tirto.id - Kumpulan contoh spanduk Hardiknas 2023 di Freepik bisa diunduh dan dibagikan ke sosial media untuk merayakan Hari Pendidikan Nasional 2023. Tahun ini, Hardiknas diperingati pada Selasa, 2 Mei 2023.
Tahun ini, Kemdikbudristek RI nomor 12811/MPK.A/TU.02.03/2023 tanggal 18 April 2023 tentang Pedoman Peringatan Hari Pendidikan nasional 2023 menetapkan tema untuk Hardiknas 2023, yaitu “Bergerak Bersama Semarakkan Merdeka Belajar.”
Surat yang sama memuat informasi mengenai pedoman upacara Hardiknas 2023 dan logo hari pendidikan nasional 2023, yang bisa diunduh melalui link ini.
Link Download Spanduk Hardiknas 2023 di Freepik
Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk berpartisipasi dalam menyemarakkan serta memaknai Hari Pendidikan Nasional 2023.
Salah satu cara sederhana ikut berpartisipasi dalam merayakan Hari Pendidikan Nasional adalah dengan membagikan spanduk Hardiknas 2023 di berbagai platform media sosial.
Terdapat beragam link yang menyediakan spanduk gratis yang berkaitan dengan Hardiknas 2023. Salah satunya adalah di situs Freepik.
Anda bisa mengunduh banyak contoh spanduk Hardiknas 2023 melalui tautan di bawah ini:
Link Download Spanduk Hardiknas 2023 Freepik
Sejarah Singkat Hardiknas dan Ki Hadjar Dewantara
Hari Pendidikan Nasional ditetapkan berdasarkan hari lahir Ki Hadjar Dewantara yang merupakan Bapak Pendidikan Nasional yaitu pada setiap tanggal 2 Mei.
Hari peringatan Hardiknas sudah ditetapkan dari masa kepemimpinan Presiden Sukarno melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959 pada 28 November 1959.
Ki Hadjar Dewantara termasuk tokoh penting dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia. Semasa masih muda dan menyandang nama Soewardi Soerjaningrat, ia aktif mengkritik keras pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Bersama Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo, putra dari keluarga Kadipaten Pakualaman itu membentuk Indische Partij di tahun 1912. Organisasi ini adalah partai politik pertama di Hindia Belanda.
Namun, aktivitas politiknya membikin penguasa kolonial berang. Salah satu kritiknya yang paling menyengat petinggi kolonial termuat dalam artikel Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) yang dimuat surat kabar De Expres edisi 13 Juli 1913.
Artikel ini membuat Soewardi ditahan dan kemudian diasingkan ke negeri Belanda selama 1913-1919. Sepulang dari Belanda, sikap keras Soewardi terhadap rezim kolonial Belanda tidak surut.
Akibat tulisannya, ia menjadi generasi awal jurnalis Indonesia yang terkena pasal pidana "delict pers" sehingga masuk penjara di tahun 1920. Tidak lama setelah itu, ia kembali dijerat dengan hukuman bui karena pidatonya dituding menghina ratu Belanda dan menghasut perlawanan ke rezim kolonial. Ia sempat ditahan di Semarang, lalu dipindah ke Pekalongan.
Di tengah tekanan itu, perhatian Soewardi beralih ke bidang pendidikan. Melalui tulisannya dalam buku Ki Hajar Dewantara: Pemikiran dan Perjuangannya (2017) terbitan Museum Kebangkitan Nasional, R. Bambang Widodo menerangkan bahwa sikap Soewardi itu tidak terlepas dari saran istrinya.
Semasa masih ditahan di Pekalongan pada Agustus 1920, Soewardi diizinkan membesuk istrinya, R.Ay. Sutartinah yang mengalami pendarahan berat usai melahirkan anak ketiganya. Sang istri mengingatkan, Soewardi pernah bilang ke pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan mengenai pentingnya Perguruan Nasional untuk mendidik kader-kader bangsa untuk menentang penjajahan. Sejak itu, Soewardi membulatkan tekad untuk berfokus memajukan pendidikan Bangsa Indonesia.
Bebas dari penjara, sekitar tahun 1921 – 1922, Soewardi kerap terlibat dalam diskusi perkumpulan “Selasa Kliwonan” bersama sejumlah tokoh politik dan budaya, seperti R.M. Sutatmo Suryokusumo dan Ki Ageng Suryomataram. Salah satu buah gagasan dari perkumpulan itu ialah dorongan pada Soewardi dan kawan-kawan untuk memajukan pendidikan anak-anak.
Tidak perlu waktu lama, Soewardi Soerjaningrat dan kawan-kawan akhirnya mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa atau Perguruan Taman Siswa di Yogyakarta pada 3 Juli 1922.
Pendidikan di Taman Siswa dimulai dari Taman Anak (TK), lalu berkembang dengan pembentukan Mulo Kweekshool (SMP) yang disertai pendidikan guru pada tahun 1924. Pada 1928, tercatat 70% lulusan sekolah itu bisa masuk AMS atau Algemene Middelbare School (tingkat SMA).
Adapun nama Ki Hadjar Dewantara mulai disandang oleh Soewardi Soerjaningrat saat ia berumur 40 tahun. Dia berganti nama setelah ulang tahunnya ke-40 pada 3 Februari 1928.
Aktivitasnya memajukan pendidikan di Indonesia berlanjut hingga RI merdeka. Usai kemerdekaan RI, Ki Hadjar Dewantara sempat menjabat Menteri Pengajaran Indonesia (2 September 1945 – 14 November 1945). Jabatan ini menjadikan ia sebagai menteri pendidikan pertama RI.
Ki Hadjar Dewantara memimpin Taman Siswa selama 37 tahun. Selama periode panjang tersebut, Taman Siswa berhasil mendirikan banyak sekolah di berbagai wilayah Indonesia.
Perjuangan panjang Ki Hadjar Dewantara berakhir saat ia tutup usia pada 26 April 1959. Tak lama setelah itu, pemerintah RI menetapkan tanggal kelahiran Bapak Pendidikan Indonesia itu sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).
Penulis: Fajri Ramdhan
Editor: Addi M Idhom