Menuju konten utama

Digital Island ala Sandi: Antara Umbar Janji atau akan Terbukti?

Gagasan pulau digital atau digital island yang digagas Sandiaga Uno dinilai akan sulit terealisasi, banyak faktor dari soal anggaran hingga infrastruktur.

Digital Island ala Sandi: Antara Umbar Janji atau akan Terbukti?
Wisatawan turun dari perahu di dermaga Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu, Jakarta, Sabtu (18/11). ANTARA FOTO/R. Rekotomo.

tirto.id - Keinginan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno untuk mewujudkan program pulau digital atau digital island di Kepulauan Seribu pada Maret atau April dinilai sulit terwujud. Alasannya, karena Pemprov DKI belum memiliki anggaran dan rancangan khusus untuk merealisasikan program ini.

Rencana pelaksanaan program pulau digital juga disampaikan oleh Bupati Kepulauan Seribu Irmansyah. Ia bahkan mengaku baru mau membicarakan dengan Sandiaga soal rencana penerapan program pulau digital tersebut.

“Saya baru mau meminta arahan beliau terkait hal tersebut, sabar ya. Nanti kalau sudah ada arahan bisa kita bahas lagi,” kata Irmansyah kepada Tirto, Jumat (9/2/2018).

Irmansyah tidak menjawab pertanyaan ihwal ada atau tidaknya arahan teknis pelaksanaan program pulau digital. Ia hanya menyatakan, Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Seribu proaktif setelah mendengar info dan arahan tentang pulau digital.

“Kami akan laksanakan sesuai arahan pimpinan,” katanya menjawab normatif.

Berdasarkan penuturan Sandiaga, program pulau digital bertujuan mendorong perbaikan infrastruktur di Kepulauan Seribu. Perbaikan ditujukan untuk jaringan telepon seluler dan internet, agar akses masyarakat lebih terbuka luas.

Salah satu pulau di Kepulauan Seribu akan dijadikan pilot program penerapan sistem transaksi non-tunai dan serba digital. Program itu akan membuat pemesanan tiket hotel, tiket perahu, sampai pembelian makanan lebih efisien lantaran dapat dilakukan daring.

“Bupati di sana lagi menyiapkan. Saya ingin lebih cepat bisa di-launching Maret atau awal April itu sangat bermanfaat, karena nanti masuk happy season bagi turis yang bisa ke sana sudah ada tujuan satu pulau yang trully sebagai digital island,” kata Sandi di Jakarta Creative Hub, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (7/2/2018).

Selain belum siapnya anggaran dan konsep program pulau digital, tenggat waktu untuk penyediaan infrastruktur teknologi informasi (IT) juga bisa menjadi penghalang.

Pakar IT dari Univeristas Mercu Buana Jakarta, Afiyati Reno mengatakan, penyediaan infrastruktur IT dalam waktu dua bulan merupakan hal yang mustahil. Kesulitan terwujud karena banyak proses dan kajian komprehensif yang harus dikerjakan dalam mengembangkan IT di suatu wilayah.

Menurut Afiyati, pengembangan IT harus diawali dengan survei kebutuhan di wilayah terdampak. Setelah survei, Pemprov DKI baru dapat melihat sisi manfaat dari pengembangan IT di daerah terkait.

“Apakah manfaat dari sisi ekonomi masyarakat di sana, masyarakat di luar kepulauan, dan sisi negara secara tidak langsung, apakah akan memberi manfaat?” tanya Afiyati.

Minim Anggaran di Kepulauan Seribu

Bila program pulau digital hendak direalisasikan, ada dua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang akan terdampak, yakni Dinas Pariwisata dan Kebudayaan serta Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik.

Berdasarkan penelusuran tim riset Tirto, pada APBD 2018 DKI Jakarta, anggaran yang disediakan untuk Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta sebesar Rp194 miliar. Uang yang dikhususkan untuk Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kepulauan Seribu adalah Rp13,9 miliar.

