tirto.id - Sutradara papan atas Hollywood, Darren Aronofsky, berbagi pengalaman saat menjadi bintang tamu dalam program Mola Living Live di Mola TV.
Acara yang edisi kali ini dipandu oleh duo sineas nasional Rayya Makarim dan Timo Tjahjanto itu tayang live pada Selasa (24/11/2020) malam, namun masih dapat ditonton tayangan ulangnya.
Darren Aronofsky juga dikenal sebagai produser film dan penulis naskah, membagi banyak hal dalam perbincangan vidio conference dengan durasi sekira 63 menit.
Mulai dari ketertarikan dalam bidang sains dan alam saat remaja, perjalanan karir dan idealismenya di dunia film, serta pandangan pribadinya yang getol menyuarakan pelestarian lingkungan.
Terkoneksi Dengan Alam
“Lahir dan tumbuh di kota besar seperti New York, membuat saya ingin keluar melihat dunia dan alam,” ujar Darren mengawali kisah perihal ketertarikannya dalam sains dan biologi saat remaja.
Minatnya untuk terkoneksi dengan alam bahkan sempat menuntun Darren terjun langsung dalam pendidikan biologi lapangan selama 2 tahun, yakni di Kenya 1985 dan Alaska 1986.
Saat awal duduk di bangku perkuliahan, Darren mengaku bahwa sebenarnya ia belum terlalu menyadari bidang apa yang paling membuatnya tertarik. Namun selepas berkenalan dengan seorang teman yang menekuni bidang animasi, ia mulai berminat dalam bidang seni dan film.
“Saya tertarik saat melihatnya menyusun cerita. Lalu saya membantunya untuk mengedit, dan mulai fokus di bidang seni dan film. Itulah hal yang pertama kali menginspirasi saya,” terang Darren.
Terlepas dari itu semua, kecintaan Darren terhadap lingkungan ternyata masih melekat sampai ia sudah menjelma menjadi seorang sineas besar. Hal itu terlihat saat Darren mengaku menerapkan aturan larangan pemakaian botol plastik terhadap seluruh kru, saat proses pembuatan film Noah (2014).
“Saya ingat saat mengerjakan Noah (2014) saya melarang penggunaan botol plastik. Dan itu mungkin menyebabkan sedikit ketidaknyamanan,” ucap sosok yang pernah belajar bidang sosial antropologi di Harvard University ini.
Menurut Darren, film Noah (2014) yang berkisah tentang bencana banjir besar sejatinya juga memiliki keterkaitan yang erat dengan tantangan dunia modern saat ini, yakni menyangkut perubahan iklim dan pemanasan global
Ambisi dan Idealisme Film Maker
Darren Aronofsky juga membagi pengalaman tentang bagaimana peran sutradara dalam menyatukan pemahaman banyak orang yang terlibat proses produksi film, agar memperoleh hasil akhir sesuai yang diharapkan.
Sosok kelahiran Brooklyn, New York, 12 Februari 1969 itu menyadari tantangan produksi film terdapat pada material awal serta alokasi waktu pembuatan.
Oleh karenanya ia berusaha menyampaikan kepada pihak-pihak yang akan terlibat dalam produksi, bahwa tujuan membuat film tidak hanya soal uang.
Darren menanamkan kepercayaan bahwa sebuah proyek film yang diawali dengan ambisi untuk meraih titik maksimal, maka semua yang terlibat akan termotivasi.
“Tentu sejak awal tujuan Anda tidak hanya untuk menghasilkan uang. Tapi juga menyangkut hal lain yang tidak hanya sekedar uang,“ jelas Darren.
“Jika Anda mengawali proyek dengan sebuah ambisi, dan mendorong hingga batas, saya rasa para kru akan tertarik dengan itu, dan tidak hanya soal uang,” imbuhnya.
Sebagai contoh, film panjang pertama Darren berjudul Pi (1998) hanya memiliki budget sekira 60 ribu dollar saja. Namun karya tersebut pada akhirnya mampu mencetak box office senilai lebih dari 3,2 juta dollar. Film ini juga meraih penghargaan di sejumlah festival.
Di samping itu, Darren tak segan untuk melakukan hal baru serta mengambil peluang dan resiko. Menurutnya tantangan diperlukan bagi semua pihak yang terlibat dalam pembuatan filmnya.
Idealisme Darren untuk membuat karya berkualitas turut mengantar beberapa film besutannya masuk dalam jajaran nominasi, atau bahkan memenangkan ajang prestisius.
Sampai saat ini setidaknya tercatat 2 bintang film Hollywood yang sukses meraih gelar di ajang bergengsi, usai tampil sebagai pemeran utama dalam film arahan Darren Aronofsky.
Aktor Mickey Rourke meraih anugerah Best Actor di ajang Golden Globe, berkat perannya di film The Wrestler (2008). Kemudian Natalie Portman menyabet Oscar kategori Best Actress untuk film Black Swan (2010), di ajang Academy Awards 2011.
“Black Swan akan dikenang lantaran akting yang tak terlupakan dari Natalie Portman,” tulisHerald Sun dalam ulasannya.
Perjalanan Karir
Darren Aronofsky identik sebagai sutradara yang kerap mengangkat tema sulit. Sebagian besar film Darren memaksa para penonton untuk berpikir. Kebanyakan karya Darren memang lebih condong ke psychological horror dan thriller, meski ada pula yang lebih kental dengan nuansa drama.
Film panjang pertama Darren adalah Pi (1998), berkisah tentang ahli matematika paranoid yang berusaha membuka rahasia alam, berbekal pola universal yang ia temukan. Film bergenre thriller psikologi ini sukses memenangkan kategori Directing Award di Sundance Film Festival 1998, serta Best First Screenplay di Intependen Spirit Awards.
Dua tahun berselang, Darren menelurkan karya kedua lewat film Requiem for a Dream (2000). Film bergenre drama psikologi tentang 4 orang yang terpengaruh efek narkoba ini sanggup meraih nominasi untuk kategori Best Actress di Academy Awards dan Golden Globe Awards.
The Fountain (2006) tercatat sebagai film ketiga Darren. Mengandalkan duet akting Hugh Jackman dan Rachel Weisz, The Fountain (2006) menyuguhkan 3 alur cerita yang dibalut dengan unsur fantasi, historis, dan fiksi ilmiah.
Kepiawaian Darren dalam mengemas film drama terlihat jelas dalam film The Wrestler (2008). Film tentang pergulatan hidup seorang pegulat profesional yang telah beranjak tua itu, mampu meraih 2 gelar di ajang Golden Globe, serta 2 nominasi Academy Awards.
Black Swan (2010) boleh dibilang sebagai film tersukses Darren Aronofsky. Berkisah tentang balerina yang berjuang mendapatkan peran utama dalam pertunjukan “Swan Lake”. Film ini masuk dalam 5 nominasi Oscar, yakni kategori: Best Picture, Best Director, Best Actress, Best Cinematography, dan Best Film Editing.
Sementara 2 film paling akhir Darren yang sudah dirilis seluruhnya mengambil inspirasi dari kisah Biblikal, yakni: Noah (2014) dan Mother! (2017).
Editor: Agung DH