tirto.id - Anggota komisi hukum DPR RI, Risa Mariska menilai, langkah kepolisian yang menyebarkan maklumat dalam merespons aksi bela Islam III pada 2 Desember 2016 merupakan hal yang wajar. Maklumat tersebut harus dimaknai sebagai antisipasi dan tetap mengakomodir kegiatan demo oleh massa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI).
Menurut Risa, maklumat yang dikeluarkan oleh Kapolri sah-sah saja. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi adanya hal-hal yang tidak diinginkan. “Sebab, maklumat itu sebagai bentuk antisipasi merespons jika dalam aksi tersebut tidak sesuai dengan tujuannya,” ujarnya, seperti dikutip Antara, Rabu (23/11/2016).
Apalagi, lanjut Risa, poin-poin yang ada di dalam isi maklumat tersebut hanya bersifat antisipasi saja dan tetap mengakomodir kegiatan atau aksi yang akan dilakukan pada tanggal 2 Desember nanti.
"Adanya maklumat itu bukan berarti pihak Kepolisian mencurigai aksi Bela Islam III itu gerakan makar. Tetapi, sekali lagi ia menegaskan bahwa maklumat itu merupakan bentuk pencegahan," ujarnya.
Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan, kalau pun Kapolri menyampaikan adanya larangan melakukan perbuatan makar sebagaimana dinyatakan dalam poin terakhir dalam maklumat, bukan berarti aksi 2 Desember adalah aksi makar.
Ia menilai poin maklumat tersebut harus dipandang sebagai upaya pencegahan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan dan bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Sebelumnya, Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya, Inspektur Jenderal M. Iriawan bersama Pangdam Jaya Mayor Jenderal Teddy Lhaksmana menyampaikan maklumat terkait rencana aksi demonstrasi 2 Desember 2016 yang dilakukan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia, di Gedung Main Hall Polda Metro Jaya, Selasa (22/11/2016) kemarin.
Maklumat tersebut tertuang dalam surat bernomor Mak/04/XI/2016 tentang penyampaian pendapat di muka umum yang berisi empat poin. Salah satunya para demonstran harus mematuhi ketentuan-ketentuan yang sudah diatur oleh undang-undang. Apabila tidak sesuai dengan ketentuan dan melanggar hukum akan ditindak oleh kepolisian.
"Semua sudah diatur oleh Undang Undang RI Nomor 9 Tahun 1998, polisi akan tindak tegas mulai dari pembubaran kegiatan sampai kepada penegakan hukum," kata Iriawan.
Dia mengatakan, para pendemo dilarang membawa senjata tajam, senjata pemukul, atau benda-benda yang membahayakan dan demonstran juga diwajibkan membuat surat pemberitahuan lebih dahulu secara tertulis ke Polda Metro Jaya.
Iriawan mengatakan, pendemo dilarang melakukan pengrusakan sejumlah fasilitas umum, ketertiban umum, gangguan akses jalan raya dan melakukan provokasi yang bersifat anarkis ataupun mengarah kepada suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
"Batas penyampaian pendapat juga di batasi hanya mulai pukul 06.00 WIB sampai semaksimalnya pada pukul 18.00 WIB," ujar Iriawan.
Dia mengatakan, terkait para demonstran dilarang keras melakukan kejahatan terhadap keamanan negara berupa makar atau penggulingan pemerintahan sesuai Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Iriawan menjelaskan, makar hendak memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan makar dengan menggulingkan Pemerintah Indonesia dan pelaku makar dapat dikenakan hukuman mati atau pidana penjara selama 20 tahun.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz