Menuju konten utama

DPR Bersikukuh Ajukan Hak Angket untuk Berhentikan Ahok

Empat fraksi di DPR mengajukan hak angket terkait kembali aktifnya Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta. Pemerintah dirasa tidak bersikap adil.

DPR Bersikukuh Ajukan Hak Angket untuk Berhentikan Ahok
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memasuki ruang sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (13/2). Persidangan kesepuluh tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengagendakan menghadirkan empat saksi ahli. ANTARA FOTO/Pool/Ramdani/kye/17.

tirto.id - Empat fraksi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengajukan hak angket terkait dengan aktifnya kembali Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta. Wakil Ketua Komisi II dari fraksi Gerindra, Ahmad Riza, mengatakan fraksi tersebut berasal dari Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional, dan Partai Keadilan Sejahtera.

"Ada 90 tanda tangan pengusul yang sudah kami sampaikan. Intinya adalah mengaktifkan kembali saudara Ahok itu melanggar konstitusi," tutur Ahmad kepada Tirto pada Senin (13/2) kemarin.

Alasan pengajuan hak angket ini tidak hanya terkait status Ahok yang sebagai terdakwa dalam kasus dugaan penistaan agama. Namun ia juga menjelaskan pelaksanaan serah terima jabatan (sertijab) Ahok dari Plt Gubernur DKI Jakarta, Soni Sumarsono, dilaksanakan pada masa kampanye. "Sertijab kemarin kan tanggal 11 Februari. Sementara masa tenang kan di 12-14 Februari. Itu berarti sudah melanggar," ujar Ahmad.

Selain itu, Ahmad berpendapat pelanggaran lain yang dilakukan Ahok adalah ucapan disampaikannya pada saat sertijab. Ahmad berpendapat Ahok banyak membuat kegaduhan. "Yang nggak kalah menariknya pernyataan dari Ahok sendiri, yang menyatakan bahwa yang memilih secara agama itu melanggar konstitusi. Jadi Ahok ini selalu bikin kegaduhan-kegaduhan baru," tutur Ahmad.

Terkait dengan alasan Kementerian Dalam Negeri untuk tidak menonaktifkan Ahok, Ahmad mengatakan alasan yang diberikan berubah-ubah. Mulai dari menunggu surat dari Mahkamah Agung perihal posisi Ahok sebagai terdakwa, berubah jadi menunggu cuti kampanye selesai, dan yang terakhir adalah menunggu hasil tuntutan dari jaksa.

Ahmad berpendapat pemerintah seharusnya dapat meminta masukan dari Mahkamah Agung sejak lama. Ia juga memberi cara lain yakni dengan berdiskusi bersama DPR sebagai pembuat undang-undang. "Harusnya kalau ada keraguan dari pemerintah, sejak dua-tiga bulan lalu sudah bisa disampaikan," tutur Ahmad.

Hak angket ini diusulkan karena menurut Ahmad adanya ketidakadilan sikap pemerintah dengan tidak menonaktifkan Ahok. Ia menilai semua pihak punya posisi yang sama di mata hukum, dan menuntut ada perlakuan yang sama. "Ini soal sikap pemerintah yang kita rasakan tidak adil, padahal semua punya perlakuan yang sama di mata hukum," ujarnya.

Senada dengan Ahmad Riza, Wakil Komisi II fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Al Muzammil, mengatakan jangan ada perlakuan diskriminatif dari pemerintah. Ia berpendapat sudah ada cukup bukti untuk memberhentikan Ahok dari jabatan Gubernur DKI Jakarta. "Sudah cukup bukti dan dasar hukum bagi Presiden untuk memberhentikan sementara Basuki Tjahaja Purnama dari jabatan Gubernur DKI," tutur Al Muzammil.

Baca juga artikel terkait HAK ANGKET DPR atau tulisan lainnya dari Ellya Mutia Fansuraini

tirto.id - Politik
Reporter: Ellya Mutia Fansuraini
Penulis: Ellya Mutia Fansuraini
Editor: Damianus Andreas