tirto.id - Sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional tertutup memiliki dampak yang berbeda dari sisi pemilih dan partai politik (parpol). Dampak dari penerapan sistem pemilu proporsional tertutup bagi pemilih dan parpol bisa jadi positif atau negatif.
Sistem pemilu proporsional tertutup sendiri saat ini sedang banyak dibicarakan publik jelang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan Undang-undang (UU) Pemilu.
Belakangan, putusan MK terkait keputusan gugatan itu dikabarkan bocor ke publik. Kabar ini mencuat setelah cuitan mantan wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana viral di Twitter.
Melalui cuitannya tersebut, Indrayana mengklaim bahwa telah mendapat informasi bahwa MK akan memutuskan pemilu calon legislatif (caleg) kembali ke sistem proporsional tertutup.
"MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," kata Indrayana melalui akun Twitter @Dennyindranaya, Minggu (28/5/2023).
Instan cuitannya itu menghebohkan media sosial. Hal ini karena Indonesia sudah lama meninggalkan sistem pemilu proporsional tertutup sejak Reformasi 1998.
Akibatnya, banyak yang menilai bahwa sistem pemilu proporsional tertutup ini dapat merugikan masyarakat khususnya di kalangan pemilih.
Belakangan kabar bocornya putusan MK ini sudah ditepis oleh Juru Bicara MK Fajar Laksono. Dikutip dari Antara, ia menegaskan bahwa keputusan tersebut masih belum dibahas.
Mengenal Apa Itu Pemilu Proporsional Tertutup
Jamaluddin dalam Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Pasca Amandemen UUD NRI 1945 (2022) menyebutkan bahwa sistem pemilu proporsional tertutup adalah penentuan caleg terpilih bukan atas dasar suara yang ia peroleh, melainkan atas dasar perolehan suara partai politik (Parpol).
Artinya, dalam penerapan sistem pemilu proporsional tertutup, masyarakat hanya memilih atau mencoblos parpol, bukan individu yang mencalonkan diri. Sementara itu, caleg yang nantinya akan maju sebagai anggota legislatif akan ditentukan oleh parpol terpilih.
Sistem ini disebut sebagai 'proporsional tertutup' karena memang penentuan caleg tertutup secara publik. Sebaliknya, dari sisi parpol, para calon kandidiat dapat dilihat secara transparan.
Sistem pemilu proporsional tertutup berbeda dengan sistem pemilu proporsional terbuka. Pada sistem pemilu proporsional terbuka, kertas suara menampilkan langsung para kandidat lengkap dengan partai pengusungnya.
Oleh karena itu, masyarakat dapat memilih langsung individu yang diinginkan untuk maju sebagai anggota legislatif mewakili dirinya.
Dampak Pemilu Proporsional Tertutup bagi Pemilih
Ada dampak positif dan negatif dari penerapan sistem pemilu proporsional tertutup bagi pemilih.
Menurut pengamat politik Mada Sukmajati, jika dilihat dari sisi pemilih dampak positif pemilu proporsional ini adalah penerapannya yang lebih sederhana dari pada sistem proporsional terbuka.
“Banyak ahli sudah mewanti-wanti kalau sebuah negara menyelenggarakan pemilu serentak maka pilihlah sistem yang paling sederhana, dan sistem tertutup ini adalah sistem yang sederhana dari sisi pemilih,” katanya seperti yang dikutip dari rilis Universitas Gajah Mada (UGM).
Di sisi lain, dampak negatif dari sistem coblos partai adalah pemilih tidak dapat melihat individu di dalam parpol yang ia pilih.
Menurut peneliti di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, ini akan berdampak pada rasa keterwakilan pemilih.
“Padahal kedekatan itu syarat utama dari perwakilan rakyat yang merupakan sokoguru dari demokrasi dan esensi adanya pemilu itu sendiri. Oleh karena itu dalam sistem proporsional tertutup maka perwakilan rakyat menjadi ambigu," katanya seperti yang dikutip dalam rilis Mahkamah Konstitusi.
Dampak Pemilu Proporsional Tertutup bagi Parpol
Tidak hanya berdampak bagi pemilih, penerapan sistem pemilu proporsional tertutup juga berdampak positif dan negatif bagi parpol yang berpartisipasi.
Menurut Mada, sistem pemilu proporsional tertutup ini sudah dipastikan akan disetujui oleh sebagian besar parpol.
Hal ini karena sistem pemilu proporsional tertutup berpeluang besar dalam mempertahankan demokrasi di internal partai. Tidak hanya itu, sistem ini juga dinilai dapat mendorong pelaksanaan fungsi-fungsi partai politik.
Sayangnya, dampak sistem ini juga memiliki dampak negatif bagi parpol. Mada mengungkapkan bahwa sistem proporsional tertutup ini meningkatkan risiko oligarki di internal partai menguat.
Selain itu, sistem ini juga dapat merugikan partai-partai baru atau partai yang belum banyak dikenal.
Editor: Iswara N Raditya