tirto.id - Direktur Utama PT Krakatau Steel, Silmy Karim mengklaim, penangkapan salah satu direktur, tidak akan berdampak pada kinerja perusahaan.
"Saya tegaskan, kaitan dengan kinerja, tidak akan terpengaruh [...] yang memengaruhi murni kondisi pasar dan ekonomi," kata Silmy, dalam konferensi pers di Kantor Krakatau Steel, Jakarta, Minggu (24/3/2019).
Silmy merespons operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang mengenai Direktur Teknologi dan Produksi Krakatau Steel Wisnu Kuncoro, Jumat (22/3/2019).
Menurut dia, suap tersebut tidak terkait dengan perusahaan. Ia tidak mengenal sejumlah nama yang disebut KPK terlibat dalam suap tersebut. Ia juga menilai, korupsi yang berlangsung memang merupakan tindakan pribadi atau individu.
"Gini tindakan atau hal-hal yang dilakukan itu kan sifatnya individu," ujar Silmy.
Ia juga mengatakan, telah menelusuri program kerja perusahaan plat merah ini. Hal ini terkait pernyataan KPK yang mengaitkan suap dengan upaya pemberi suap memperoleh proyek di Krakatau Steel.
Fee yang diterima Wisnu, menurut KPK, diduga terkait kepentingan pemberi suap untuk mendapatkan proyek pengadaan barang dan peralatan pada Direktorat Produksi dan Teknologi Krakatau Steel senilai Rp24 miliar dan Rp2,4 miliar.
"Belum ada [kaitan dengan perusahaan]. Ini baru pemeriksaan sekilas. Krakatau Steel kan ini perusahaan yang besar [...] terus kami cari apa yang kira-kira Rp24 miliar. Dan sehubungan itu, belum ada," kata Silmy.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengatakan, saat terjadi operasi tangkap tangan pada Jumat (22/3/2019), Wisnu Kuncoro tengah bertemu dengan seseorang dari pihak swasta bernama Alexander Muskitta di sebuah kedai kopi di Bintaro.
Dalam pertemuan itu, Alexander Muskitta menyerahkan tas kertas berwarna cokelat berisi uang Rp20 juta kepada Wisnu Kuncoro.
Uang itu, kata Saut, merupakan sebagian dari fee dari dua orang pihak swasta yakni Kenneth Sutarja dari PT Grand Kartech dan Kurniawan Edy Tjokro dari Group Tjokro.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Zakki Amali