Anggaran yang dimiliki Dinas Kominfo pada APBD 2018 berjumlah Rp255 miliar, ada Rp3 miliar dana yang khusus diberikan untuk Suku Dinas Kominfo Kepulauan Seribu.

Saat hendak dimintai konfirmasi ihwal keberadaan pos anggaran untuk program pulau digital, Kepala Dinas Kominfo DKI, Dian Ekowati tidak menjawab telepon dan pesan singkat Tirto. Tanggapan hanya diberikan Kepala Sudin Pariwisata dan Kebudayaan Kepulauan Seribu Cucu Kurnia.

Menurut Cucu, belum ada kabar mengenai penerapan program pulau digital hingga saat ini. Namun, ia menilai anggaran yang dimiliki Sudin Pariwisata dan Kebudayaan Kepulauan Seribu saat ini sudah begitu kecil untuk digunakan menjalani berbagai program.

"Anggarannya kecil. Itu untuk pembinaan seni dan budaya untuk masyarakat pulau. Transportasi saja kita mahal," ujar Cucu.

Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan pariwisata Kepulauan Seribu terjadi karena akses menuju kawasan itu hanya bisa menggunakan jalur air. Cucu bercerita, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu sering mengundang atraksi, seperti lenong dari pusat ibu kota.

Namun, untuk membawa mereka ke Kepulauan Seribu dibutuhkan biaya tidak sedikit, seperti ongkos perahu dan biaya penginapan. "Karena itu jumlah anggaran miliaran terdengarnya banyak, padahal untuk kami kecil," ujar Cucu.

Kesiapan Warga di Kepulauan Seribu

Anggaran untuk pengembangan pariwisata dan komunikasi di Kepulauan Seribu kecil, akses internet serta telekomunikasi di sana diakui Cucu sudah bagus. Ia berkata, beberapa restoran dan homestay bahkan sudah melayani transaksi menggunakan fasilitas uang elektronik.

Cucu juga menuturkan, pemesanan penginapan di Kepulauan Seribu sudah dapat dilakukan wisatawan melalui layanan daring. Berdasarkan data yang dihimpun tim riset Tirto dari BPS DKI Jakarta, ada 1.280 orang di Kepulauan Seribu yang kerap menggunakan internet di kantor. Kemudian, 1.337 orang terbiasa menggunakan jaringan internet di sekolah.

Data juga menunjukkan 3.693 orang di Kepulauan Seribu tak terbiasa menggunakan internet di kantor. Selain itu, 3.627 orang tak menggunakan internet di sekolah. Data itu diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional 2015.

Penelusuran juga menemukan keberadaan berbagai ATM dari beberapa bank di Kepulauan Seribu. Bank DKI, BRI, BCA, dan BPD merupakan bank-bank yang sudah menempatkan ATM di pulau-pulau seperti Pramuka, Panggang, Pari, Harapan dan Tidung.

Pengembangan IT di Kepulauan Seribu harus tetap memperhatikan kesiapan warga setempat. Menurut pakar IT dari Universitas Gunadarma, I Made Wiryana, pemerintah harusnya juga memperhatikan kesiapan infrastruktur non-teknis dalam membangun IT di sebuah kawasan.

"Infrastruktur non-teknis alias social infrastructure, termasuk community. Kadang kesalahan dalam membangun 'digitalisasi', infrastruktur non-teknis tidak dibangun. Bangun beragam fasilitas tapi tidak ada orangnya. Sistem tidak jalan, tidak ada yang maintain,” ujar Made Wiryana.

Menurutnya, pengembangan IT di sebuah wilayah biasanya terkendala kesiapan SDM. Selain itu, tata kelola dan manajemen IT juga kerap dinomorduakan setelah pembangunan infrastruktur teknis selesai.

Baca juga artikel terkait KEPULAUAN SERIBU atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Teknologi
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Abdul Aziz