone.
Salah satu titik kesuksesan DJI ialah diluncurkannya Phantom, drone yang mampu terbang kembali ke titik di mana ia diluncurkan. Dalam salah satu publikasi, The Economist menyebutkan DJI “serupa dengan Boeing yang merevolusi penerbangan komersial di dekade 1930-an. DJI sukses bertransformasi dari pembuat drone sipil bagi pehobi jadi bisnis yang sangat menggiurkan.”
David Pierce mengatakan “drone” merujuk pada dua definisi. Kendaraan otomatis seutuhnya yang mampu bekerja tanpa tangan manusia atau kendaraan “seperti remote-control.” Ide orisinal drone, menurut Pierce, berasal bertahun-tahun silam, bahkan hingga Perang Dunia I.
Alasannya? mengendalikan kendaraan, terutama yang memiliki bahaya tinggi, lebih baik dilakukan secara jarak jauh alih-alih secara langsung. “Kattering Bug” misil otomatis pertama yang digunakan pada dekade 1930-an dan kerja Nikola Tesla bernama “teleautomation” jadi contoh bahwa sistem pengendalian jarak jauh sangat penting.
Drone dalam arti “pesawat nirawak yang dikendalikan remote-control dengan mudah” lahir pada 2010. Parrot, perusahaan pencipta drone serupa DJI, merilis AR Drone di gelaran Consumer Electronic Show 2010. Parrot AR Drone merupakan quadcopter yang terbang dikendalikan pengontrol berbasis iPone atau iPod Touch. Selain kemampuan terbang drone yang mumpuni, drone memiliki kamera yang bisa digunakan merekam atau mengambil gambar.
Selepas Parrot meluncurkan AR Drone, dunia drone komersial sedang bergairah. Data Statista menunjukkan ada 23,8 juta unit drone yang dikapalkan pada tahun ini. Dua tahun mendatang, angkanya diprediksi melonjak jadi 48,3 juta unit.
DJI adalah nama yang perkasa di dunia drone. Laporan Recode menyebut drone berharga $500 hingga $1.000, DJI di segmen ini menguasai 36 persen pangsa pasar drone global (2016). Parrot, salah satu pelopor segmen ini, puas dengan pangsa pasar sebesar 7 persen. Drone untuk segmen berharga $1.000 hingga $2.000 DJI pun berkuasa. Mereka memperoleh pangsa pasar sebesar 66 persen. Untuk segmen harga $2.000 hingga $4.000 DJI mengambil ceruk sebesar 67 persen.
Salah satu alasan kesuksesan DJI “ialah totalitas perusahaan soal research and development, yang gagal ditiru perusahaan lain.”
Meskipun DJI benar-benar mengeluarkan segenap kemampuannya soal R&D drone, Rhett Allain, dalam penjelasannya di Wired, mengatakan drone bekerja secara sederhana. Untuk bisa terbang, drone membutuhkan propulsi, yang jika dilihat “mirip kipas angin.” Pisau propulsi berputar menghasilkan udara yang mendorong ke bawah. Lantas, tekanan udara mendorong propulsi itu ke atas. Semakin kuat propulsi bekerja, semakin kuat pula gaya angkat yang dihasilkan.
Drone dan Payung Hukum
Lino, Reatil Sales Senior Manager Hallo Robotics, salah satu distributor resmi DJI, mengatakan dalam bermain drone, hanya ada dua inti peraturan: “Zona larangan terbang dan ketinggian, yang dibatasi hingga maksimal 150 meter.”
Zona larangan terbang ada di wilayah bandara, segitiga perkantoran, hingga sepanjang wilayah Thamrin-Sudirman. Selebihnya, menurut Lini “orang tetap main drone.” “Di rumah, bablas-bablas aja. Aturan hanya sekadar aturan, enggak ada izin RT-RW,” tegas Lino.
Kolonel Penerbang Agung Sasongkojati yang juga menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Federasi Aero Sport Indonesia (FASI) mengatakan secara tersirat, menerbangkan drone di udara Indonesia memiliki aturan. Ia mengungkapkan “hampir sebagian besar daerah di Jakarta terlarang untuk drone.” Ini karena penyebabnya sebagian besar wilayah Jakarta masuk ke Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP).
“Para penerbang drone harus disertifikasi, pesawatnya disertifikasi. Untuk umum, pilihannya hanya dia bergabung dengan Federasi Aero Sport Indonesia (FASI),” tegas Agung.
Soal larangan terbang di wilayah KKOP diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 180 Tahun 2015 tentang “Pengendalian Pengoperasian Sistem Pesawat Udara Tanpa Awak Di Ruang Udara Yang Dilayani Indonesia.” Drone dilarang terbang di kawasan udara terlarang, kawasan udara terbatas, dan KKOP.
Selain Permen Nomor 180, ada cukup banyak aturan yang mengatur operasional drone. Untuk penerbangan drone komersial diatur oleh kementerian perhubungan Permen nomor 163 tahun 2015 tentang keselamatan penerbangan sipil yang mengatur sertifikasi penerbangan. Juga ada Permen No 147 tahun 2016 mengatur soal menerbangkan drone di ruang udara indonesia.
Aturan-aturan tersebut diterbitkan tak lain demi alasan keselamatan. Agung menilai mungkin saja teroris atau penjahat memanfaatkan drone untuk tujuan tidak baik. Peraturan dibuat untuk mencegah hal tersebut terjadi.
Editor: Ahmad Zaenudin