Menuju konten utama

DPR: Utamakan Diplomasi dalam Pembebasan WNI

Ketua Komisi I DPR, Abdul Almasyhari menyerukan agar pemerintah mengerahkan Kementerian Pertahanan, BIN, BAIS, dan Kementerian Luar Negeri dalam upaya penyelamatan WNI yang disandera oleh Abu Sayyaf. upaya tersebut diutamakan untuk diplomasi, bukan upaya militer.

DPR: Utamakan Diplomasi dalam Pembebasan WNI
(Ilustrasi)/Shutterstock

tirto.id - Ketua Komisi I DPR, Abdul Almasyhari, meminta pemerintah Indonesia mengerahkan segala sumber dayanya secara terpadu dalam pembebasan WNI yang disandera di Filipina selatan untuk ketiga kalinya ini.

"Militer bukan solusi utama namun diplomasi untuk pembebasan secepatnya," ujarnya, di Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan, pemerintah seharusnya mengutamakan diplomasi karena akan melibatkan Kementerian Pertahanan, BIN, BAIS, dan Kementerian Luar Negeri. "Perlu penanganan bersama dan terpadu sehingga kelihatan soliditas pertahanan keamanan dalam menangani masalah ini," katanya.

Kabar penyanderaan untuk ketiga kalinya WNI pekerja kapal tunda dan kapal tongkang menyebar pada Kamis petang (23/6), hanya beberapa jam setelah pemberitaan Presiden Jokowi rapat di lambung KRI Imam Bonjol-383, di perairan Kepulauan Natuna, rampung.

Dalam rapat terbatas itu, Jokowi menegaskan peningkatan status pangkalan TNI di Kepulauan Natuna dan peningkatan kapasitas perekonomian di sana, terkhusus pemanfaatan potensi kelautan. Ini sebagai respons pengerahan armada kapal ikan China yang masuk dan menangkap ikan secara ilegal untuk ketiga kali sejak Maret lalu.

Kabar tentang penculikan dan penyanderaan untuk uang tebusan atas tujuh WNI anak buah kapal tunda Charles 001 dan kapal tongkang Robby 152 itu tidak ditanggapi secara seragam oleh petinggi kabinet. Dengan begitu, sudah tiga kali WNI berprofesi pelaut sipil diculik kelompok bersenjata di perairan Filipina selatan.

Wakil Presiden Jusuf Kalla sempat mengeluarkan pernyataan tidak selaras dengan pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Keamanan, dan Hukum, Luhut Pandjaitan, yang mengiyakan penyanderaan itu.

Sampai akhirnya Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, membenari penyanderaan tujuh WNI di Filipina Selatan pada 20 Juni 2016 itu.

"Pada 23 Juni 2016, kami mendapat konfirmasi telah terjadi penyanderaan terhadap ABK WNI kapal tunda Charles 001 dan kapal tongkang Robby 152," kata Marsudi, di Jakarta, Jumat.

Penyanderaan tujuh ABK Indonesia itu, kata Marsudi, terjadi di Laut Sulu dalam dua tahap, yaitu pada 20 Juni sekitar pukul 11.30 waktu setempat dan sekitar 12.45 waktu setempat oleh dua kelompok bersenjata yang berbeda.

"Pada saat terjadi penyanderaan kapal membawa 13 orang ABK, tujuh ABK disandera dan enam lainnya dibebaskan. Saat ini keenam ABK yang dibebaskan dalam pelayaran kapal tunda Charles 001 dan kapal tongkang Robby 152 ke Samarinda," ungkap dia.

Pemerintah Indonesia akan melakukan semua cara yang memungkinkan untuk membebaskan para ABK yang disandera tersebut melalui kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah Filipina.

Baca juga artikel terkait HUKUM

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Rima Suliastini
Editor: Rima Suliastini