tirto.id - Untuk sebuah urusan mendesak, saya harus meninggalkan Desa Tinapan, Kecamatan Todanan menuju Pusat Kabupaten Blora yang jaraknya sekitar 38 km atau kurang lebih ditempuh 1 jam dengan mobil. Sorotan lampu mobil yang saya tumpangi membelah pekatnya suasana malam selepas ba'da isya di kawasan hutan jati, Blora, Jawa Tengah.
Sesekali hanya penerangan sporadis lampu rumah penduduk yang nampak sekelebatan dari kaca mobil. Jalan aspal yang lurus-lurus yang kondisi tak mulus dengan lebar hanya 6 meter tanpa pembatas berbaur bersama samar-samarnya jejeran pohon jati yang tampak monoton menjulang di sebelah kiri-kanan jalan terkena sinar lampu kendaraan. Kondisi ini memang sangat membahayakan dan menuntut kewaspadaan pengemudi. Meleng sedikit, mobil bisa oleng keluar dari jalur.
Memori perjalanan tiga tahun lalu ini tersingkap saat jagat maya heboh dengan foto-foto bus malam PO Garuda Mas jurusan Balajara-Cepu yang terperosok masuk ke hutan jati Senin dini hari (13/3/2017) di Kecamatan Sambong, Blora. Peristiwa ini memang bukan kali pertama, setidaknya sejak 2012 sudah ada dua peristiwa mirip-mirip menimpa para bus malang itu.
“Tidak ada korban jiwa kronologi dan penyebab masih penyelidikan pihak kepolisian,” jelas BPBD Blora dalam laman Facebook-nya soal Bus Garuda Mas.
Penyebab kecelakaan kendaraan bus atau mobil pribadi yang nyelonong dari jalan hingga masuk hutan jati di Blora tanpa "disadari" sang sopir sering dikaitkan dengan hal mistis di kawasan hutan jati sisa era kolonial ini. Tapi sebenarnya, jika ditelusuri lebih jauh, banyak hal yang bisa diteliti dari kecelakaan di daerah yang rawan tersebut.
Yang pasti, dari tiga kecelakaan bus yang tercatat di kawasan ini, semuanya terjadi pada malam hari atau dini hari. Kondisi ini sangat rawan karena biasanya pengemudi sudah dalam kondisi yang lelah. Ditambah kondisi yang gelap dan dikelilingi pohon-pohon tinggi dan jalanan yang lurus sehingga "membosankan" dan memicu rasa kantuk, hasilnya bisa sangat fatal untuk kendaraan.
Berkendara Malam Hari
Data kecelakaan Korlantas Polri Januari-Desember 2016 secara nasional menunjukkan mengemudi di malam hari memiliki risiko tinggi dari kecelakaan. Rentang waktu pukul 18.00-24.00 salah satu waktu yang rawan kecelakaan. Pada rentang waktu ini setiap hari ada 63 kecelakaan atau setara dengan sekitar 22 persen dari total 106.745 kasus kecelakaan lalu lintas tahun lalu. Sementara itu, rentang waktu 00.00-06.00 menyumbang sekitar 17 persen terhadap total kecelakaan, rata-rata ada 33 kecelakaan pada periode waktu itu.
Artinya kecelakaan saat hari gelap menyumbang hampir 40 persen, angka ini tentu sangat tinggi dengan asumsi peluang aktivitas volume berkendara lebih rendah pada malam daripada siang hari. Keadaan ini cukup klop dengan data National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA) Amerika Serikat, dikutip dari nsc.org, dari 100.000 laporan polisi soal kecelakaan, rentang waktu yang paling rawan berkendara antara pukul 4 hingga 6 pagi, dan pukul 2 pagi.
Koordinator Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (JARAK AMAN) Edo Rusyanto mengatakan berkendara malam hingga dini hari memiliki tantangan tersendiri karena ada sejumlah aspek yang mutlak diperhatikan seorang pengendara untuk menekan potensi terjadinya kecelakaan lalu lintas jalan.
“Jarak pandang menjadi berkurang saat penerangan jalan amat minim. Hal ini membuat pengendara menjadi kesulitan mengantisipasi situasi ketika berhadapan dengan kehadiran secara tiba-tiba suatu obyek. Baik itu obyek tidak bergerak apalagi obyek bergerak yang melintas di depan mata,” kata mantan Ketua Umum Road Safety Association Indonesia 2012-2014 ini kepada Tirto.
JARAK AMAN juga mencatat faktor yang menghantui pengendara mengemudi di malam hari atau dini hari yaitu rasa kantuk. Aspek ini paling berbahaya. Berkendara dalam kondisi mengantuk bisa merusak konsentrasi. Aspek lainnya yang juga bisa memengaruhi adalah rasa monoton apa yang dilihat dari pandangan mata di sekitar jalan yang dilewati. Rasa monoton bisa memicu seorang pengendara menerawang atau melamun, hingga berhalusinasi, hingga merusak konsentrasi.
Rasa lelah juga tak kalah penting, tubuh pengendara yang lelah bisa jadi merusak konsentrasi. Dalam sebuah studi yang dimuat dalam Journal of Sleep Research seperti dipacak dalam wired.com, hasilnya cukup mencengangkan, terungkap ada kesesuaian kondisi seseorang yang dalam keadaan mabuk dengan kondisi saat seorang berkendara lelah di malam hari.
Para peneliti dari Utrecht University, Belanda menemukan bahwa mengendarai mobil selama tiga jam pada malam hari membawa orang dalam kondisi seperti di bawah pengaruh alkohol. Sebanyak 14 pria dengan rentang usia 21-25 tahun melakukan tes berkendara pada malam hari melintasi jalur tengah jalan raya pada pukul 3 sampai 5 pagi, 1 sampai 5 pagi, dan 9 malam hingga 5 pagi. Setiap pergerakan berkendara mereka dipantau apakah tetap konsisten di jalur tengah lintasan jalan.
Penelitian yang dipimpin oleh Dr. Joris C. Verster mendapati temuan, bahwa mereka yang berkendara selama dua jam pada malam hari memiliki kesalahan yang sama dengan seseorang yang memiliki 0,05 persen kandungan alkohol dalam darahnya. Semakin lama mengemudi hingga 3 jam di malam hari kondisinya sama dengan kandungan alkohol 0,08 persen, dan berkendara 4,5 jam sama hal dengan kondisi 0,10 persen kandungan alkohol dalam darah seseorang.
“Ini salah satu penyebab utama kecelakaan di jalan raya. Namun para pengendara sendiri tidak menyadari rasa kantuk mengurangi kewaspadaan seseorang saat berkendara,” jelas laporan tersebut.
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti